Archive for the ‘Biografi’ Category


Pakubuwono X dalam lawatan ke Batavia (1915)

Tahukah Anda, siapa orang Indonesia pertama yang mempunyai mobil? Ya, dia adalah Sri Sunan Pakubuwono X, penguasa Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Dia membeli mobil bermerek Benz Victoria Phaeton pada tahun 1894. Mobil itu dibelinya melalui Prottle & Co, toko barang-barang impor yang berlokasi di Pasar Besar, Surabaya. Harganya-pun gak tanggung-tanggung. 10.000 gulden. Sebuah angka yang cukup fantastis di zamannya. Dengan harga mobilnya yang semahal itu, tentu Anda bertanya-tanya, dari mana asal kekayaan orang yang dikenal sebagai sunan sugih tersebut.

Di penghujung abad ke-19, Jawa mengalami apa yang disebut sebagai kejayaan industri gula. Berdasarkan catatan Archief voor de Java Suikerindustrie, pada tahun 1897 produksi gula di Jawa sudah mencapai 605.000 ton. Jumlah tersebut telah melampaui Kuba yang sebelumnya menjadi produsen terbesar di dunia. Hasil gula yang melimpah, dipasok dari 148 pabrik gula yang beroperasi di seluruh Jawa. Berbeda dengan perkebunan tembakau di Deli yang dikelola oleh pemodal asing, industri gula di Jawa justru banyak dipegang raja-raja Mataram. Sehingga ketika industri ini booming, keuntungan-pun banyak yang masuk ke kas keraton. Selama hampir empat dekade (1894 hingga 1932), raja-raja Jawa mencicipi manisnya keuntungan dari penjualan gula. Di Vorstenlanden (eks-Kesultanan Mataram), Kasunanan Surakarta yang ketika itu diperintah oleh Sri Sunan Pakubuwono X, tampil sebagai penguasa paling kaya.

(lebih…)

Dia boleh dibilang merupakan salah satu dari sedikit orang Indonesia yang konsisten dalam memperjuangkan ide-idenya. Rizal Ramli, tokoh yang terus meneriakkan apa yang dianggapnya benar, baik ketika di pemerintahan maupun di luar pemerintahan. Dia merupakan seorang pemikir tulen, yang memiliki segudang ide out of the box. Tak jarang ide-idenya itu justru berbenturan dengan sang penguasa. Ketika menjadi menteri di Kabinet Kerja, ia adalah satu-satunya menteri yang terang-terangan mengkritik kinerja pemerintah. Nampak kalau ia tak ingin dikooptasi oleh apapun. Termasuk oleh jabatannya sendiri. Dalam batasan tertentu, ia mirip seperti Tan Malaka dan Sutan Sjahrir. Tokoh-tokoh pergerakan yang selalu ingin bebas dari belenggu. Ingin merdeka 100%. Karena jiwa yang merdeka itulah, Rizal tak pernah takut mengkritik siapapun. Meski taruhannya akan dicopot dari jabatan, atau masuk bui.

Bagi sebagian orang, kritik Rizal tak lebih hanya sekedar untuk mencari panggung. Terlebih ia memang berambisi untuk menjadi presiden. Ada juga yang bilang, kalau kritiknya itu karena ia sakit hati pernah di-reshuffle. Padahal kalau kita melihat track record-nya, dia sudah berkali-kali mengkritik pemerintah. Pada zaman Orde Baru, ketika ia masih menjadi mahasiswa ITB, bersama beberapa orang aktivis ia menyusun “Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978”. Isinya banyak mengkritik kebijakan pemerintah kala itu. Gara-gara buku tersebut, ia ditahan satu setengah tahun di Sukamiskin. Meski buku itu dilarang pemerintah, namun seorang profesor Amerika, Ben Anderson, malah menerjemahkannya ke dalam Bahasa Inggris. Setelah keluar dari penjara, Rizal jadi tertarik belajar ekonomi. Tanpa menyelesaikan kuliah S1-nya di ITB, ia melanjutkan ke jenjang master di Boston University. Beruntung ia beroleh beasiswa dari Ford Foundation. Setelah lulus S-3 dari Harvard, ternyata jiwa kritisnya tak berubah. Bedanya, ia kini semakin matang dan berbobot. Lewat lembaga ECONIT yang ia dirikan, Rizal acap mengkritik cara pengelolaan ekonomi negara.

