Posts Tagged ‘Perantau Minang’


Tokoh-tokoh Minang dalam pecahan mata uang Dollar, Ringgit, dan Rupiah

Abdul Aziz Ishak, pada tahun 1983 pernah menulis buku berjudul : “Mencari Bako”. Konon buku ini ia tulis karena kebanggaannya sebagai orang keturunan Minang yang banyak mencipta peradaban di kedua belah negeri, Indonesia dan Malaysia. Walau menurut adat Minangkabau yang matrilineal itu, Aziz tak “benar-benar sebagai orang Minang”, namun kegalauannya mencari keluarga ayah (bako dalam istilah Minangkabau), mendorongnya untuk menulis buku setebal 155 halaman. Dalam buku itu diterangkan, bahwa Aziz merupakan generasi kelima keturunan Datuk Jannaton, anggota keluarga Kerajaan Pagaruyung yang meneroka Pulau Pinang di awal abad ke-18. Walau jauh sudah pertautan Aziz dengan ranah Minang, namun rasa keminangannya itu masih perlu ia nukilkan. Dari catatan ini, terungkap pula nama Jamaluddin atau Che Din Kelang, seorang kaya Minangkabau asal Kelang Selangor, yang menikahi emak tua-nya Aishah. Kini keturunan Datuk Jannaton telah menyebar ke serata dunia, dan banyak dari mereka yang “menjadi orang”. Selain Aziz Ishak yang pernah menjabat menteri pertanian Malaysia, saudara tertuanya Yusof Ishak sukses menjadi Presiden Republik Singapura yang pertama.

Kisah lainnya datang dari Rais Yatim, yang saat ini menjabat sebagai menteri komunikasi, informasi, dan kebudayaan Malaysia. Rais lahir dari pasangan Mohammad Yatim dan Siandam asal Palupuh, luhak Agam. Orang tuanya yang berprofesi sebagai pedagang, telah merantau ke Malaysia sejak tahun 1920-an. Dalam sebuah autobiografinya, Rais menulis seluk beluk memasak rendang, masakan Minangkabau yang telah mendunia. Rais mencatat, ada tiga kunci memasak rendang agar terasa nikmat : pertama cukup kelapa dan ramuan, kedua mesti dikacau berterusan, dan ketiga apinya jangan besar. Komentar Rais mengenai rendang, melengkapi pengamatannya tentang adat perpatih yang berhulu di Minangkabau. Ternyata kecintaan Rais akan budaya Minang, bukan sebatas masakannya saja. Gaya rumah yang dibangunnya-pun, mengikuti arsitektur Minang beratapkan gonjong. Seperti banyak perantau Minang lainnya yang sukses berkarya di seantero jagad, Rais juga memiliki sifat demokratis dan egaliter. Selain itu karakter Minang yang melekat pada dirinya adalah, ia orang yang berprinsip, mudah bergaul, tahu dengan ereng dan gendeng, serta alur dan patut.

(lebih…)

Iklan

Profesional Minang

Emirsyah Sattar, dirut Garuda Indonesia

Selain sebagai pedagang, perantau Minang banyak pula yang terjun sebagai profesional kerah putih di perusahaan-perusahaan modal asing, swasta, dan BUMN. Diantara mereka, banyak pula yang sukses meniti karier hingga duduk di puncak perusahaan. Saat ini, pimpinan beberapa BUMN top yang memegang urat nadi perekonomian negara, ditempati oleh putra-putra terbaik Minangkabau. Diantara mereka adalah Emirsyah Sattar yang menjadi CEO Garuda Indonesia, Rinaldi Firmansyah yang duduk sebagai direktur utama Telkom Indonesia, Fazwar Bujang yang menjabat sebagai pimpinan Krakatau Steel, serta Johny Swandi Syam yang mengomandani Indosat.

