Tak terasa siang itu peluh saya bercucuran. Bukan karena sedang menggali parit atau memanggul barang, tapi saya baru saja menyantap iga bakar di Rumah Makan Datuk. Loh kok? Iya, di rumah makan ini iga bakarnya disajikan bersama kuah sop hangat. Jadilah baju saya setengah kuyup. Meski tak dilengkapi AC, namun iga bakar disini enak banget. Tekstur dagingnya lembut, plus bumbu iganya yang meresap. Selain iga bakar, jengkol lado hijaunya-pun cukup favorit. Saya yang tak suka jengkol, jadi tertarik dibuatnya. Penasaran dengan masakan yang tersaji, saya sempat berbincang dengan pegawai di rumah makan itu. Ternyata menu iga bakar ini hanyalah improvisasi si pemilik rumah makan yang berasal dari Silungkang, Sawahlunto. Meski dua potong iga yang tersaji cukuplah besar, namun harganya masihlah berpatutan. Kalau gak percaya, cobain deh! Lokasinya gak jauh dari pusat grosir Cipulir, Jakarta Selatan.
Masih di seputaran Jakarta Selatan, ada lagi rumah makan Padang yang bikin nagih. Namanya Putra Minang. Kalau Anda berdomisili di seputaran Pesangrahan, Ciledug, atau Bintaro, mungkin tak asing lagi dengan rumah makan yang satu ini. Restoran yang dikelola oleh H. Mahyudin asal Pariaman itu konon telah memiliki 60 outlet. Pantas saja disepanjang Jalan Ciledug Raya, antara Pasar Ciledug hingga Mayestik, rumah makan ini cukup banyak dijumpai. Disini menu andalannya adalah ayam bakar. Memang enak bro! Bumbunya yang pedas-manis itu nempel sama ayamnya. Tak salah kalau rumah makan ini menasbihkan diri sebagai “istana ayam bakar”.
Kalau Anda rajin berburu kuliner Minang di seantero Jabodetabek, banyak sekali rumah makan Padang yang enak-enak. Kadai Mak Ciak misalnya, ini sedang populer di kalangan food vlogger. Kalau Anda melintasi Kalibata, coba deh mampir ke apartemen Kalibata City. Di sudut yang tersuruk, Anda bisa menjumpai kedai makan kecil dengan rasa memikat. Gulai gajebonya oii .. mantap! Belum lagi dendeng balado-nya, yummy. Kami sampai bungkus untuk makan di rumah. Katanya sih ayam singgang-nya juga enak, tapi saya belum nyoba. Kedai ini dikelola oleh Rizal, seorang perantau asal Maninjau yang mencoba peruntungannya setelah melanglangbuana ke Eropa. Rizal atau yang akrab disapa Mak Ciak (paman dalam Bahasa Minang) kini telah memiliki enam kedai. Rencananya dia akan membuka dua gerai lagi, salah satunya di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.
Di kawasan Jatibening, Bekasi, ada satu rumah makan Padang yang cukup ngehits : Sambal Hijau. Terletak di Jalan Ratna, ayam goreng disini boleh dibilang cukup renyah. Berbeda dengan rumah makan Padang lainnya, disini ayam baru digoreng setelah kita memesan. Jadi masih panas dan terasa kriuk-kriuk-nya. Masih di kota Bekasi, tepatnya di Jalan Kartini, terdapat rumah makan Salero Rajo. Menu andalannya Sate Danguang-Danguang, salah satu varian sate Padang khas Payakumbuh. Buat Anda pecinta sate Padang, rumah makan ini recommended banget. Dagingnya yang tebal dengan dilumuri kelapa, berasa seperti makan sate di Pasar Payakumbuh. Di Jalan Kemakmuran, tak jauh dari Asrama Haji Bekasi, ada lagi rumah makan Pondok Indah Raya. Ini juga rumah makan yang tergolong enak, dan sudah punya cabang di Jatiasih dan Megamendung, Bogor. Di rumah makan ini rendangnya yang maknyus, berwarna kehitaman khas rendang darek.