(lebih…)

Jokowi dan JK Salam Perpisahan

Jokowi dan JK Salam Perpisahan (sumber : http://www.detik.com)

Tanggal 20 Oktober kemarin, Joko Widodo kembali dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia. Berbeda dengan pelantikan lima tahun lalu, kali ini Jokowi tak lagi didampingi Jusuf Kalla. Ya, Pak JK begitu ia disapa, adalah sedikit dari politisi yang berhasil naik kelas menjadi negarawan. Dia adalah “a man of action”. Yang tak nyaman cuma bekerja dari balik meja, dan kemudian bisa memutuskan sesuatu. 15 tahun lalu, ketika bencana tsunami menerpa Aceh, JK menjadi sosok yang banyak disorot orang. Ia bergerak taktis, menangani hampir setengah juta orang yang menjadi korban. Ketika itu, ada 170.000 jiwa yang meninggal dunia. Dan JK bisa mengendalikan keadaan serta suasana kebatinan masyarakat. Tak hanya itu, ia juga memperhatikan psikologis korban yang selamat, hingga mensupervisi proses rehabilitasi di sejumlah daerah. Belum cukup jasa JK untuk Aceh, beliau juga menginisiasi Perjanjian Perdamaian Helsinki. Perjanjian antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Republik Indonesia itu, mengakhiri 28 tahun kontak senjata di bumi serambi Mekkah.

Kemampuan JK sebagai juru runding, sebenarnya sudah terlihat sejak ia menjabat sebagai Menko Kesra (Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat). Ketika itu ia menyelesaikan konflik yang terjadi di Ambon serta Poso. Dalam konflik Ambon, ia malah sempat menggertak pimpinan Laskar Jihad. Dalam acara Mata Najwa, ia menceritakan kejadian tersebut. Menurutnya hal ini bermula gara-gara pimpinan Laskar menolak permintaannya untuk berdamai. Alasannya, karena mereka sedang membela umat Islam yang tertindas. Mendengar perkataan itu, sontak JK naik pitam. Dalam dialog yang penuh ketegangan, ia menyampaikan pendapatnya : “Kalau Anda membela umat Islam, sudah berapa mesjid yang kau bangun? Sudah berapa anak yatim yang kau bantu?” Mendengar pertanyaan itu langsung mereka terdiam. Mungkin karena gertakan itulah, akhirnya konflik tiga tahun di Ambon bisa mereda. Begitu pula dengan perseteruan di Poso. Atas inisiasi JK-lah, dua kelompok yang bertikai mau menandatangani perjanjian damai Malino.

(lebih…)


Siang itu, Jumat 27 Juli 2018, sejumlah ulama yang tergabung dalam GNPF serta Alumni 212 berkumpul di Hotel Peninsula, Jakarta. Dalam pertemuan itu mereka berijtima, memutuskan calon pendamping Prabowo Subianto yang sudah didapuk sebagai calon presiden. Ada dua tokoh yang direkomendasikan dalam pertemuan tersebut : Salim Segaf Al Jufri dan Abdul Somad. Nama yang terakhir ini sempat mengejutkan banyak orang. Sebab selain bukan politisi, Abdul Somad atau yang biasa disapa dengan UAS (Ustad Abdul Somad), baru melejit satu tahun belakangan. Namanya mulai santer dibicarakan, sejak ia dilarang berceramah di Bali. Ketika itu sejumlah organisasi massa, seperti GP Ansor, Gerakan Nasionalis Patriot Indonesia, dan Perguruan Sandi Murti, menuduh UAS mendukung gerakan khilafah. Selain itu, UAS juga dipersepsikan suka mengkafir-kafirkan orang yang tak sepaham dengannya.

Meski pendapat itu tak sepenuhnya benar, namun gegara pemberitaan itu banyak orang yang kemudian jadi penasaran, lalu mendengar ceramahnya melalui Youtube. Hingga tulisan ini diturunkan, banyak dari ceramahnya yang telah ditonton lebih dari 1,5 juta pirsawan. Ceramah yang diunggah “Ibadah TV” tanggal 25 Desember 2017 misalnya, telah dilihat oleh 3 juta viewers. Tingginya tingkat apresiasi masyarakat terhadap beliau, disebabkan oleh materi kajiannya yang tak terlampau berat. Disamping itu, UAS juga rajin men-talkhis (merangkum) hal-hal yang ruwet menjadi lebih simpel. Selain memiliki kedalaman ilmu, UAS juga seorang yang jenaka. Dalam satu sesi ceramah, tak sekali dua kali ia mengocok perut pendengarnya. Bahkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susy Pudjiastuti, sempat terpingkal dibuatnya. Ya, caranya berdakwah mirip dengan dai kondang Zainuddin MZ. Tak salah jika banyak yang kemudian menasbihkannya sebagai “dai sejuta viewers”.

