Tokoh-tokoh Minang dalam pecahan mata uang Dollar, Ringgit, dan Rupiah

Abdul Aziz Ishak, pada tahun 1983 pernah menulis buku berjudul : “Mencari Bako”. Konon buku ini ia tulis karena kebanggaannya sebagai orang keturunan Minang yang banyak mencipta peradaban di kedua belah negeri, Indonesia dan Malaysia. Walau menurut adat Minangkabau yang matrilineal itu, Aziz tak “benar-benar sebagai orang Minang”, namun kegalauannya mencari keluarga ayah (bako dalam istilah Minangkabau), mendorongnya untuk menulis buku setebal 155 halaman. Dalam buku itu diterangkan, bahwa Aziz merupakan generasi kelima keturunan Datuk Jannaton, anggota keluarga Kerajaan Pagaruyung yang meneroka Pulau Pinang di awal abad ke-18. Walau jauh sudah pertautan Aziz dengan ranah Minang, namun rasa keminangannya itu masih perlu ia nukilkan. Dari catatan ini, terungkap pula nama Jamaluddin atau Che Din Kelang, seorang kaya Minangkabau asal Kelang Selangor, yang menikahi emak tua-nya Aishah. Kini keturunan Datuk Jannaton telah menyebar ke serata dunia, dan banyak dari mereka yang “menjadi orang”. Selain Aziz Ishak yang pernah menjabat menteri pertanian Malaysia, saudara tertuanya Yusof Ishak sukses menjadi Presiden Republik Singapura yang pertama.

Kisah lainnya datang dari Rais Yatim, yang saat ini menjabat sebagai menteri komunikasi, informasi, dan kebudayaan Malaysia. Rais lahir dari pasangan Mohammad Yatim dan Siandam asal Palupuh, luhak Agam. Orang tuanya yang berprofesi sebagai pedagang, telah merantau ke Malaysia sejak tahun 1920-an. Dalam sebuah autobiografinya, Rais menulis seluk beluk memasak rendang, masakan Minangkabau yang telah mendunia. Rais mencatat, ada tiga kunci memasak rendang agar terasa nikmat : pertama cukup kelapa dan ramuan, kedua mesti dikacau berterusan, dan ketiga apinya jangan besar. Komentar Rais mengenai rendang, melengkapi pengamatannya tentang adat perpatih yang berhulu di Minangkabau. Ternyata kecintaan Rais akan budaya Minang, bukan sebatas masakannya saja. Gaya rumah yang dibangunnya-pun, mengikuti arsitektur Minang beratapkan gonjong. Seperti banyak perantau Minang lainnya yang sukses berkarya di seantero jagad, Rais juga memiliki sifat demokratis dan egaliter. Selain itu karakter Minang yang melekat pada dirinya adalah, ia orang yang berprinsip, mudah bergaul, tahu dengan ereng dan gendeng, serta alur dan patut.

Keluarga kerajaan Negeri Sembilan, yang berketurunan raja-raja Pagaruyung, banyak pula yang tampil ke muka. Pada tahun 1957, pasca lepasnya negeri-negeri Semenanjung dan Borneo Utara dari penjajahan Inggris, Tuanku Abdul Rahman terpilih sebagai Yang Dipertuan Agung Malaysia pertama. Tidak seperti halnya Rais Yatim dan juga Ishak bersaudara yang mencuat di panggung politik berkat profesionalitas ataupun keilmuannya, pengangkatan Abdul Rahman sebagai ketua Kerajaan Malaysia, lebih dikarenakan kewibawaannya di tengah raja-raja yang lain. Tahta ini merupakan jabatan bergilir, yang diberikan kepada semua raja yang masuk ke dalam persekutuan Malaysia. Setelah Abdul Rahman, Jafar-lah orang Negeri Sembilan berikutnya yang menjabat posisi tesebut. Seperti halnya gambar Mohammad Hatta dalam salah satu pecahan rupiah, dan Yusof Ishak dalam pecahan dollar Singapura, diabadikannya Abdul Rahman pada salah satu pecahan mata uang ringgit, menjadi kebanggaan tersendiri bagi orang-orang Minang. Satu lagi yang mencuat dari keluarga kerajaan Negeri Sembilan adalah Tuanku Tan Sri Abdullah, yang merupakan putra Tuanku Abdul Rahman. Keberhasilannya membangun serikat niaga Melewar Corporation, telah mengantarkannya sebagai salah satu miliarder Malaysia terkemuka.

