
Jokowi dan JK Salam Perpisahan (sumber : http://www.detik.com)
Tanggal 20 Oktober kemarin, Joko Widodo kembali dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia. Berbeda dengan pelantikan lima tahun lalu, kali ini Jokowi tak lagi didampingi Jusuf Kalla. Ya, Pak JK begitu ia disapa, adalah sedikit dari politisi yang berhasil naik kelas menjadi negarawan. Dia adalah “a man of action”. Yang tak nyaman cuma bekerja dari balik meja, dan kemudian bisa memutuskan sesuatu. 15 tahun lalu, ketika bencana tsunami menerpa Aceh, JK menjadi sosok yang banyak disorot orang. Ia bergerak taktis, menangani hampir setengah juta orang yang menjadi korban. Ketika itu, ada 170.000 jiwa yang meninggal dunia. Dan JK bisa mengendalikan keadaan serta suasana kebatinan masyarakat. Tak hanya itu, ia juga memperhatikan psikologis korban yang selamat, hingga mensupervisi proses rehabilitasi di sejumlah daerah. Belum cukup jasa JK untuk Aceh, beliau juga menginisiasi Perjanjian Perdamaian Helsinki. Perjanjian antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Republik Indonesia itu, mengakhiri 28 tahun kontak senjata di bumi serambi Mekkah.
Kemampuan JK sebagai juru runding, sebenarnya sudah terlihat sejak ia menjabat sebagai Menko Kesra (Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat). Ketika itu ia menyelesaikan konflik yang terjadi di Ambon serta Poso. Dalam konflik Ambon, ia malah sempat menggertak pimpinan Laskar Jihad. Dalam acara Mata Najwa, ia menceritakan kejadian tersebut. Menurutnya hal ini bermula gara-gara pimpinan Laskar menolak permintaannya untuk berdamai. Alasannya, karena mereka sedang membela umat Islam yang tertindas. Mendengar perkataan itu, sontak JK naik pitam. Dalam dialog yang penuh ketegangan, ia menyampaikan pendapatnya : “Kalau Anda membela umat Islam, sudah berapa mesjid yang kau bangun? Sudah berapa anak yatim yang kau bantu?” Mendengar pertanyaan itu langsung mereka terdiam. Mungkin karena gertakan itulah, akhirnya konflik tiga tahun di Ambon bisa mereda. Begitu pula dengan perseteruan di Poso. Atas inisiasi JK-lah, dua kelompok yang bertikai mau menandatangani perjanjian damai Malino.
Selain ahli menyelesaikan konflik, JK juga banyak membuat terobosan. Salah satunya yang masih diingat orang adalah konversi minyak tanah ke elpiji. Kala itu, JK berhasil memaksa ibu-ibu untuk beralih menggunakan gas. Tak hanya menguntungkan emak-emak, dengan adanya tabung gas 3 kg ternyata juga memberikan kemudahan bagi pedagang keliling. Sebab mereka tak perlu lagi berat-berat membawa tabung 12 kg. Atas kebijakannya itu, ia berhasil menghemat subsidi BBM mencapai Rp 50 triliun per tahunnya. Terobosan JK lainnya adalah pembangunan jalan tol layang menuju Bandara Soekarno-Hatta. Solusi tersebut diambil karena waktu itu tol Sedyatmo sering terendam banjir. Akibatnya banyak penumpang pesawat yang mengalami keterlambatan. Karena banyak membuat terobosan, Buya Syafii Ma’arif sempat memujinya sebagai “the real president.” Ya, mungkin ini juga untuk menyindir Presiden Yudhoyono yang dianggap lamban dalam bertindak.
Kalau periode 2004-2009 ia banyak mengambil peran, namun tidak untuk periode 2014-2019. Di periode keduanya kemarin, nampak ia kehilangan taji. Malah banyak orang yang menduga kalau langkah-langkahnya memang dibatasi. Dia tak seluwes Luhut Binsar Pandjaitan, yang melobi sana sini untuk memuluskan kebijakan pemerintah. Pada saat Rizal Ramli menjabat Menko Kemaritiman, JK sempat terkena “jurus rajawali kepret”. Ketika itu, JK yang mengusulkan hendak membangun pembangkit listrik 35.000 MW dituduh macam-macam. Gara-gara itu, kabarnya JK sempat meradang, dan mengancam akan berpisah dengan Jokowi jika mantan walikota Solo itu tak me-reshuffle Rizal. Setelah Rizal dicopot, barulah ribut-ribut yang mengaitkan bisnis JK dengan pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW itu mereda.
Meski terlihat tak banyak mengambil peran, namun dalam sesi perpisahan dua minggu lalu, banyak menteri yang mengapresiasi kinerja beliau. Salah satunya adalah Retno Marsudi, menteri luar negeri yang tergolong cukup berprestasi. Retno menuturkan, bahwa JK pernah menyarankannya agar Indonesia juga berperan sebagai donatur. Mengingat saat ini Indonesia merupakan salah satu negara dengan ekonomi terbesar. Atas saran JK tersebut, Retno kemudian membentuk “Indonesian Aid”. Lembaga ini diharapkan akan memperkokoh diplomasi Indonesia di dunia internasional. Mengenai sosok JK, Retno menambahkan : ia adalah sosok yang humanis, pejuang perdamaian dan kemanusiaan. Bahkan lebih lanjut Retno mengatakan, bahwa di DNA JK ada perdamaian dan kemanusiaan. Tak hanya dari para menteri, pujian juga datang dari Presiden Jokowi. Dalam pidatonya Jokowi mengatakan bahwa ia yang tergolong junior — baik dari segi usia maupun pengalaman — sering bertukar pikiran dengan JK terkait urusan politik maupun ekonomi.