(lebih…)


Siapa yang tak kenal Ahmad Syafii Maarif, mantan ketua umum PP Muhammadiyah sekaligus pendiri Maarif Institute. Dalam satu tahun terakhir, namanya sering menjadi sorotan publik. Dia sering menjadi rujukan awak media, terutama terkait kasus penodaan Al Quran oleh Basuki Tjahaja Purnama. Dalam isu tersebut, dia (terkesan) berpihak kepada Basuki alias Ahok. Ia mengatakan bahwa pernyataan mantan gubernur DKI Jakarta itu bukan sebuah bentuk penodaan terhadap Al Quran. Lebih jauh Syafii berpendapat bahwa Ahok hanya mengkritisi orang-orang yang menggunakan Surat Al Maidah untuk kepentingan politik. Tak ayal pendapatnya itu langsung mendapatkan kritikan, bahkan caci maki dari sebagian umat muslim. Beberapa organisasi serta partai Islam, seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), adalah pihak-pihak yang paling keras mengkritik beliau. Para cyber army mereka tak henti-hentinya mencibir Syafii, mempelintir pernyataannya, memfitnah dengan aneka meme yang menyudutkan. Bahkan dalam beberapa komentar yang saya baca, mereka tega menuduh Syafii telah menerima bayaran dari para taipan untuk berpihak kepada Ahok.

Selain dari kader PKS dan FPI, kritikan juga datang dari kalangan Muhammadiyah. Tak ketinggalan ulama-ulama yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia. Mendapat serangan dari berbagai pihak, Syafii tak ambil pusing. Menurut Abdul Mu’ti yang sekarang menjadi Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Buya — begitu ia disapa — memang sudah terbiasa dikritik. Menerima kritik dari organisasi yang pernah dipimpinnya, ia santai saja. Pada tanggal 2 Desember 2016, ketika demonstrasi menentang Ahok kembali digelar, ia menulis opini di Koran Tempo. Pada kolom tersebut ia menyebut, “jika dalam proses pengadilan nanti terbukti terdapat unsur pidana dalam tindakan Basuki Tjahaja Purnama pada 27 September 2016 itu, saya usulkan agar dia dihukum selama 400 tahun atas tuduhan menghina Al-Quran, kitab suci umat Islam, sehingga pihak-pihak yang menuduh terpuaskan tanpa batas.” Syafii menambahkan, “biarlah generasi yang akan datang yang menilai berapa bobot kebenaran tuduhan itu. Sebuah generasi yang diharapkan lebih stabil dan lebih arif dalam membaca politik Indonesia yang sarat dengan dendam kesumat ini”.

(lebih…)


Muhammad Yamin (sumber : http://www.cnnindonesia.com)

72 tahun sudah Republik Indonesia berdiri. Dalam rentang waktu yang tak begitu panjang, sudah ratusan profesor hukum yang dilahirkan republik ini. Namun hanya segelintir saja diantara mereka yang bisa dikategorikan sebagai pakar, yang memiliki kedalaman ilmu serta keahlian yang mumpuni. Dalam artikel ini, kita akan melihat sepak terjang para pakar hukum, serta kontribusi mereka terhadap pembangunan bangsa. Mencari rekam jejak orang-orang hebat bagai mencari jarum dalam jerami. Tidak mudah! Tokoh-tokoh dan pegiat hukum yang tampil di layar kaca, kadang belum tentu memiliki kedalaman ilmu serta legacy yang jelas. Kebanyakan cuma populer karena membela para koruptor atau kasus-kasus selebritis. Bahkan banyak pula diantara mereka yang justru malah meruntuhkan peradilan tenimbang memperkuatnya. Lihat saja kasus-kasus korupsi yang banyak dibela para pengacara kondang, hukumannya banyak yang terasa janggal. Malah ada yang kemudian tertangkap tangan, memberi suap kepada jaksa atau hakim. Belakangan yang cukup santer adalah tertangkapnya tim pengacara kantor hukum O.C. Kaligis, yang memberi suap kepada hakim PTUN Medan.