Rais Yatim menyambut Minangkabau Food Festival di Kuala Lumpur

Muszaphar Shukor, contoh suskes ilmuwan Minang di Malaysia. Angkasawan pertama negeri jiran ini, dalam suatu kunjungannya ke Indonesia mengaku berasal dari Payakumbuh, Sumatera Barat. Walau Payakumbuh merupakan kampung neneknya, namun Muszaphar masih menganggap ranah Minang sebagai asal usulnya. Profesi Muszaphar, sebenarnya adalah seorang dokter ortopedi. Namun perjalanan karirnya, telah mengantarkan ia lepas landas ke luar angkasa. Perjalanannya ke dunia luar itu, masih berkait erat dengan dunia kedokteran yang selama ini ia geluti. Dia bereksperimen mengenai karakteristik dan perkembangan sel-sel kanker hati dan leukimia, serta kristalisasi berbagai protein dan mikroba pada gravitasi rendah. Kepergiannya ke luar angkasa pada Oktober 2007 lalu, tidak hanya membanggakan masyarakat Minangkabau dan Malaysia, namun juga mengangkat harkat dan martabat bangsa Melayu secara keseluruhan.

Perantau lainnya adalah Tahir Jalaluddin. Salah satu dari banyak ulama Minangkabau yang sukses berkarya di Malaysia. Ulama tamatan Al Azhar Kairo ini, merupakan sosok pekerja keras kelahiran Ampek Angkek, Agam. Usahanya dalam menyebarkan paham modernisme kepada masyarakat Islam semenanjung, telah banyak melahirkan ulama-ulama Melayu puritan yang revolusioner. Majalah Al-Iman, merupakan bentuk nyata kontribusi Syeikh Tahir dalam membangun keislaman di Malaysia. Walau cikal bakal kemunculan majalah tersebut ada di Singapura, namun tingginya mobilitas para pembaca Al-Iman, juga turut mempengaruhi proses pembaharuan di Malaysia. Kerasnya Tahir Jalaluddin dalam mendidik, melahirkan seorang lagi politisi Minang yang sukses di Malaysia. Dia adalah Tun Hamdan Syeikh Tahir, yang merupakan putra kandung Syeikh Tahir sendiri. Dalam perjalanannya Hamdan muncul sebagai pendidik Malaysia yang kesohor, dan menjadi pejabat gubernur Pulau Pinang (1989-2001). Kontribusi Hamdan membangun peradaban Malaysia, telah menempatkannya sebagai salah seorang yang sedikit mendapatkan gelar Tun.

Satu lagi nama yang mencuat di Malaysia adalah Ibrahim Anon. Hobi menggambar dan profesinya yang pelukis, telah mengantarkan Ibrahim sebagai kartunis Malaysia kelas wahid. Melalui majalah humor Gila-gila, Ibrahim menciptakan tokoh Ujang. Watak Ujang yang coba disampaikannya dalam visual humor itu, merupakan karakter yang mencerminkan kehidupan sehari-hari masyarakat Malaysia. Ketokohan Ujang, membuat namanya lekat di hati. Walau nama Ibrahim tinggi menjulang, namun ia tak pernah lupa dengan asal usulnya di Minangkabau. Drama televisi “Aku Budak Minang, Atuk dan Aca”, merupakan wujud ketaklupaan Ibrahim kepada ranah tumpah darahnya.

Keluarga Saidi, Adnan beserta adik-adiknya Ahmad dan Amarullah, merupakan keluarga pejuang Malaysia yang selalu dikenang. Dibanding kedua saudaranya, Adnan merupakan prajurit Minang yang cemerlang. Pada tahun 1933 ketika berusia 18 tahun, ia bergabung dalam Resimen Melayu. Setahun kemudian, dia terpilih sebagai anggota terbaik. Dalam pertempuran di Bukit Candu, karir militer Adnan berakhir tragis. Serangan besar-besaran tentara Jepang, telah menewaskannya dan banyak tentara Melayu lainnya. Keberanian Adnan Saidi bersama batalion pertama dan kedua Resimen Melayu dalam mempertahankan Pasir Panjang, menjadi salah satu episode yang kekal dalam lipatan sejarah Malaysia.

Selain nama-nama di atas, masih banyak lagi sosok yang menorehkan tinta emasnya di gelanggang kehidupan jiran Malaysia. Zulhasril Nasir dalam bukunya “Tan Malaka dan Gerakan Kiri Minangkabau” mencatat, setidaknya ada puluhan perantau Minang yang menjadi tokoh pergerakan di Malaysia. Mereka antara lain Ahmad Boestamam, Rashid Maidin, Sutan Jenain, dan Shamsiah Fakeh. Selain itu masih ada nama-nama yang duduk di kursi kementerian seperti Abdul Samad Idris dan Amirsham Abdul Aziz, serta Tan Sri Norma Yaakob wanita pertama yang menjabat hakim besar Malaysia. Aznil Nawawi, Azmyl Yunor, dan Aishah yang kesemuanya berprofesi sebagai artis, menambah panjang deretan nama perantau Minang yang sukses di Malaysia.

