Setelah bercerita mengenai pengalaman mencicipi kuliner Minang di Jakarta, selanjutnya kami akan mengajak Anda untuk mendedah restoran Padang pilihan yang telah melegenda di ibu kota. Disamping sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga menjadi tempat perpaduan (melting pot) seluruh budaya Nusantara. Tak heran kalau disini kita bisa menjumpai resto-resto terbaik se-Indonesia, termasuk rumah makan Padang. Berdasarkan data Iwapin (Ikatan Warung Padang Indonesia), saat ini ada sekitar 20.000 rumah makan Padang di Jabodetabek. Dari yang sebanyak itu, tak lebih dari dua puluh yang bisa diketegorikan sebagai “the legend”. Menilai resto-resto mana saja yang telah melegenda, memang gampang-gampang susah. Untuk itu kami mengandalkan penilaian masyarakat berdasarkan ulasan pada Google dan Tripadvisor. Serta pengamatan dan pengalaman penulis ketika mengunjungi resto-resto tersebut.

Langsung saja. Saya akan memulainya dengan Restoran Roda. Bagi Anda generasi milenial, mungkin tak pernah menjumpai rumah makan yang satu ini. Resto ini terletak di Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur. Pada dasawarsa 1970-1980-an, rumah makan ini cukup ternama. Bahkan salah satu dari sedikit restoran berkelas di ibu kota. Dulu Roda juga sering dijadikan tempat shooting film. Kalau Anda penasaran dengan restoran ini, coba tonton film “Samson Anak Betawi” yang diperankan Benyamin Sueb dan Mansur Syah. Disitu ada adegan dimana sang promotor sedang mentraktir Samson makan. Pada masa itu Roda boleh jadi merupakan trade mark masakan Minang. Entah mengapa akhirnya rumah makan yang didirikan oleh Haji Hashuda asal Kapau, Bukittinggi itu bangkrut. Dan kemudian tutup.

Bagi Anda pecinta kuliner Minang, gak mungkin kalau belum pernah makan di Restoran Sederhana. Rumah makan ini sudah ada sejak tahun 1972. Didirikan oleh Bustamam, pengusaha asal Lintau, Tanah Datar, restoran ini bermula dari warung gerobak yang berjualan di Pasar Bendungan Hilir (Benhil), Jakarta Pusat. Setelah sukses di Benhil, rumah makan ini kemudian membuka cabang keduanya di Rawamangun. Karena dulu sempat tinggal dan sekolah disana, jadi dari kecil saya sudah akrab dengan masakan Sederhana. Menu makanannya yang enak serta didukung pelayanan yang prima, menjadikan restoran ini terus berkembang. Kini Sederhana sudah punya 160 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia hingga Malaysia. Agaknya ini merupakan restoran lokal dengan cabang terbanyak di Indonesia. Tak hanya itu, berdasarkan survei Roy Morgan asal Australia, Sederhana juga merupakan restoran yang paling diminati masyarakat. Mengalahkan resto-resto cepat saji Amerika, seperti KFC, McDonalds, dan Pizza Hut.

Restoran Minang berikutnya yang juga melegenda adalah Natrabu. Rumah makan ini sudah hadir sejak tahun 1967 di Jalan Sabang, Jakarta Pusat. Resto pertamanya itu dulu adalah rumah sang pemilik : Rahimi Sutan. Awalnya pengusaha asal Payakumbuh itu mengembangkan bisnis travel biro. Lalu untuk mendiversivikasi usahanya, ia membuat rumah makan yang namanya diambil dari nama perusahaan travelnya itu. Saya pertama kali mencoba masakan Natrabu sekitar tahun 1997, di cabangnya yang berada di Jalan Menteng Raya (kini sudah tutup). Kesan pertama masuk ke Natrabu begitu mewah. Dari penyajian hingga interiornya sangatlah tertata. Disini saya melihat seorang pelayan menating piring hingga 30 buah. Sekali angkat, penuh meja sekaligus. Selain lauknya yang enak, dessert-nya-pun juga menggoda, seperti ketan sarikayo, puding, dan segala macam jus. Setelah Rahimi wafat, Natrabu dikelola putrinya, Ganefo Dewi Sutan. Di tangannya, restoran ini telah berkembang hingga delapan cabang, termasuk dua di Kuala Lumpur.