Selain Pondok Indah Raya, di Bogor rumah makan yang cukup otentik adalah Lembah Anai. Dari namanya mungkin Anda bisa menebak dari mana rumah makan ini berasal. Ya benar, resto ini dikelola oleh perantau asal Padangpanjang. Oiya, rumah makan ini juga punya cabang di Rawa Buntu, Serpong. Dan kalau makan disini saya selalu minta bumbu rendangnya dibanyakin. Rasanya yang pedas-pedas asin, pas banget dicampur kuah gulai dan nasi panas. Dari Rawa Buntu kita bergeser sedikit ke arah utara, tepatnya di Alam Sutera. Disini rumah makan Nasi Kapau Sutan Mangkuto yang cukup terkenal. Ini boleh dibilang resto kelas menengah, karena harganya tergolong pricey. Resto ini sekarang juga punya cabang di Bintaro.
Selain Sutan Mangkuto, di Bintaro ada pula Nasi Kapau Kedai Pak Ciman. Wah ini lagi trending di media sosial. Kami sudah dua kali mencicipinya. Yang terakhir setelah pindah ke Bintaro Heritage, sampai gak kebagian tempat duduk. Ini kali pertama saya ngantri di restoran Padang. Awkward juga sih. Mungkin waktu itu karena jam makan siang. Plus banyak orang yang kesini karena ingin coba hal yang baru. Strategi marketing Kedai Pak Ciman boleh dibilang cukup jitu. Mereka bisa menggalang para pecinta kuliner dan jaringan perantau Minang untuk posting di Twitter serta Instagram. Nasi Kapau ini modelnya seperti buffet. Jadi bukan dihidang layaknya rumah makan Padang pada umumnya. Untuk rasa bolehlah, meski kuah gulainya agak sedikit encer. Mungkin yang beda disini telor dadarnya. Made by order, dan ukurannya-pun tergolong besar. Nasi Kapau Pak Ciman sebenarnya adalah diferensiasi bisnis keluarga Haji Lismar. Sebelumnya keluarga ini sudah mendirikan Restoran Pagi Sore dan Sari Indah, yang kisahnya akan kita bahas pada artikel selanjutnya.
“Makan da, makan ni, ado tambusu, baluik, itiak lado ijau, asam padeh … masuak lah.” Kalau Anda lewat Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, mungkin Anda akan mendengar teriakan seperti itu. Sejumlah penjual Nasi Kapau memanggil-manggil untuk makan di kedai mereka. Berbeda dengan Nasi Kapau Pak Ciman yang berupa resto, disini Nasi Kapau disajikan dalam warung-warung bertenda. Dari simpang lima Senen hingga Jalan Kramat Soka, sekurangnya ada sepuluh penjual Nasi Kapau. Diantaranya Nasi Kapau Sabana Bana Asli Bukittinggi, Sabana Asli Nasi Kapau Hj. Zaidar, Nasi Kapau Bukittinggi, dan Nasi Kapau Ibu Kacamata. Semuanya menghidangkan lauk pauk layaknya seperti di Pasar Lereng Bukittinggi. Disusun bertingkat tiga dan dijangkau dengan sendok bertangkai panjang. Untuk rasa dan harga, hampir mirip antara satu kedai dengan kedai lainnya. Tapi saya biasa di Nasi Kapau Bukittinggi. Selain parkirnya gampang, disini juga tersedia bubur kampiun dan es tebak. Bubur kampiunnya juara! Ketan, cendil, sumsum, dan sarikayo-nya kompak banget.
Tapi kalau Anda gak suka yang terlalu manis, mending coba yang di Bopet Mini. Bubur kampiun disini rasanya agak mild, dan porsinya pun lebih kecil. Bopet Mini berlokasi di Jalan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Sebelumnya resto ini hanyalah berupa kedai makan di dalam Pasar Bendungan Hilir. Karena peremajaan pasar, bopet inipun dibongkar dan akhirnya pindah ke tepi jalan. Tak jauh dari situ, adalagi restoran Minang yang cukup enak : Surya. Rumah makan ini sudah ada sejak tahun 1970. Semula restoran yang didirikan oleh Daswir Gazali itu berlokasi di Karet, Jakarta Pusat. Kemudian ia membuka cabang keduanya di Pertokoan PJKA, Jatinegara. Di Jatinegara inilah sejak kecil kami sudah berlangganan Soto Padang Surya. Selain dendengnya yang badaruak, porsinya-pun tergolong besar. Sebungkus bisa untuk makan berdua.