Salah satu bangunan di lingkungan Istana Seri Menanti, Negeri Sembilan, yang berarsitekturkan Minang

Lihat pula :
1. Saudagar Minangkabau di Malaya
2. Penghijrahan Orang Minang ke Kuala Lumpur
3. Perantau Minang di Jakarta (1)
4. Perantau Minang di Jakarta (2)
5. Masyarakat Minang di Kota Medan
6. Orang Minang, Peran, dan Pencapaiannya
7. Dilema Melayu (1)

Komentar
  1. arset kusnadi berkata:

    Perkenalkan saya Arset Kusnadi. Sehari-hari bekerja sebagai Koresponden SCTV Wilayah Sumatera Barat. Tugas saya sebagai wartawan yang meliput segala kejadian dan berita di Ranah Minang.
    Saat ini, di lingkungan saya tinggal, daerah Gurun Laweh kec.Nanggalo, warganya terutama anak muda, tengah giat dan bersemangat membangkitkan Budaya Minang yang sudah mulai terkubur masa.
    Seperti Kesenian Randai, Tari Minang, Surahan Adat Minang, Saluang, Talempong, Mc Baralek, Serak Bareh Kuniang, Tagak Gala dll.

    Namun sejumlah kendala, tidak bisa kami pecahkan sendiri, terutama masalah dana. Berbagai perlengkapan yang kami butuhkan, tak sanggup kami adakan karna tidak ada biaya.
    Seperti baju randai, talempong set, gendang, tasa, car, Gendang dangdut, rabana jembe, pakaian tari, pakaian Pengantin, sound system.
    Akibat ketiadaan itu, kami baru berlatih seadanya tanpa perlengkapan tersebut.
    Semangat yang kami punya saat ini, mohon bagi Dunsanak dimanapun berada agar bisa di salurkan. Sebab kami takut, gejolak jiwa muda kami, justru salah jalan dan terpeleset ke arah yang tidak baik, seperti kenakalan remaja dan narkoba yang sangat kami takuti.
    Untuk itu kami berharap, sudi kiranya Dunsanak membantu kami.

    Saya yang di tugasi sebagai salah seorang pencari sumber dana, berikut melampirkan Proposal yang sudah kami susun.

    Jika Dunsanak bersedia membantu, bisa hubungi saya melalui email; arsetkusnadi@yahoo.com atau telpon 0751-8500484 atau 082173030705
    atau bisa juga Herman Rajo Nan Sati 082170968605
    Proposal ini resmi dan diketahui Lurah Gurun Laweh dan Camat Nanggalo.

    Semoga ini menjadi amal bagi dunsanak di rantau dan kebaikan bagi kami di kampung.

    amiiin.

    Hotmat saya

    Arset Kusnadi

    Suka

    • Afandri Adya berkata:

      Sanak Arset, coba ajukan proposal Anda ke badan-badan resmi perantau Minangkabau. Selain Gebu Minang, ada pula Yayasan Rantau Net yang peduli dan mau membantu mengenai masalah-masalah keminangan. Semoga sukses selalu.

      Suka

  2. Dato Md Dakhiyar Hj Amir berkata:

    Saya juga org minang di Malaysia yang dikhabarkan dari salahsilah Haji Miskin Bonjol yang lari dari penjajah Belanda terus ke Tanah Melayu dan menetap di kaki Gunung Jerai, Negeri Kedah. Saya sendiri dilahirkan di Kaki Gunung Jerai, Gurun, Kedah namanya.

    Suka

    • Afandri Adya berkata:

      Terima kasih atas apresiasi dan kunjungan Anda ke blog yang sederhana ini. Senang sekali berkenalan dengan Anda Dato, yang masih memiliki ranji/silsilah keluarga yang berasal dari ranah Minangkabau.

      Suka

      • Dato Md Dakhiyar Hj Amir berkata:

        Salam Pak Afandri. Jika Pak Afandri mau lihat sendiri hasil penulisan saya warisan Pak Hamka sila kunjungi Facebook saya diatas nama Md Dakhiyar Hj Amir pak. Mungkin Pak Afandri bisa menilai di zaman warisan mana asal usul saya pak. Pak Dahlan Iskan dari Jawa Post dulu pernah mau membukukan penulisan saya, tetapi malangnya diatas kajian pasaran, penulisan saya mungkin belum bisa diterima masyarakat Indonesia. Maka hasrat nya mau membukukan masih terbengkalai. Org minang yg asli sangat kuat tauhidnya. Maka pak afandri bisa lihat kekuatan Tauhid didalam penulisan saya. Senang sekali dapat bersama Pak Afandri. Terus berhubungan Pak sama saya di Malaysia.