Bagi Anda penikmat Nasi Kapau, tak sah rasanya kalau belum pernah mampir ke restoran Sabana Nasi Kapau. Resto yang berlokasi di Jalan Melawai, Jakarta Selatan itu juga tergolong legendaris. Berdiri sejak tahun 1988, seperti namanya resto ini menyajikan masakan khas Kapau, Bukittinggi. Kalau disini sebaiknya jangan dihidang (makan dengan menghidangkan semua lauk di meja). Tapi minta saja apa yang ingin kita makan. Misalnya, saya sering minta nasi dengan ayam bakar, maka selain lauk itu kita juga akan mendapat sayur kol, kacang panjang, atau daun singkong dengan sebeng-sebeng berupa irisan daging rendang dan kentang kecil-kecil. Pokoknya piring jadi penuh. Memang agak berminyak, tapi nikmat banget. Buat Anda yang lagi punya masalah atau cicilan yang gak lunas-lunas, coba deh makan disini, beban Anda akan hilang sekejap. Selain itu, air teh hangatnya-pun harum, seperti dimasak dengan daun pandan. Pantas saja segelas di-charge Rp 5.000.

Restoran Sederhana, Paling Diminati Masyarakat Indonesia

Pagi Sore merupakan rumah makan Minang yang berbasis di Palembang. Usaha ini didirikan oleh Haji Lismar, pengusaha asal Bukittinggi pada tahun 1973. Setelah sukses di Palembang, rumah makan ini kemudian membuka cabangnya di kota-kota lain, yakni Lubuk Linggau, Kayu Agung, Sungai Lilin, Jambi, dan Pangkal Pinang. Di tahun 2006, rumah makan ini mulai merambah ibu kota, dengan membuka cabang pertamanya di Rawamangun, Jakarta Timur. Kini setelah 14 tahun, Pagi Sore telah memiliki delapan cabang di Jakarta. Meski tergolong baru, namun restoran ini telah memikat puluhan ribu pecinta kuliner ibu kota. Lihat saja review-nya di Google, masing-masing cabang bisa beroleh ulasan hingga 1.500 komentar, dengan nilai akumulasi pada rentang 4,5 – 4,6. Memang setelah beberapa kali mengunjungi restoran ini, semua lauk yang tersaji benar-benar fresh. Rasanya-pun juga pas, tak terlalu pedas bagi kebanyakan orang.

Selain Pagi Sore, keluarga Haji Lismar juga membuka restoran Sari Indah dan Nasi Kapau Kedai Pak Ciman. Di ibu kota, kedua restoran ini masing-masing telah memiliki dua dan empat cabang. Kalau kita masuk ke Sari Indah, sekilas restoran ini serupa dengan Pagi Sore. Dari pencahayaannya hingga tata letak masakan di-display kaca. Jika Kedai Pak Ciman menawarkan rasa otentik khas Kapau, maka Sari Indah mengedepankan cita rasa Minang yang lebih mild. Tak terlalu pedas, sehingga bisa diterima oleh lidah semua orang. Meski harganya gak bisa dibilang murah, namun restoran ini selalu ramai dikunjungi. Coba saja lihat ulasannya di Google, seluruhnya beroleh rating dikisaran 4,5 dengan jumlah ulasan lebih dari 1.000 pengunjung.

Kalau Anda pernah singgah ke Restoran Garuda, mungkin Anda berpikir bahwa rumah makan ini juga masih satu grup dengan Pagi Sore. Meski dari tampilan dan cita rasa makanan hampir sama, ternyata dua restoran ini berbeda kepemilikan. Memang dulu sang pendiri Garuda, Bakhtar, sempat menimba ilmu dari adiknya Haji Lismar. Bakhtar yang semula berdagang kain di Pasar Perniagaan, Medan, akhirnya banting setir setelah usahanya semakin menurun. Atas saran adiknya ia kemudian membuka rumah makan Minang. Pada awal pendirian di tahun 1976, ia sempat berkongsi dengan Haji Lismar. Namun sejak tahun 1990, keduanya berpisah dan memutuskan untuk berbisnis sendiri-sendiri. Meski berbeda titik tolak – yang satu dari Palembang dan satunya lagi dari Medan, kini keduanya telah menjadi restoran legendaris di ibu kota. Kalau Pagi Sore sudah punya delapan cabang, Garuda baru punya tujuh. Terakhir restoran ini membuka cabangnya di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat. Setiap harinya Garuda menyajikan tak kurang dari 60 jenis masakan. Dari sebanyak itu, yang paling saya suka adalah gulai kepala ikan kakap merah. Kuahnya kental banget. Terasa kalau bumbunya kaya rempah-rempah. Wajar kalau harganya agak sedikit mahal.