Kalau lagi kangen makan dendeng garing, saya pergi ke Restoran Sinar Minang. Letaknya percis di seberang Stasiun Jatinegara. Disini selain dendeng, menu andalannya adalah ayam goreng. Meski rasanya tergolong enak, namun harganya tak terlampau mahal. Makan dengan dua jenis lauk plus jus alpukat, tak kan habis Rp 50.000. Karena rasanya yang terkenal enak, brand Sinar Minang ada dimana-mana. Di Jalan Sabang dan Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, ada pula rumah makan Sinar Minang Jaya. Pikir saya ini masih satu grup dengan yang di Jatinegara. Ternyata bukan! Pantas rasanya agak berbeda. Selain di Jatinegara, restoran ini juga punya cabang di Tanjung Duren, Mangga Besar, dan Hayam Wuruk.
Kalau Anda melintasi Jalan Abdullah Syafei, Tebet, Jakarta Selatan, disana ada restoran Padang yang baru buka. Namanya Padang Merdeka. Yang saya suka dari restoran ini adalah gulai pucuk ubinya. Sebelum digulai, sepertinya daun singkong muda itu ditumbuk terlebih dahulu. Jadi sayur gulainya itu halus-halus. Untuk lauknya menurut saya cukup menggugah. Rendangnya hitam agak kering, dan gak terlalu pedas. Pas lah ketika dicampur dengan sambal hijau dan kuah gulai pucuk ubi yang pekat. Untuk harga memang Anda harus sedikit merogoh kocek. Tapi masih wajar lah. Berbeda dengan interior rumah makan Padang lainnya, disini warna merah putih cukup menonjol. Lalu ada foto-foto pahlawan nasional seperti Bung Karno, Bung Hatta, Sudirman, R.A. Kartini dan lain-lain. Menurut saya agak kurang cocok ya. Tapi mungkin si pemilik hendak memberikan nuansa kemerdekaan seperti nama restorannya. Kalau lagi tujuhbelasan mungkin pas lah ya makan disini.
Di kawasan Menteng ada juga restoran Minang yang cukup enak, namanya Sarimande Metropolitan. Letaknya di Jalan Teuku Cik Di Tiro, tak jauh dari Rumah Sakit Bunda. Kebetulan tahun 2013 lalu istri melahirkan disini, jadilah sejak itu saya menjadi pelanggan Sarimande. Saya sudah makan beberapa kali dengan lauk pauk beraneka macam. Keseluruhannya menerbitkan selera! Cobain deh. Memang harganya agak sedikit mahal, tapi worth it lah. Konon katanya sebelum buka cabang di Menteng, Ir. Brahmana sang owner mengawali bisnisnya di Depok. Tapi kok saya gak pernah nemu ya. Kini restonya telah memiliki cabang di Pancoran, Cibubur, Sabang, dan Ciputat.
Selain di restoran, di warung-warung kecil pinggir jalan-pun kadang gak kalah sero-nya. Malah disini saya sering beroleh cerita dan pengalaman. Saya melihat bagaimana sepasang suami istri bersitungkin bahu-membahu mengelola warung makan mereka. Si suami melayani pembeli, sementara istrinya merapikan meja dan mencuci piring. Ya, rumah makan mereka masih berskala kecil, belum ada karyawan yang bisa menolong. Namun mereka optimis, dari usaha ini mereka bisa berkembang, setidaknya dapat menyekolahkan anak-anak hingga jenjang sarjana. Setelah itu kalau masih ada lebih, mungkin bisa untuk menjemput sawah tergadai, atau memperbaiki rumah di kampung.
Begitulah sedikit cerita pengalaman berburu kuliner Minang di ibu kota. Dalam artikel selanjutnya, saya akan mengajak Anda menengok Restoran-restoran Padang legendaris di Jakarta. Check it out!