Posts Tagged ‘Nurhayati Subakat’


Outlet Wardah di Jakarta

Tak banyak perusahaan tanah air yang berhasil melakukan ekspansi ke luar negeri. Salah satunya adalah perusahaan kosmetik : PT Paragon Technology & Innovation atau yang dikenal dengan Paragon Corp. Perusahaan ini memang sudah lama berkecimpung di bisnis kosmetik tanah air. Namun baru belakangan mulai merangsek ke pasar mancanegara. Negara yang mereka sasar adalah Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam, dimana ketiganya memiliki market kaum muslim yang cukup besar. Memang sejak awal didirikan, perusahaan ini menyasar kaum muslimah perkotaan yang melek akan perawatan wajah. Ini juga semacam diferensiasi terhadap brand-brand lain yang tak mengkhususkan diri pada pasar muslimah. Sejak didirikan pada tahun 1985, Paragon telah mengembangkan berbagai macam brand kosmetik. Yang paling terkenal adalah Wardah dan Make Over.

Berdasarkan data Source of Asia, kedua merek ini telah menguasai market Asia Tenggara masing-masing sebesar 5,1% dan 1,9%. Kalau keduanya dijumlah, maka merek ini sudah mengalahkan pangsa pasar Bioderma yang menjadi pemimpin pasar saat ini (Lihat tabel). Sebagaimana diketahui, Bioderma merupakan merek kosmetik asal Prancis, yang dikembangkan oleh Naos. Selain Bioderma, Wardah, dan Make Over, merek kosmetik lainnya yang juga masuk 10 besar ASEAN adalah Black Rouge (Korea Selatan), Cocoon (Vietnam), Maybelline (Amerika), L’Oreal (Prancis), La Roche (Prancis), O Two O (China), dan Focallure (China). Dari daftar tersebut terlihat bahwa hanya tiga merek asal Asia Tenggara, dimana dua diantaranya merupakan produk Paragon. Keberhasilan Paragon menjadi salah satu perusahaan kosmetik terbesar di ASEAN, sekaligus memberikan kesan bahwa perusahaan asal Indonesia tak hanya jago kandang. Tak cuma menaungi brand Wardah dan Make Over, perusahaan ini juga memiliki 300 merek kosmetik dan skincare, seperti Emina, Kahf, Putri, Laboré, Crystallure, Instaperfect, Tavi, Wonderly, OMG, Beyondly, dan Earth Love Life.

(lebih…)

Pedagang kaki lima Tanah Abang yang didominasi etnis Minangkabau

Suatu malam dipertengahan tahun 1990, istora Senayan terasa gegap gempita. Bukan karena pertandingan final bulu tangkis Thomas Cup, ataupun konser artis kondang mancanegara. Tapi malam itu, helat besar masyarakat perantau Minang di Jakarta sedang berlangsung. Tak kurang 10.000 orang hadir menyesaki istana olah raga kebanggaan masyarakat Jakarta, termasuk diantaranya tokoh-tokoh Minang yang duduk sebagai elit negeri ini. Tua-muda, anak-anak, dari segala lapisan profesi, berselingkit rapat menyaksikan atraksi budaya, menggalang dana, dan bersenandung bersama menyanyikan lagu-lagu Minang sentimentil. Lepas jam 9 malam, acara rampung digelar. Rombongan perantau itu secara serempak meninggalkan istora. Ribuan mobil mentereng, berjajar tertib meninggalkan parkir timur Senayan. Berjalan keluar melewati Jalan Sudirman, Gatot Subroto, dan akhirnya berserak ke seantero kota. Acara yang disponsori Gebu Minang itu memang berlangsung sederhana. Tetapi gaungnya seolah menyiratkan eksistensi orang-orang Minang di Jakarta Raya.

Di ibu kota negara ini, perantau Minang memang tak seberapa. Dibanding orang Jawa dan Sunda, orang-orang Minang relatif lebih sedikit. Bahkan dengan orang Tionghoa dan Batak sekalipun, mereka masih kalah jumlah. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, perantau Minang hanya berjumlah 3,18% dari seluruh penduduk kota. Namun kehadiran mereka yang selalu tampil kemuka, menjadikannya nampak mencolok. Dalam aneka lapangan kehidupan ibu kota, peran perantau Minang selalu dapat ditemui. Mereka merupakan sedikit dari masyarakat Jakarta yang paling siap mengambil peluang, dan memanfaatkannya sebagai jalan menuju kesuksesan. Mereka terjun dan terlibat serius dalam segala macam profesi dan pekerjaan.

(lebih…)