Banyak orang beranggapan, bahwa dunia pelayaran Nusantara dari masa ke masa hanya diperankan oleh masyarakat Melayu dari Sumatera atau orang-orang Bugis di Sulawesi. Sejarah yang banyak menonjolkan bagaimana hebatnya para pelaut Bugis atau kapal-kapal Sumatera yang berlayar ke pelosok Nusantara, Jepang, India, hingga pantai timur Afrika, telah menenggelamkan sejarah pelayaran orang Jawa. Banyak sejarawan yang berpikir, bahwa masyarakat Jawa identik dengan pertanian. Pandangan mereka yang cenderung melihat ke dalam (looking inward) dan bergantung kepada tanah, seolah-olah menghiraukan dunia bahari yang berada di sekeliling mereka.
Gambaran ini mungkin saja benar, jika kita membaca kajian tentang tema laut dalam kesusasteraan Indonesia. Berdasarkan hasil kajian yang dirangkum oleh Dennys Lombard dalam bukunya Le Carrefour Javanais, dikemukakan bahwa dalam kesusasteraan Jawa, hampir tak terdapat nyanyian pujian mengenai petualangan di laut. Hal ini berbeda dengan orang-orang Sumatera, yang hingga kini dalam kesehariannya masih mendendangkan cerita pelayaran Hang Tuah atau petualangan Anggun nan Tongga. Masyarakat Sulawesi Selatan, sejak ratusan tahun lalu telah mengembangkan wiracerita La Galigo yang luar biasa. Buku setebal 1.000 halaman itu, membicarakan kisah mengenai pelayaran Sawerigading. Agaknya laut dalam khayalan orang Jawa dicirikan sebagai sesuatu yang kurang menyenangkan, seperti yang terdapat di pantai selatan Jawa. Dalam mitos Ratu Kidul, tergambar suatu kegelisahan masyarakat tentang laut yang menakutkan.