Posts Tagged ‘Tionghoa Surabaya’


Komposisi Etnis di Setiap Kota/Kabupaten di Jakarta (sumber : IG @justforstev24)

Dinamika sebuah kota tak lepas dari seberapa besar populasi serta kelompok masyarakat yang menempatinya. Kelompok-kelompok masyarakat ini biasanya terbagi berdasarkan kelompok etnis, kepercayaan, serta asal-usul mereka. Kalau kita menyigi tiga kota utama di Indonesia : Jakarta, Surabaya, dan Medan, terlihat adanya preferensi pola pemukiman masing-masing etnis. Pada zaman kolonial, kita bisa melihat bahwa orang-orang Eropa di Batavia, memilih tinggal di kawasan sejuk nan tertata. Oleh karenanya pada tahun 1920, orang Eropa yang sudah berabad-abad tinggal di kawasan Molenvliet (kini Jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk), pindah ke kawasan Nieuw Gondangdia (kini Menteng) yang lebih rindang dan teratur. Begitu pula di Bandung, developer Belanda yang diarsiteki Thomas Karsten membangun kawasan pemukiman baru yang sejuk di sekitar Dago. Sementara orang pribumi, yang kala itu kebanyakan bertumpu pada hasil pertanian, bermukim di kawasan perkampungan yang kurang teratur. Selain karena tak mampu membeli hunian di kawasan elit, pada masa kolonial ada semacam segregasi etnis yang tak membolehkan orang-orang pribumi untuk tinggal di pemukiman Eropa. Etnis Tionghoa dan Arab yang banyak menggeluti perdagangan kecil-eceran, juga dibatasi hanya pada kampung-kampung atau ghetto khusus mereka. Di Jakarta, orang Tionghoa banyak bermukim di kawasan pecinan, seperti Glodok, Pinangsia, Senen, dan Jatinegara. Dan etnis Arab di kawasan Pekojan. Sedangkan di Surabaya, orang Tionghoa bermukim di sekitar Kembang Jepun, dan orang Arab di kawasan Ampel.

Setelah 80 tahun merdeka, dimana segregasi etnis sudah tak berlaku lagi, ternyata masing-masing kelompok masih memiliki preferensinya sendiri dalam memilih tempat tinggal. Faktornya tentu bermacam-macam. Yang utama adalah faktor finansial, dimana orang-orang berduit akan memilih tempat tinggal di lingkungan yang apik dan rapi. Setelah itu adalah faktor pekerjaan, dalam hal ini lokasi tempat bekerja. Dimana kelompok etnis yang menggeluti perdagangan, seperti orang Tionghoa dan Minangkabau, lebih memilih bermukim di lokasi yang tak jauh dari pasar. Sedangkan orang Bugis yang bekerja sebagai nelayan, tinggal di kawasan pesisir. Faktor keluarga, seperti kedekatan dengan orang tua dan sanak famili, serta faktor kepercayaan, ternyata juga menjadi pertimbangan. Ini terlihat dari orang Tionghoa di Jakarta, dimana mayoritas mereka tinggal di Jakarta Utara dan Barat. Selain karena sudah bermukim disini sejak ratusan tahun lalu, beberapa kawasan baru di utara, seperti Kelapa Gading, Pluit, dan Pantai Indah Kapuk, dipercaya sebagai jalur kepala naga yang membawa keberuntungan.

(lebih…)