Beberapa kelompok mahasiswa dan aktivis, belakangan ini sering melontarkan pernyataan bahwa sistem neo-liberalisme yang dianut oleh pemerintah kita, makin memperlebar jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin. Hal ini tercermin dari realita kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Dimana kalangan jetset nan berduit, yang barang tentu sudah hidup mapan, semakin hari semakin kaya saja hidupnya. Sedangkan kaum papa yang kurang beruntung, semakin hari semakin susah dan terhimpit. Singkatnya, si kaya makin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Seorang motivator pernah berkata kepada saya, bahwa kondisi tersebut sebenarnya adalah hukum Tuhan yang berlaku bagi seluruh manusia. Sesaat saya sempat berpikir, mengapa sang motivator berkesimpulan seperti itu. Sebegitu kejamkah Tuhan, sehingga tak berpihak kepada kaum papa. Dari hasil penjelasannya ia berujar, bahwa kaum kaya yang sudah mapan, dari hari ke hari semakin menajamkan kemampuannya, semakin meningkatkan pengetahuannya, dan semakin memperluas jaringannya. Sementara si miskin dari hari ke hari tanpa disadari malah sering melakukan tindakan-tindakan yang memiskinkan dirinya.
Motivator itu melanjutkan. Coba saudara simak sepintas kehidupan anak-anak jalanan. Kita bisa melihat bahwa mereka yang di bawah umur dengan asiknya mengisap rokok, ganja, atau sabu-sabu. Uang yang dikaisnya dari hasil mengamen atau meminta-minta, bukan digunakannya untuk bersekolah, namun untuk hal-hal yang merugikan mereka. Inilah sebenarnya tindakan-tindakan yang semakin memiskinkan dirinya. Dan coba tengok kehidupan kaum jetset, yang merupakan representasi si kaya. Uang yang mereka dapat dari hasil kerja keras, tidak semena-mena digunakan untuk berfoya-foya. Malah banyak diantara mereka, yang menggunakan uang secara bijak. Seperti untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Atau untuk menghadiri seminar-seminar super trainer. Di beberapa kafe, para eksekutif muda malah rela merogoh koceknya dalam-dalam, hanya untuk sekadar membangun jaringan dan relasi. Semua kegiatan ini tentu bertujuan untuk menunjang kesuksesan mereka.
.
Sahabat-sahabat tercinta. Kadangkala dalam kehidupan ini, kita masih sering terjebak pada tindakan-tindakan yang semu. Tindakan-tindakan yang tidak menghasilkan apa-apa. Tindakan-tindakan yang tak membuat kita semakin besar dan sukses. Mungkin kita perlu bercermin. Di usia sekarang ini, berapakah income yang bisa kita hasilkan. Apa sajakah kerja yang telah kita lakukan. Apakah kita masih terjebak pada kondisi kekinian dan kedisinian?
Seorang motivator lain pernah berujar, janganlah sekali-kali melakukan tindakan atau pekerjaan yang tak ada relevansinya dengan kesuksesan kita. Karena waktu itu terbatas, maka gunakanlah waktu tersebut secara efisien. Dan kerjakanlah hal-hal yang sekiranya akan menunjang keberhasilan kita. Kalau coba dirunut kegiatan kita sejak tadi pagi, sudahkah kegiatan-kegiatan tersebut menunjang kesuksesan. Berapa banyak teman-teman kita yang sering terjebak untuk melakukan aktivitas yang tak berguna. Seperti nongkrong hingga larut malam, bicara ngalor-ngidul tak ada tujuan. Atau mereka yang suka terjaga di tengah malam, hanya untuk menikmati tontonan sepak bola. Atau seperti para perempuan yang banyak terpaku di depan televisi, cuma sekedar menonton gosip, telenovela, atau sinetron yang tak berujung.
Saya teringat dengan perkataan Bapak Abdulgani — mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Airways yang sukses membawa Garuda sebagai maskapai paling tepat waktu — dalam kuliah umum yang diselenggarakan FEUI beberapa tahun lalu. Beliau berkata, untuk menang dalam persaingan global, anak muda Indonesia harus menjadi manusia di atas rata-rata. Anak muda Indonesia harus kompeten dan benar-benar menguasai bidangnya. Karena dengan menguasai seratus persen bidang yang sedang digeluti, maka kita akan menjadi pemenang di era globalisasi ini. Bill Gates bisa menjadi orang terkaya di dunia, karena ia benar-benar ahli dan mengerti seluk beluk software komputer. Dengan itu dia mentransfer kemahirannya menjadi tumpukan dollar melalui bendera Microsoft. Atau pengusaha flamboyan Ciputra, yang benar-benar mahir dan menguasai seluk beluk properti dan tata kelola kota mandiri. Sehingga dalam waktu singkat ia mampu menyulap wilayah Ancol dan Pondok Indah, yang tadinya dipenuhi semak belukar menjadi daerah yang prestise dan bernilai tinggi. Itu semua dikarenakan mereka memiliki prinsip di atas rata-rata, dan dengan sungguh-sungguh menguasai bidang yang mereka geluti. Bagaimanakah dengan kita, sudahkah menjadi orang di atas rata-rata ?
Sumber gambar : http://www.liburanyuk.com dan http://www.garuda-indonesia.com