Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah populasi Jabotabek mencapai 28 juta orang. Angka ini terlihat cukup jomplang, jika kita membandingkannya dengan wilayah metropolitan lain di Indonesia. Bandung, metropolitan kedua terbesar, hanya berpenduduk 7,6 juta jiwa; Surabaya 5,6 juta jiwa; dan Medan 4,1 juta jiwa. Dengan jumlah sebesar ini, berarti sekitar 11,8% penduduk Indonesia atau seperlima penduduk Pulau Jawa berdomisili di wilayah ini. Daerah metropolitan Jabotabek terdiri dari 10 kota serta 4 kabupaten, dengan tingkat kerapatan penduduk yang bervariasi. Wilayah selatan yakni Kabupaten Bogor, merupakan wilayah dengan penduduk cukup jarang. Sedangkan Jakarta Pusat, merupakan daerah dengan tingkat kepadatan penduduk paling tinggi. Bekasi dan Tangerang, dua daerah penyangga di bagian timur dan barat, memiliki populasi yang hampir setara.
Untuk memacu mobilitas penduduk, sejak tahun 1978 pemerintah membangun jalan bebas hambatan dari Ciawi hingga Cawang terus ke Tanjung Priok. Jalan sepanjang 60 kilometer ini, menjadi poros utama utara-selatan. Sedangkan jalan tol Jakarta-Cikampek dan Jakarta-Merak, menjadi penghubung timur dan barat. Sejak tahun 2005, jalan tol Jakarta-Cikampek telah bersambung dengan jalan tol Purbaleunyi. Sehingga mengintegrasikan wilayah Jabotabek dengan metropolitan Bandung Raya. Demi kelancaran jalan-jalan arteri di tengah kota, pemerintah juga menyediakan jalan tol Lingkar Dalam Kota dan Lingkar Luar Kota. Keduanya bergerak melingkar mengelilingi downtown Jakarta yang menjadi pusatnya. Selain jalan bebas hambatan, pemerintah kota juga membangun empat jalur rel kereta api yang melayani rute Bogor-Jakarta Kota, Bekasi-Jakarta Kota, Serpong-Jakarta Kota, serta Tangerang-Jakarta Kota. Dibanding wilayah metropolitan di belahan bumi lainnya, Jabotabek masihlah tertinggal. Angkutan massal yang menjadi salah satu prasyarat mutlak sebuah metropolitan, hanya mengandalkan Transjakarta dan KRL komuter. Monorel yang sudah berjalan pembangunannya sejak pertengahan dekade 1990-an, terhenti akbiat krisis. Sedangkan subway dan MRT, hanya berkembang dari wacana ke wacana. Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi pertumbuhan ekonomi Jabotabek di masa mendatang.