        Suka

    • Sutan Panduko Rajo berkata:

      Saya orang minang tepatnya dari Pandai Sikek dan Haji Miskin tersebut berasal dari Daerah Pandai Sikek – Padang Panjang.

      Suka

  3. Afandri Adya berkata:

    Baik Pak, semoga jalinan ukhuwah Islamiyah kita terus berlanjut.

    Suka

  4. Amir Baharudin berkata:

    Sanak Afandri, Ambo lahir di Malaysia. Amak ambo urang Ocu Bangkinang,Kampar dan Ayah urang Sg Sariak, Piaman. Apakah urang Kampar itu keturunan Minang? Apabila saya tanya soalan yg sama kpd urang Ocu, jawaban mereka sebaliknya, urang Minang itu berasal dari Kampar – Minanga Kamwar/Tamwar/Kabua, Muaro Takus sekarang. Apo komentar sanak?

    Suka

    • Sutan Panduko Rajo berkata:

      kalau Ambo urang minang, istri ambo urang bangkinang Pak, tapek nyo di Bangkinang Seberang

      Suka

    • Mohammadi berkata:

      Ini masih menjadi perdebatan, karena orang Ocu atau kampar tidak seterkenal seperti orang Minang, banyak orang Minang mengatakan bahwa Ocu berasal dari Minang karna adat dan budayanya sama, begitupun kami di riau menganggap mereka keturunan Minang, tapi mereka menolak dikatakan keturunan Minang., mereka memakai adat matrilineal seperti orang Minang pada umumnya, berbeda dengan kami yang patrilineal.

      Suka

  5. Afandri Adya berkata:

    Salam kenal Pak Amir Baharudin. Seperti yang kita ketahui, semua peradaban-peradaban besar bermula dari wilayah yang subur, tempat dimana manusia bisa memenuhi kebutuhan pangannya. Poerbatjaraka dalam kajian sejarahnya pernah mengatakan bahwa asal usul peradaban Minangkabau berada di hulu Sungai Kampar (Minanga Kamvar), yaitu di daerah subur Luhak nan Tigo — yang meliputi Tanah Datar, Agam, dan Limapuluh Kota. Para ahli adat dan sejarawan mempercayai, bahwa di daerah inilah adat Minangkabau disusun, yang kemudian juga dipakai dan menyebar ke wilayah rantau. Thomas Stamford Raffles, — setelah melakukan ekspedisi dan kunjungan ke Pagaruyung — berkesimpulan bahwa Pagaruyung (Luhak nan Tigo) merupakan sumber kekuatan dan asal bangsa Melayu, yang kemudian penduduknya tersebar luas di Kepulauan Nusantara.

    Dalam perkembangan selanjutnya, banyak penduduk Luhak nan Tigo yang merantau. Faktor ekonomi, pendidikan, dan adanya konflik peperangan, menjadi faktor utama perginya sebagian besar masyarakat Luhak nan Tigo dari kampung halamannya. Mereka menuju pantai barat Sumatera, dan membentuk koloni dagang dari Meulaboh, Tapaktuan, Singkil, Barus, Sibolga, Natal, Pariaman, Padang, Painan, Indrapura, hingga Bengkulu. Sebagian lagi pergi ke arah timur, mengikuti arus sungai Rokan, Kampar, Siak, Kuantan, Batanghari, dan membentuk kampung di sealiran sungai-sungai ini. Diantaranya di Dalu-dalu, Bangkinang, Kuok, Air Tiris, Senapelan (Pakanbaru), Taluk Kuantan, dan Muaro Bungo. Pada abad ke-14, rantau Minangkabau terus berkembang hingga ke Batubara, Siak Sri Inderapura, Muaro Jambi, dan menyeberangi Selat Malaka. Di Semenanjung Malaysia, orang-orang Minang banyak meneruka daerah-daerah baru, seperti Pulau Pinang, Kuala Pilah, Rembau, dan Seremban. Tiga daerah terakhir ini, akhirnya membentuk konfederasi Negeri Sembilan.

    Jadi kalau dikaji asal-usulnya, masyarakat-masyarakat yang ada di sepanjang pantai barat Sumatera dari Aceh hingga Bengkulu, di daratan Riau (Rokan Hulu, Kampar, Kuantan, dan Indragiri Hulu), di pesisir timur Sumatera dari Batubara hingga ke Jambi, terus ke Negeri Sembilan, memiliki asal usul dan sumber adat yang sama yaitu dari Luhak nan Tigo, yang kemudian mereka semua itu dikenal sebagai etnis Minangkabau.

