Rizal Ramli, Ideolog Yang Kesepian

Posted: 29 November 2020 in Biografi
Tag:, ,

Dia boleh dibilang merupakan salah satu dari sedikit orang Indonesia yang konsisten dalam memperjuangkan ide-idenya. Rizal Ramli, tokoh yang terus meneriakkan apa yang dianggapnya benar, baik ketika di pemerintahan maupun di luar pemerintahan. Dia merupakan seorang pemikir tulen, yang memiliki segudang ide out of the box. Tak jarang ide-idenya itu justru berbenturan dengan sang penguasa. Ketika menjadi menteri di Kabinet Kerja, ia adalah satu-satunya menteri yang terang-terangan mengkritik kinerja pemerintah. Nampak kalau ia tak ingin dikooptasi oleh apapun. Termasuk oleh jabatannya sendiri. Dalam batasan tertentu, ia mirip seperti Tan Malaka dan Sutan Sjahrir. Tokoh-tokoh pergerakan yang selalu ingin bebas dari belenggu. Ingin merdeka 100%. Karena jiwa yang merdeka itulah, Rizal tak pernah takut mengkritik siapapun. Meski taruhannya akan dicopot dari jabatan, atau masuk bui.

Bagi sebagian orang, kritik Rizal tak lebih hanya sekedar untuk mencari panggung. Terlebih ia memang berambisi untuk menjadi presiden. Ada juga yang bilang, kalau kritiknya itu karena ia sakit hati pernah di-reshuffle. Padahal kalau kita melihat track record-nya, dia sudah berkali-kali mengkritik pemerintah. Pada zaman Orde Baru, ketika ia masih menjadi mahasiswa ITB, bersama beberapa orang aktivis ia menyusun “Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978”. Isinya banyak mengkritik kebijakan pemerintah kala itu. Gara-gara buku tersebut, ia ditahan satu setengah tahun di Sukamiskin. Meski buku itu dilarang pemerintah, namun seorang profesor Amerika, Ben Anderson, malah menerjemahkannya ke dalam Bahasa Inggris. Setelah keluar dari penjara, Rizal jadi tertarik belajar ekonomi. Tanpa menyelesaikan kuliah S1-nya di ITB, ia melanjutkan ke jenjang master di Boston University. Beruntung ia beroleh beasiswa dari Ford Foundation. Setelah lulus S-3 dari Harvard, ternyata jiwa kritisnya tak berubah. Bedanya, ia kini semakin matang dan berbobot. Lewat lembaga ECONIT yang ia dirikan, Rizal acap mengkritik cara pengelolaan ekonomi negara.

Pada tahun 1996, Rizal pernah meramalkan bahwa ekonomi Indonesia akan jatuh. Menurutnya, ketika itu struktur makro ekonomi kita sangatlah rapuh. Rasio utang terhadap PDB sangatlah tinggi. Belum lagi banyaknya kroniisme di perusahaan swasta nasional. Benar saja! Dua tahun setelah prediksi tersebut ia paparkan, Indonesia mengalami krisis moneter. Banyak perusahaan yang menjadi kroni kekuasaan, akhirnya bangkrut. Pasca tumbangnya Orde Baru, Rizal menjadi salah satu tokoh yang paling vokal. Ketika B.J. Habibie berkuasa, Rizal kerap kali mendorong agar Indonesia lepas dari jeratan IMF. Menurutnya resep-resep yang diberikan IMF – seperti pencabutan subsidi – mencekik rakyat yang sedang kesulitan.

Setelah Abdurrahman Wahid naik menjadi presiden, banyak tokoh ECONIT yang terpakai. Rizal untuk pertama kalinya masuk ke pemerintahan dengan menduduki jabatan Kepala Bulog. Ketika menjadi orang nomor satu di lembaga logistik tersebut, ia berhasil melakukan turn around. Ia mengubah Bulog yang sebelumnya rugi menjadi surplus. Tak hanya mengurus Bulog, di tahun yang sama ia juga diminta untuk membenahi IPTN. Awalnya ia keberatan. Namun karena permintaan Gus Dur, ia-pun tak bisa menolak. Setelah mendapat misi khusus tersebut, Rizal langsung tancap gas. Ia membentuk task force yang diisi oleh anak-anak muda. Dari situ ia kemudian melakukan perombakan manajemen dan restrukturisasi utang. Ia juga mengubah model bisnis IPTN yang sebelumnya cuma membuat pesawat, juga mau mengerjakan proyek outsource dari Boeing dan Airbus. Agar lebih terkesan profesional, ia mengubah nama Industri Pesawat Terbang Nurtanio menjadi PT Dirgantara Indonesia.