Jika Anda sedang berjalan-jalan di mal, Anda bisa mencicipi masakan Minang di restoran Sari Ratu. Rumah makan ini didirikan oleh Auwines, perantau asal Sungai Puar, Agam, pada tahun 1982. Berbeda dengan rumah makan Minang lainnya yang punya stand alone outlet, Sari Ratu hadir di dalam mal dan perkantoran. Cabang pertamanya ada di Ratu Plaza, Jakarta Pusat, yang waktu itu menjadi pusat perbelanjaan paling prestisius di ibu kota. Setelah mal ini mulai sepi, Sari Ratu-pun hengkang. Ia kemudian pindah ke Pondok Indah Mall dan selanjutnya membuka gerai di Plaza Senayan. Disini menunya cukup lengkap. Ada dendeng balado, gulai tunjang, dan yang spesial udang goreng jumbo-nya. Karena rasa dan pelayanannya yang cukup baik, Sari Ratu juga hadir di Malaysia dan Singapura. Sama seperti di Jakarta, di negara jiran itupun restoran ini terkenal pricey. Menurut saya-pun begitu. Ini restoran Padang termahal di ibu kota.

Ketika melintasi Jalan Juanda, Jakarta Pusat, maka Anda akan melihat resto-resto Minang legendaris berdiri berjajar. Dari sebanyak itu, ada satu restoran yang berkesan buat saya, yaitu Sari Bundo. Di kalangan pencinta masakan Minang, restoran ini pasti gak asing lagi. Didirikan oleh Azwardi Rivai asal Bukittinggi pada tahun 1967, restoran ini banyak melayani katering istana dan pejabat kementerian. Bahkan rumah makan ini juga menjadi resto favorit dua presiden kita : B.J Habibie dan Susilo Bambang Yudhoyono. Selain Sabana Nasi Kapau, ini rumah makan Padang paling enak menurut saya. Terutama ayam gorengnya. Dari penampilan sih biasa saja, sama seperti ayam goreng di rumah makan Padang lainnya. Tapi pas dikunyah-kunyah, kok rasanya beda ya. Bumbunya benar-benar meresap. Pantas Pak Habibie habis 16 potong sekali makan. Hahaha. Sayang tempatnya terlalu sempit. Sehingga pas jam makan siang sering gak kebagian tempat duduk.

Sekitar 200 meter dari Jalan Juanda, tepatnya di Jalan Pintu Air Raya, Pasar Baru, ada soto Padang yang cukup terkenal. Namanya Soto Sutan Mangkuto. Bagi Anda penikmat soto Padang, rugi kalau belum nyoba soto yang satu ini. Gak ada duanya Bro! Kuahnya kental kaya rempah-rempah. Daging dendengnya juga crunchy. Ditambah perkedel, sambal, dan sedikit kecap, rasanya sampai terkenang-kenang. Disini cuma satu kurangnya : porsinya terlalu sedikit. Jadi kalau kesini, saya selalu nambah, kecuali kalau lagi bokek. Anda jangan terkejut, dengan porsi seuprit harga satu mangkok dibanderol Rp 40.000. Disamping soto, rumah makan yang sudah berdiri sejak tahun 1966 itu juga menjual sate Padang dan nasi goreng rendang. Tapi katanya gak seenak sotonya. Selain di Pasar Baru, kini Soto Mangkuto juga hadir di Gandaria dan Kelapa Gading.

Nah kalau mau nyoba sate Padang yang enak, datanglah ke Ajo Ramon. Ini sate Padang khas Pariaman yang sudah melegenda. Meski agak sedikit mahal, tapi Anda gak bakal kecewa. Sebab disini dagingnya tebal-tebal. Selain daging sapi, ada juga sate lidah, jantung, dan usus. Kios sate yang dikelola oleh keluarga Ramon Tanjung ini sudah ada sejak tahun 1980. Pertama-tama ia membuka warung tenda di Pasar Santa, Jakarta Selatan. Karena membludak, ia kemudian membuka kios di Jalan Cikajang. Saat ini Ajo Ramon sudah punya delapan outlet, termasuk di Pasaraya Blok M, Plaza Festival Kuningan, Mall Artha Gading, dan Summarecon Mall Bekasi.

Selain sepuluh tempat makan di atas, menurut catatan penulis masih ada delapan lagi rumah makan Padang the legend di Jakarta, yaitu Simpang Raya, Siang Malam, Sari Minang, Sabana Bundo Sati, Sepakat, Surya, Medan Baru, dan Martabak Kubang Hayuda. Bertahannya Restoran Padang Legendaris ini selama berpuluh-puluh tahun, membuktikan kalau kita memang mendambakan makan makanan yang enak. Walaupun mahal, namun bergedurun juga orang yang pergi kesana. Bak pepatah Minang : condong mata ke yang rancak, condong selera ke yang enak. Itulah sifat hakiki manusia.

 

Komentar
  1. peralatanbakery berkata:

    sari bundo paling mantul 😀 enaaak

    Disukai oleh 1 orang

  2. Rahadi Hendrastono berkata:

    Restoran Roda juga dipakai shooting film Ratu Amplop nya Benyamin S., Ratmi B-29, Coonie Sutedja….dsb.

    Suka

Tinggalkan komentar