Perantau Minang yang berkarier di kemiliteran atau menjadi pegawai pemerintah, tak sebanyak yang berprofesi di BUMN ataupun swasta. Profesi birokrat yang biasanya didominasi orang-orang Jawa, tak terlalu menarik minat bagi sebagian besar perantau Minang. Namun begitu, ada pula orang Minang yang berhasil naik hingga ke puncak, menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan kota. Seperti yang saat ini ditunjukkan oleh Syahrul Effendi (wali kota Jakarta Selatan), Wiliardi Wizard (kapolres Jakarta Selatan), Rycko Amelza Dahniel (kapolres Jakarta Utara), dan Boy Rafli Amar (juru bicara Polda Metro Jaya). Perantau Minang hanya sekali menjadi orang nomor satu DKI, yakni pada tahun 1950 ketika Daan Jahja menjabat sebagai gubernur militer Jakarta.

Selain sebagai pegawai, perantau Minang banyak pula yang berprofesi sebagai dokter. Profesi ini sebenarnya profesi dambaan yang telah lama digeluti banyak perantau Minang, selain sebagai ahli hukum dan ahli keuangan. Sejak dibukanya sekolah dokter pribumi STOVIA pada pertengahan abad ke-19, mulailah berbondong-bondong mahasiswa Minangkabau datang bersekolah ke Jakarta. Cita-cita mereka menjadi angku dotor, diharapkan bisa mengubah citra mereka dan keluarga di tengah-tengah lingkungan adat yang kompetitif. Data yang sangat konservatif menyebutkan, pada periode 1900 – 1914 sekitar 18% lulusan STOVIA merupakan orang-orang Minang. Hal inilah yang menjelaskan mengapa dari dulu hingga sekarang, banyak dokter di Jakarta datang dari kalangan Minangkabau.

(lebih…)


Pedagang kaki lima Tanah Abang yang didominasi etnis Minangkabau

Suatu malam dipertengahan tahun 1990, istora Senayan terasa gegap gempita. Bukan karena pertandingan final bulu tangkis Thomas Cup, ataupun konser artis kondang mancanegara. Tapi malam itu, helat besar masyarakat perantau Minang di Jakarta sedang berlangsung. Tak kurang 10.000 orang hadir menyesaki istana olah raga kebanggaan masyarakat Jakarta, termasuk diantaranya tokoh-tokoh Minang yang duduk sebagai elit negeri ini. Tua-muda, anak-anak, dari segala lapisan profesi, berselingkit rapat menyaksikan atraksi budaya, menggalang dana, dan bersenandung bersama menyanyikan lagu-lagu Minang sentimentil. Lepas jam 9 malam, acara rampung digelar. Rombongan perantau itu secara serempak meninggalkan istora. Ribuan mobil mentereng, berjajar tertib meninggalkan parkir timur Senayan. Berjalan keluar melewati Jalan Sudirman, Gatot Subroto, dan akhirnya berserak ke seantero kota. Acara yang disponsori Gebu Minang itu memang berlangsung sederhana. Tetapi gaungnya seolah menyiratkan eksistensi orang-orang Minang di Jakarta Raya.

Di ibu kota negara ini, perantau Minang memang tak seberapa. Dibanding orang Jawa dan Sunda, orang-orang Minang relatif lebih sedikit. Bahkan dengan orang Tionghoa dan Batak sekalipun, mereka masih kalah jumlah. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, perantau Minang hanya berjumlah 3,18% dari seluruh penduduk kota. Namun kehadiran mereka yang selalu tampil kemuka, menjadikannya nampak mencolok. Dalam aneka lapangan kehidupan ibu kota, peran perantau Minang selalu dapat ditemui. Mereka merupakan sedikit dari masyarakat Jakarta yang paling siap mengambil peluang, dan memanfaatkannya sebagai jalan menuju kesuksesan. Mereka terjun dan terlibat serius dalam segala macam profesi dan pekerjaan.

(lebih…)