    Suka

    • Jay berkata:

      Maaf, saya bukan seorang sejarawan, jadi pendapat saya hanya sekedar asumsi sehingga mohon di koreksi kalau salah. Dulu pada pelajaran sejarah di sekolah dijelaskan bahwa perkembangan pola hidup manusia itu diawali dengan cara hidup food gathering (berburu), lalu setelah berkembang maka berubah menjadi food producing (bercocok tanam). Untuk melakukan kedua aktivitas untuk bertahan hidup tersebut dibutuhkan keadaan alam dan lingkungan yang mendukung, diantaranya kondisi cuaca, kondisi dataran, jumlah binatang buruan ataupun tingkat kesuburan tanah. Kalau dilihat dari tipe keadaan alam daerah kampar, ataupun riau pada umumnya, maka keadaan alamnya agak kurang mendukung untuk aktivitas tersebut. Hutan yang lebat, hewan buas yang relatif banyak, tanah gambut, banyak rawa-rawa dan cenderung kurang subur untuk bercocok tanam untuk kebutuhan makanan sehingga relatif kecil kemungkinan untuk dipilih sebagai lokasi untuk menetap dan berkembang biak dan mengembangkan peradaban. Kalaupun dipilih, maka hanya cocok sebagai tempat persinggahan saja karena kondisi alam yang lebih ekstrim.

      Maka rasanya cukup wajar jika peradaban2 besar bermula dari daerah dataran tinggi yang alam dan lingkungannya lebih mendukung, dalam hal ini diantaranya adalah daerah dataran tinggi minangkabau, sebagaimana juga seperti daerah kerinci ataupun pasemah. Selain itu, rata-rata jejak peninggalan peradaban purbakala pun lebih banyak yang ditemukan di daerah dataran tinggi. Menurut saya, hal ini memungkinkan karena perlengkapan yang diperlukan pada jaman batu ataupun jaman logam lebih mudah ditemukan di daerah dataran tinggi daripada daerah dataran rendah seperti daerah kampar ataupun riau pada umumnya. Sebagai contoh adalah situs peninggalan jaman batu di daerah maek, mungka, dll di kabupaten lima puluh koto, begitu juga jejak peninggalan yang ada di kerinci ataupun pasemah. Jejak seperti ini relatif jarang ditemukan di daerah dataran rendah.

      Di samping itu, untuk kebutuhan religius-pun pada jaman dulu, manusia juga lebih memilih daerah pegunungan karena di rasa lebih dekat dengan penguasa alam atau daerah langit. Mungkin saja hal ini berlaku bagi beberapa kepercayaan seperti animisme/dinamisme yang bisa saja beranggapan gunung memiliki kekuasaan gaib terhadap kehidupan manusia, ataupun untuk semangat religius hindu/budha sebagaimana seperti di daerah pegunungan himalaya. Menurut saya, salah satu pendukung keberanian manusia untuk melakukan migrasi adalah tingkat kemampuan teknologi dan peradaban yang telah memadai sehingga mereka mampu membuat alat transportasi dan pendukung lainnya untuk melakukan perjalanan. Alat transportasi yang dianggap aman dan baik pada waktu dulu adalah melalui daerah sungai. Sehingga wajar jika ada kemungkinan kalau penduduk pegunungan mencoba untuk melakukan perjalanan menghiliri sungai2 besar untuk menemukan kehidupan yang baru dan berkembang sebagai jalur perdagangan.

      Kalau melihat dari proses perkembangan pola hidup manusia dari food gathering, food producing lalu pola perdagangan maka wajar kiranya kalau proses migrasi manusia pada saat awal adalah dari daerah hulu (pegunungan) menuju daerah hilir (dataran rendah dan muara-muara). Sejauh ini klaim oleh orang2 kampar kalau masyarakat minang berasal dari kampar adalah situs candi muara takus yang sejauh ini sejarahnya masih belum jelas (masih berdasarkan asumsi2). Mereka lupa kalau situs purbakala di daerah maek, mungka, dan limo puluah koto lainnya jauh lebih tua dari pada situs candi muara takus. Dari sisi kebudayaanpun juga tidak jauh berbeda. Bahasa yg dipakai di daerah kampar, pasir pangaraian, kuantan yang mirip dengan bahasa di daerah sumbar seperti luak limo puluah koto, lintau, ataupun beberapa daerah lainnya di sumbar. Begitu juga dengan kesenian seperti calempong (talempong), oguong (gong), salung (saluang), makan bajambau (bajamba), ataupun badikiu (badikia). Yang jelas lagi adalah pola kekerabatan matrilineal dan bersuku-suku seperti di sumbar, seperti piliang, bodi, tanjuang, pitopang (pecahan jambak), domo, dll. Hal ini sangat berbeda dengan daerah riau pesisir.

