ASEAN merupakan salah satu kawasan di dunia yang memiliki banyak maskapai penerbangan berkualitas. Hal ini berdasarkan data yang dirilis SkyTrax, badan pemeringkat penerbangan internasional, yang menyatakan 3 dari 8 maskapai penerbangan bintang lima (kelas tertinggi dalam pemeringkatan SkyTrax) berasal dari kawasan ini. Ketiga maskapai tersebut ialah Singapore Airlines (Singapura), Malaysia Airlines (Malaysia), dan Garuda Indonesia Airways (Indonesia). Disamping tiga maskapai layanan penuh itu, ASEAN juga disesaki tiga maskapai low cost carrier yang boleh dibilang cukup berbobot. Mereka adalah Air Asia (Malaysia), Lion Air (Indonesia), dan Tiger Air (Singapura). Dalam sebuah laporannya yang berjudul “Sky’s the Limit? Southeast Asia Budget Airlines Bet Big on Growth”, kantor berita Reuter mencatat bahwa rivalitas antar maskapai penerbangan murah di ASEAN akan terus berlangsung, terlebih setelah diterapkannya “ASEAN Open Skies 2015”. Ranga Karumbunathan melihat, persaingan tersebut seperti halnya rivalitas antara Ryanair versus EasyJet di Eropa pada awal milenium ini.
Air Asia vs Lion Air vs Tiger Air
Lion Air merupakan maskapai bujet terbesar asal Indonesia. Tiga tahun lalu maskapai ini menghentak dunia penerbangan internasional, dengan memesan 230 pesawat dari perusahaan Boeing senilai USD 22,4 miliar. Pemesanan ini merupakan bagian dari strategi mereka untuk memenangkan persaingan dengan maskapai low cost carrier lainnya. Tak puas dengan jumlah tersebut, bulan Maret 2013 Lion kembali memesan 234 pesawat dari perusahaan Prancis, Airbus. Percaya diri dengan size yang besar, Lion kemudian meluncurkan maskapai full services : Batik Air. Maskapai layanan penuh ini dicanangkan untuk menggarap segmentasi kelas premium. Tak hanya sampai disitu, untuk membongkar dominasi Air Asia, di tahun yang sama Lion juga membentuk maskapai baru Malindo Air (kerjasama dengan Malaysia) dan kemudian Thai Lion Air, anak usaha yang menggarap pasar Thailand.