Meski di republik ini banyak tokoh-tokoh hukum yang bermasalah, namun masih adapula orang-orang jujur diantara mereka. Orang-orang yang dengan ikhlas dan tekun membenahi tata kelola negara, serta sistem hukum yang centang perenang. Tak sedikit pula dari mereka yang memiliki reputasi internasional, menulis puluhan buku, serta menyusun undang-undang untuk kemaslahatan bangsa. Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis mencoba untuk menggali kiprah-kiprah mereka, menimbang dan menilai jasa-jasanya, serta menyajikannya disini.

(lebih…)


Sadiq Khan

Sadiq Khan

Sejak Pilpres 2014 lalu, jagat maya di Indonesia boleh di bilang “gak ada matinya”. Selalu saja ada isu yang bergulir. Mulai dari isu perbedaan mazhab, kebangkitan PKI, hingga urusan remeh temeh seperti kualitas film AADC 2. Terakhir yang cukup menghebohkan adalah terpilihnya Sadiq Khan sebagai wali kota London. Bagaimana bisa, sebuah urusan yang tak ada hubungannya dengan Indonesia, namun tetap saja ramai diperbincangkan di media sosial kita. Bisa saja, dan ini yang terjadi. Kalau tak percaya, coba saja stalking lini masa Facebook Anda ke belakang. Disitu mungkin Anda bisa ketemu bagaimana konflik Suriah dipergunjingkan, dan kemudian dipelintir sebagai isu pertentangan Sunni vs Syiah. Atau kalau Anda masih ingat, bagaimana hebohnya publik kita beberapa bulan lalu disaat Valentino Rossi gagal menjuarai Moto GP. Padahal Rossi bukan siapa-siapa.

Nah, begitu pula dengan berita keterpilihan Sadiq Khan kali ini. Ada yang mengait-ngaitkannya sebagai bentuk pembenaran atau legalitas etik, bolehnya kaum non-muslim memimpin mayoritas muslim. Kepentingannya apalagi kalau bukan untuk Pilkada 2017 nanti. Padahal kalau kita melihat kiprah Sadiq Khan sebelumnya, keterpilihan beliau sebagai wali kota lebih disebabkan karena keberpihakannya terhadap kaum lemah. Dan justru angle inilah yang tak diangkat oleh mereka, yang mati-matian membela pencalonan salah satu politisi yang kini menjabat gubernur ibu kota. Upss. Meski debat di dunia maya cukup menarik, namun artikel ini tak hendak berpanjang lebar menyoroti hal tersebut. Kami hanya ingin mendedah sepak terjang Sadiq Khan, sebagai seorang pembela HAM yang kemudian sukses sebagai elit penguasa di negeri bekas penjajahnya.

(lebih…)


Solena, Fify, dan Sonita : Tiga wanita Indonesia yang sukses berkarier di Amerika

Solena Chaniago, Fify Manan, dan Sonita Lontoh : Tiga wanita Indonesia yang sukses di Amerika

Bulan Agustus lalu, para perantau asal Indonesia kembali mengadakan “Kongres Diaspora Indonesia” yang ketiga. Kongres yang mengambil tema “Diaspora Bakti Bangsa” itu dihadiri tak kurang dari 800 peserta yang bermukim di 44 negara. Dalam sambutannya, Presiden Diaspora Indonesia : Edward Wanadi menyampaikan mengenai beragam keberhasilan yang telah diraih oleh ribuan perantau Indonesia, mulai dari penggalas, pegiat pariwisata, hingga promotor kuliner Nusantara. Mendengar laporan tersebut tentu kita boleh berbangga, ternyata para diaspora Indonesia tak hanya menjadi pekerja di sektor-sektor informal, namun juga banyak yang berkecimpung di dunia profesional, akademisi, pengusaha, dan entertainer. Dari jutaan perantau Indonesia di awal milenium ini, ada beberapa nama yang berhasil meniti karier hingga ke puncak dan mengukir prestasi cukup mengesankan. Siapa saja mereka? Berikut rangkumannya.