      Kalaupun dilihat dari perkembangan daerah, budaya, adat istiadat, nilai-nilai yang berlaku ataupun pemukiman, maka saya cenderung menilai peradaban yang berkembang di daerah dataran tinggi minangkabau lebih dahulu maju dari pada daerah dataran rendah seperti kampar. Saya cenderung berpendapat jika daerah-daerah di pinggir sungai besar seperti rokan, siak, kampar, kuantan, baru berkembang karena proses perdagangan. Pisahnya daerah rantau nan kurang aso duo puluah (kuantan), rantau rokan pandalian (rokan hulu), dan rantau andiko nan ampek puluah ampek (XIII koto kampar dan kampar limo koto) dari induknya, minangkabau, adalah akibat strategi militer jepang dan dilanjutkan pada awal-awal jaman kemerdekaan yg lalu diperkuat pada jaman pasca PRRI untuk melemahkan peranan orang-orang minang.

      Kesimpulan saya adalah saudara-saudara di kampar adalah termasuk rumpun minangkabau sebagaimana pula dengan orang kuantan dan rohul. Yang memisahkan hanyalah wilayah geopolitik yaitu prop sumbar dan prop riau. Bahkan saya cenderung menganggap mereka lebih minang dari pada orang pariaman (kampung saya), karena pariaman pernah dikuasai cukup lama oleh Aceh. Di pariaman, tidak ada ditemukan rumah gadang bagonjong, hanya rumah gadang surambi aceh. Tapi klo di kampar, rumah lontiok nya lebih mirip dengan rumah gadang bagonjong, bahkan lekukan gonjong lebih dalam daripada rumah gadang di kota padang yang cenderung lebih mirip rumah adat orang Nias. Menurut saya adalah penilaian yang keliru kalau model atap rumah lontiok tsb meniru bentuk sampan. Menurut orang-orang tua saya, berkembangnya keberadaan orang-orang melayu di kota pekanbaru baru terjadi pada awal-awal tahun 60 an, di mana saat itu ibukota prop riau di pindahkan dari tanjung pinang ke kota pakanbaru yang juga diikuti oleh perpindahan aparatur yang kebanyakan berasal dari daerah kepri. Salah satu hal yang cukup membuat penasaran bagi saya, kenapa untuk keamanan dan keselamatan maka tokoh2 seperti adityawarman, encik pong/ibu raja kecik dari johor (versi melayu riau) memilih daerah pedalaman minangkabau. Demikian juga dengan sultan terakhir melaka yang menyelamatkan diri melalui sungai kampar terus ke hulunya walaupun akhirnya terhenti dan meninggal serta dimakamkan di daerah kampar, yang bukan tidak mungkin daerah tujuan utama dan terakhirnya adalah daerah pagaruyung sebagaimana encik pong/ibu raja kecik dari johor (versi melayu riau) yang juga memilih pagaruyung sebagai tujuan penyelamatan dirinya?
      Pendapat dan asumsi di atas hanyalah pendapat orang awam. Mohon koreksinya kalau salah dan mohon maaf kalau ada yang tidak berkenan. Salam.

      Suka

      • Jay berkata:

        Maaf, tambahan lagi. Menurut saya, semenjak pisahnya sebagian daerah minangkabau timur dari induknya, membuat posisi orang-orang kampar menjadi dilematis. Mengaku sebagai orang minang tapi sebagian orang minang di sumbar menganggap mereka orang melayu. Mengaku orang melayu, tapi adat istidatat, budaya, sejarah mereka adalah corak minagkabau yang jauh berbeda dari melayu riau pesisir. Apalagi adanya ungkapan pelecehan dari sebagian oknum orang minang yang mengatakan kalau orang kampar itu “minang anyuik” yang membuat saudara-saudara di kampar tersinggung. Akibatnya mereka mencoba membuat jati diri sendiri dan menggaungkan istilah suku ocu dan istilah melayu darat. Istilah suku ocu ini menurut saya tidak tepat dan terlalu mengada-ngada. Sejauh pengetahuan saya, istilah ocu itu adalah panggilan kepada lelaki yang lebih dituakan, sebagaimana panggilan uda, ataupun panggilan ajo oleh orang piaman, atau uwan oleh orang payakumbuh, atau panggilan ‘ombak’ oleh orang pangkalan. Namun berbeda dari orang kampar, mereka tidak membuat identitas sendiri yang berbeda dari minangkabau sehingga kita tidak mengenal adanya suku ajo, suku uwan, ataupun suku ombak.