* * *
Jusuf Kalla lahir di Watampone pada tanggal 15 Mei 1942. Dia lahir dari seorang ayah yang berprofesi sebagai pedagang. Di kalangan orang Bugis dan masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya, Haji Kalla (ayah JK) memiliki peran yang tak bisa dibilang kecil. Ia menjalani bisnis transportasi yang berjasa mengantarkan orang-orang Sulawesi Selatan dari/ke Makassar serta kota-kota lainnya. Berkat usaha yang dijalankan ayahnya itu, banyak masyarakat yang tertolong. Itulah mengapa di dunia politik, JK mendapat tempat di hati warga Sulawesi Selatan. Buktinya, dalam setiap kontestasi pemilihan presiden (Pilpres), JK selalu menang di propinsi tempat kelahirannya itu. Tak hanya di Sulawesi Selatan, suara buat JK juga datang dari Sulawesi Tenggara, Maluku, serta kantong-kantong perantau Bugis di Indonesia Timur. Keberhasilannya menggaet suara masyarakat sana, karena ia dianggap sebagai pemimpin informal kelompok “Iramasuka”, yakni suatu kaukus politik orang-orang Indonesia Timur (Lihat pula : Dinamika Etnis Bugis-Makassar dan Buton di Rantau Indonesia Timur).
Tak hanya mendapat dukungan di Indonesia Timur, JK juga meraih simpati dari kalangan pengusaha. Adalah Sofjan Wanandi yang mencomblanginya dengan Yudhoyono dan Jokowi dalam kontestasi Pilpres 2004 dan 2014. Kabarnya Wanandi Cs pula yang menggelontorkan dana untuk kampanye JK menjadi wakil presiden. Dalam buku Sofjan Wanandi dan Tujuh Presiden, terungkap bahwa semula JK tak berminat untuk dipasangkan dengan SBY. Karena menurutnya SBY sosok yang lemah dan sulit mengambil keputusan. Namun karena Megawati sudah memilih Hasyim Muzadi sebagai wakilnya, jadilah JK diduetkan dengan SBY. Belakangan, Sofyan baru tahu kalau sebenarnya JK ingin berpasangan dengan Megawati. Beruntung baginya, karena justru dengan SBY-lah ia berhasil memenangkan Pilpres 2004 dan naik ke tampuk pimpinan nasional.
Pada Pilpres 2014, Sofjan kembali memainkan peran memasangkan Joko Widodo dengan JK. Kala itu posisi Sofjan cukup strategis, sebagai Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Karena menjadi pemimpin para pengusaha, ia kemudian mengajak teman-temannya untuk mendukung JK. Dalam buku itu juga terungkap bahwa Sofjan-lah yang pertama kali diminta JK untuk membujuk Megawati agar Joko Widodo dijadikan calon gubernur DKI 2012-2017. Rupanya JK terpikat oleh style Jokowi dalam membenahi berbagai masalah di Solo. Mungkin karena gayanya yang low profile itulah, JK mau mendampingi Jokowi sebagai wakil presiden.

Jusuf Kalla dan Sofjan Wanandi (paling kanan) dalam Acara Dialog Nasional (sumber : http://www.tempo.co)
Selain sebagai politisi, JK juga meneruskan tongkat estafet bisnis keluarga. Ia dipercaya ayahnya menjadi pimpinan NV Hadji Kalla Trading Company (Hadji Kalla) di tahun 1967. Waktu itu usianya masih 25 tahun. Meski tergolong remaja, namun di tangannya-lah bisnis Hadji Kalla berkembang pesat. Selain jasa transportasi, JK kemudian mengembangkan usaha dealer mobil. Tak hanya di Makassar, ia juga memiliki dealer di kota-kota utama Sulawesi Selatan, Tengah, dan Tenggara. Pada dasawarsa 1990-an, Hadji Kalla terjun ke bisnis properti. Di Makassar, ia membangun kawasan pemukiman, hotel, serta pusat perbelanjaan.
Pada tahun 1999, JK diangkat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Untuk menghindari konfik kepentingan, lantas ia menyerahkan kepemimpinan bisnis kepada putrinya, Fatimah Kalla. Setelah bertransformasi dari Hadji Kalla menjadi Kalla Group, kelompok ini kemudian menggeluti bisnis energi. Di bawah bendera PT Poso Energi dan PT Energi Malea, ia membangun pembangkit listrik di Poso dan Tana Toraja. Seiring dengan meningkatnya kemampuan finansial perusahaan, kelompok ini kemudian banyak mengerjakan proyek-proyek pemerintah. Di bawah bendera PT Bukaka Teknik Utama Tbk, Kalla Group menyediakan garbarata hampir di setiap bandara yang dibangun. Perusahaan ini juga membuat rangka beton untuk pembangunan jalan layang dan jembatan. Salah satu proyek yang cukup besar adalah pembangunan jalan layang Tol Jakarta-Cikampek yang akan diresmikan pemerintah pada akhir tahun ini. Untuk proyek tersebut, kabarnya perusahaan dengan kode listing BUKK itu mendapatkan kontrak sebesar Rp 2,9 triliun.
Disamping kemampuan teknis dan keuangan yang mumpuni, lobi-lobi Jusuf Kalla dalam pengembangan bisnis Kalla Group tentu tak bisa dipungkiri. Inilah mengapa Rizal Ramli menaruh curiga terhadap ambisi pemerintah membangun pembangkit listrik 35.000 MW, hingga ia berani mengajak JK berdebat di depan publik.