Berdasarkan catatan Majalah Swa edisi 12-25 Mei 2015, ada lebih dari 50 perantau asal Indonesia yang berhasil menancapkan kukunya di negeri orang. Rata-rata mereka adalah anak-anak muda yang mengenyam pendidikan tinggi di universitas top luar negeri. Sebut saja misalnya Solena Chaniago, aktris dan hair stylist yang bermukim di New York City, Amerika Serikat. Solena disebut-sebut sebagai transgender pertama asal Asia yang berhasil menembus industri film Hollywood. Disini ia sempat membintangi film The Brooklyn Finest dan The Extra Man. Setelah bermain film, Solena kemudian terjun ke dunia tata rias rambut. Untuk mengejar ambisinya menjadi penata rambut terbaik, ia tak segan-segan mengambil kursus di Aveda School, New York dan Tony & Guy Academy, London. Sepanjang kariernya ia telah menangani sejumlah nama selebritis, diantaranya mantan Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton dan Scooter Braun.

(lebih…)


Syeikh Mohammed

Siapa yang tak kenal Syeikh Mohammed al-Maktoum : perdana menteri sekaligus pengusaha asal Dubai. Namanya terus berkibar sejak ia mendirikan perusahaan investasi : Dubai World dan Dubai Holding. Dua perusahaan induk itu, kini mengelola tujuh bidang industri yang meliputi telekomunikasi, real estat, keuangan, kesehatan, media, business park, dan hospitaliti. Beberapa usaha kelolaannya yang kemudian mengglobal diantaranya adalah maskapai penerbangan Emirates, Dubai Port World (DP World), dan jaringan hotel Jumeirah. Anak usahanya yang lain : Istithmar dan Dubai International Capital, juga memiliki – atau pernah memiliki — investasi di perusahaan-perusahaan strategis Eropa, Asia, dan Amerika, seperti EADS (induk perusahaan Airbus), Daimler AG, Sony, Travelodge, InterContinental Hotels, Time Warner, Loehmann’s, Barneys New York, Hyflux, Standard Chartered Bank, Cirque du Soleil, Spice Jet, dan masih banyak lagi.

Melihat investasi Syeikh Mohammed di berbagai belahan dunia, banyak pihak yang merasa gelisah dan mulai ketakutan. Mereka beranggapan bahwa usaha taipan tersebut menguasai aset-aset strategis, sebagai langkah taktis orang-orang Arab mendominasi perpolitikan global. Diantara pihak yang gelisah itu adalah para senator Amerika : Barack Obama (kini Presiden AS), Carl Levin, dan John Kerry, yang disebut-sebut telah menjegal rencana Syeikh Mohammed (melalui DP World) mengambil alih pengelolaan enam pelabuhan strategis di negeri tersebut. Mereka khawatir adanya ancaman keamanan jika pelabuhan-pelabuhan itu dikelola oleh pengusaha Arab. Terlebih para emir Uni Emirat Arab (UEA), merupakan penyokong dana bagi organisasi “teroris” : Hamas.

(lebih…)


Quraish Shihab (sumber : Tempo)

Quraish Shihab (sumber : Tempo)

Abdul Qodir ‘Audah, salah seorang ulama besar Mesir pernah berkata, kemunduran umat muslim saat ini disebabkan Islam berada di tengah-tengah kebodohan umatnya dan ketidakmampuan ulama-ulamanya. Ucapan ‘Auda ini cukup menarik jika kita menengok kejadian yang terjadi belakangan ini, dimana banyak ulama-ulama yang memiliki kompetensi dan kesungguhan dalam berdakwah, malah dicaci maki dan dituduh bermacam-macam. Tak tanggung-tanggung, “ustad-ustad” yang mungkin hanya tamatan pesantren lokal, yang baru mempelajari satu kitab-dua kitab-pun, sudah berani mensesatkan ulama-ulama tersebut.

Coba tengok beberapa hari belakangan ini. Quraish Shihab, seorang alim ulama yang sejak muda telah mendedikasikan dirinya untuk dakwah Islam, seorang mufassir dan ahli hadis, dicap sebagai seorang yang sesat. Bukan hanya itu, Quraish juga dituduh sebagai penganut Syiah, antek-antek kaum liberal, dan yang keterlaluan : dicap kafir. Yang menarik, dari semua tuduhan itu Quraish tak pernah menanggapinya secara berlebihan. Dalam suatu sesi ceramah di Mesjid Bimantara, Jakarta beberapa minggu lalu, penulis mendengar tanggapan Quraish terkait tuduhan tersebut : “mudah-mudahan orang-orang itu hanya tidak mengerti, sehingga keluar tuduhan bermacam-macam terhadap saya”. Subhanallah.

(lebih…)