        Daerah Kampar telah cukup lama mengalami melayunisasi oleh orang-orang riau pesisir dan mereka membiarkan hal tersebut karena dengan cara itulah mereka bisa lebih berperan dalam sengitnya persaingan perpolitikan dan pemerintahan di riau. Terlebih lagi pada jaman awal2 kemerdekaan, pembangunan daerah kampar agak kurang diperhatikan oleh pejabat di sumatera tengah yang beribu kota di bukittinggi. Kesenjangan pembangunan ini membuat sebagian masyarakat menjadi cemburu dan berusaha memisahkan diri dari induknya, dan menurut saya alasan ini cukup wajar. Namun belakangan, sepertinya sudah mulai ada geliat untuk menonjolkan identitas diri yang sebenarnya oleh sebagian orang-orang kampar dan kuantan dengan menggalakkan kesenian dan budaya yang lebih bercorak minang dari pada melayu, seperti calempong, salung, randai. Juga beberapa daerah disana juga mulai menggunakan simbol seperti orang minang yaitu corak warna kuning, merah, hitam yang berbeda dari kebanyakan warna simbol yang berlaku di daerah riau yaitu merah, kuning, hijau.

        Ada baiknya daerah kampar, kuantan, ataupun rohul menonjolkan adat dan budayanya yang sama mirip dengan budaya minang di sumbar dan lebih merapat dengan adat dan budaya minang pada umumnya, untuk menjaga alam dan tanah mereka dari rongrongan para penguasa dan pengusaha kapitalis yang selalu mengincar tanah ulayat masyarakat setempat untuk dijadikan daerah perkebunan. Cukup sudah penguasaan tanah ulayat oleh penguasa kapitalis tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat, penguasaan tanah oleh satu orang, bukan oleh satu kaum, ataupun suku, atau nagari. Dengan kembali ke jati diri sebenarnya (sebagai rumpun minang), maka hak-hak adat seperti tanah ulayat lebih bisa diperjuangkan dan lebih bisa diakui secara legal formal oleh pemerintahan propinsi riau. Karena sejauh ini, saya menilai dalam hal adat budaya, pemprov lebih merefer kepada kebudayaan melayu pada umumnya yang patrileneal dan tidak mengenal adanya ulayat kaum, ulayat suku, ulayat nagari, dll. Demikian pendapat awam saya. mohon maaf kalau ada yg salah dan tidak berkenan.

        Suka

      • Afandri Adya berkata:

        Menarik sekali ulasannya Bung Jay, cukup komprehensif. Memang wilayah rantau Minangkabau ini cukup luas dan banyak yang “terlupakan”. Selain Kampar-Kuantan, daerah pesisir barat Sumatera Utara (dari Natal, Sorkam, Sibolga, hingga Barus) serta barat daya Aceh, juga merupakan rantau Minangkabau yang terlupakan. Ada baiknya, sebagai putra Pariaman Anda juga mau mengkaji (memberi komentar) mengenai keadaan rantau Minang di daerah-daerah tersebut. Konon katanya, hampir sebagian besar orang-orang di pesisir barat Sumatera Utara itu merupakan orang Minang pasisia yang berasal dari Air Bangis, Tiku, Pariaman, dan Painan. Hal ini ditandai dengan kesamaan logat bahasa mereka yang seperti logat Piaman. Namun meski mereka berasal dan berbahasa Minangkabau, hampir sebagian besar mereka mengaku sebagai orang Melayu Pesisir. Kalaulah mereka ditanya silsilahnya, barulah mereka mengatakan berasal dari Minangkabau. Seperti keturunan Sultan Ibrahim(syah) pendiri Kesultanan Barus, yang menurut kronik Barus : Sejarah Tuanku Batu Badan, berasal dari Tarusan, Pesisir Selatan.

        Suka

  6. Amir Baharudin berkata:

    Mokasiah atas penjelasannya. Saya adalah Presiden Persatuan Masyarakat Kampar Malaysia (IKMAL). Kami akan mengadakan seminar ‘Sejarah Masyarakat Kampar Di Negeri2 Melayu dan Sumbangannya Mendirikan Negara Bangsa Malaysia’ pada Sabtu 3 November ini. Kami mengundang 3 orang pamakalah dari Bangkinang dan 2 orang dri Istana Pagaruyuang. Dt Seri Utama Dr Rais Yatim, Menteri Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia telah pun kami undang untuk meresmikannya. Sudi kiranya sanak turut serta. Kami akan sediakan penginapan, makan dan transportasi semasa di KL dari tgl 2 sampai 4 Nov.

    Suka

  7. Afandri Adya berkata:

    Terima kasih atas undangannya Pak Amir. Bila-bila sempat saya ke KL, saya akan singgah di kantor IKMAL. Salam untuk masyarakat Kampar di Malaysia Pak. Semoga acara yang Bapak helat berjalan dengan lancar.

    Suka

  8. ocu zai berkata:

    Belajar Yuk Bahasa Melayu Kampar

    indonesia – kampar
    air – ayu
    ajar – ajau
    antar – antau
    akar – akau
    mengantar – mengantau
    benar – bonou
    belajar – belajau
    besar – bosau
    bubur – bubu
    bentar – bontau/ bontou
    sebentar – sebontou
    bakar – bakau
    catar – catau
    cadar – cadau
    cair – cayu
    cakar – cakau
    dasar – dasau
    dampar – dampau
    terdampar – tadampau
    harimau – ghimau
    hambar – ambau
    hantar – antau
    jalar – jalau
    tampar – tampau
    panggil – imbau
    pagar – pagau
    panjar – panjau
    kasar – kasau
    pasar – pasau
    kabar – kabau
    kerbau -kobou/ kobau
    jeruk – limau
    merantau – maantau
    parit – bondau/ bondou
    sabar – sabau
    samar – samau
    sambar – sambau
    tengkar – tongkau

    Suka

    • Jay berkata:

      Ternyata bahasa kampar hanya di tambah huruf “U” saja dari bahasa minang pada umumnya. Mirip bahasa org payakumbuh ataupun silungkang (sijunjung) dan katanya orang pessel hampir mirip begini juga bahasanya. Aja, anta, manganta, bono, bosa, bonta, sabonta, baka, cata, dasa, dampa, tadampa, haghimau, amba, anta, jalo, tampa, imbau, paga, panja, kasa, pasa, kaba, kobau, limau, marantau, banda, saba, sama, semba, tangka. Kebanyakan cuman beda huruf “U”, mungkin kalau lafalnya tidak terlalu beda sama bahasa orang payakumbuh ya ? Orang minang pada umumnya masih mengerti lah walaupun di sumbar-pun bahasa minang banyak macam ragam dialeknya, bahkan bahasa asli orang kota padang-pun dialeknya cukup berbeda dari bahasa minang yang umum dilafalkan oleh kebanyakan orang. Oh ya, kalau boleh tanya, ocu zai sukunya apa? karna banyak teman2 saya yg orang kampar bersuku piliang, pitopang, tanjuang, bodi, dll. Klo keluarga besar saya sudah 100 tahun di pekanbaru cu, tapi tetap orang minang walau telah banyak yg berasimilasi. kalau saya sendiri tinggal di padang kota tercinta..^_^ Salam…

      Suka

    • Mohamad berkata:

      100% Persis bahasa orang melayu Melaka/Malaka. Ditambah huruf ”U” dihujung menggantikan huruf ”R” … bayar – bayau..belajar- belajau.. Manakala orang Negeri Sembilan pula pakai ”O”…apa – apo… Orang Johor pula ”E”..apa – ape ..tp dialek ”E” lebih kerap/selalu digunakan berbanding yang lain termasuk di Kuala Lumpur dan kota-kota besar yang lain..Ramai anak muda Malaysia lebih suka pakai dialek ”E” mungkin kerana pengaruh dr sekolah, universiti, TV dan filem2 melayu yang lebih suka memakai ”E” kerana di sini dialek ”E” dikira standard bahasa melayu di Malaysia..apabila pulang ke kampung barulah kami pakai dialek masing-masing….bahasa negeri Perak juga dikatakan sama di sebahagian daerah di Sumatera..saya kurang pasti di daerah mana.. misalnya bahasa perak ..saya = awak ..kamu = mike ..Ternyata dialek-dialek di Malaysia hampir sama dialek yg ada di Indonesia… itu belum lagi soal makanan spt rendang, ketupat, masak lomak dll..

      Salam serumpun dr Malaysia. 🙂

      Suka

  9. kaslian berkata:

    orang malays pandai bicara bahasa indon yo…
    awak jo tak pandai cakap malays..

    Suka

  10. assalamualaikum sanak sadonyo… baa kaba sanak?? lai sehaik sehaik se nyoh?? ambo nio bapasan kadunsanak… ” dima bumi dipijak disitu langik dijunjuang..” menandakan pandainya orang minang bersosialisasi dengan masyarakat setempatnya “adaik basandi sarak sarak basandi kitabullah…” menandakan bahwasanya orang minang adalah bangsa beretnis MUSLIM dan bukanlah yang lain”kalau tidak percaya.. coba saja cari apakah ada orang minang ASLI yang beragama lain selain ISLAM?? ” taimpik nak diateh takuruang nak dilua” menandakan kecerdasan dan kepandaian orang minang dalam berbagai macam hal…. ” 🙂

    Suka

  11. Nofri berkata:

    Berdasarkan kajian pakar sejarah dari universitas andalas Padang yang saya baca, memang awal dari minangkabau itu adalah daerah yang disebut kampar sekarang, dalam perkembangannya interaksi ini terus terjadi dengan daerah luhak dan bersifat timbal balik. Jadi sebenarnya kampar itu sangat erat berkait dengan Minangkabau

    Suka

Tinggalkan komentar