Setelah berhasil membenahi Bulog, di bulan Agustus 2000 Rizal dipromosikan menjadi Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri. Meski hanya 10 bulan menjadi Menko, namun banyak terobosan yang ia lakukan. Salah satunya yang paling diingat adalah menyelamatkan PLN dari kebangkrutan. Ketika itu ia melakukan revaluasi aset – suatu langkah yang tak pernah dilakukan oleh pejabat sebelumnya, sehingga modal perusahaan itu naik dari minus Rp 9 triliun menjadi positif Rp 119,4 triliun. Terobosan lainnya adalah mendorong penghapusan kepemilikan silang antar dua BUMN telekomunikasi : Telkom dan Indosat. Sehingga kedua perusahaan tersebut bisa lebih kompetitif. Ia juga menaikkan gaji PNS, pensiunan, dan tentara sebesar 125%, serta berhasil menekan angka kemiskinan hingga 5 juta orang per tahun. Pada bulan Juni 2001, ia di-reshuffle menjadi Menteri Keuangan. Di posisi tersebut ia hanya menjabat selama dua bulan sebelum digantikan Budiono.       

Dijegal Jusuf Kalla

Pada masa pemerintahan Yudhoyono-Jusuf Kalla, sedianya Rizal didapuk untuk menjadi Menko Perekonomian. Namun karena Jusuf Kalla kurang sreg, jadilah Rizal batal masuk kabinet. Saya baru tahu cerita ini setelah menonton kanal Youtube Akbar Faizal Uncensored. Di kanal tersebut Akbar mengundang Rizal berbincang-bincang. Ceritanya begitu mengalir sampai ke masalah “perseteruannya” dengan JK. Seperti yang kita ketahui, Rizal memang alergi dengan para pengusaha yang kemudian menjadi penguasa. Ia mengistilahkannya dengan “Peng-Peng” (Penguasa-Pengusaha). Orang-orang ini menurut Rizal, selalu mencari bisnis dari proyek pemerintah. Terlepas itu diperolehnya dengan cara yang benar, namun menurutnya tidaklah etis. Salah satu penguasa-pengusaha yang sering dibidiknya adalah Jusuf Kalla. Itulah mengapa JK kurang senang dengan Rizal.

Ketika Jokowi menjabat sebagai presiden. Lagi-lagi Rizal diminta untuk membantu pemerintahan. Kali ini ia ditempatkan sebagai Menko Kemaritiman menggantikan Indroyono Soesilo. Sebenarnya Rizal tak mau ditempatkan di bidang yang bukan menjadi keahliannya. Tetapi karena Jokowi meminta, ia akhirnya menerima dengan syarat tak mau melapor ke JK. Meski sudah duduk di pemerintahan, namun ia masih saja mengkritik rencana para menteri. Salah satu yang sempat heboh adalah terkait pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW. Menurutnya, saat itu Indonesia belum memerlukan pembangkit listrik sebesar itu. Namun karena ada bancakan para Peng-Peng, maka proyek tersebut terus didorong. Rizal berpendapat, kalau kebijakan ini tidak disikapi maka bisa menyebabkan kerugian besar bagi PLN. Gegara ini, ia sempat ngajak JK berdebat. Karena sikap provokatifnya itu, sempat terjadi kegaduhan di tubuh pemerintahan. Ia pun akhirnya dicopot atas permintaan JK. Lagi-lagi ini ia utarakan di kanal Youtube Akbar Faizal Uncensored. Di kanal tersebut, ia memang blakan-blakan menuding JK yang beberapa kali menjegalnya agar tak masuk kabinet.  

Kritis Namun Berbobot

Rizal merupakan salah satu ekonom Indonesia yang paling vokal menentang mazhab neo-liberalisme. Oleh karenanya, ia berkali-kali menuding kebijakan Sri Mulyani – yang dianggapnya sebagai ekonom neolib — yang terus menerus berutang ke luar negeri. Meski Bank Dunia mentasbihkan Sri sebagai Menteri Keuangan terbaik, Rizal justru menjulukinya sebagai Menteri Keuangan terbalik. Maksudnya, kebijakan Sri sering kali berkebalikan dengan ekonomi kerakyatan yang diusungnya. Dalam beberapa kesempatan, Rizal sering mencecar kebijakan utang pemerintah yang ugal-ugalan. Menurutnya bunga pinjaman kita jauh lebih mahal 2%-3% dibanding negara lain yang memiliki rating surat utang yang sama. Terkait dengan utang, sedikit sekali ekonom kita yang sepandangan dengannya. Sekedar menyebut nama, mungkin hanya mantan menteri Kwik Kian Gie, Faisal Basri, dan Ichsanuddin Noorsy.

Kerisauan lainnya yang sering ia suarakan adalah pembangunan negara yang lebih berpihak kepada segelintir orang. Maksudnya adalah pembangunan yang lebih pro kepada para pengusaha besar tenimbang rakyat kecil. Itulah mengapa kemarin ia menentang UU Cipta Kerja. Menurutnya UU itu lebih berpihak kepada segelintir orang dibandingkan jutaan buruh. Karena menganut mazhab ekonomi kerakyatan – mungkin tepatnya sosialis, ia lebih senang menggunakan koefisien GINI dan Indeks Pembangunan Manusia dalam menggambarkan kemajuan suatu negara. Ia sering membayangkan bahwa suatu hari nanti Indonesia bisa seperti negara-negara Skandinavia, dimana rakyatnya terjamin kesehatannya, pendidikannya, dan hak-hak dasar lainnya.

Meski bukan seorang politisi, namun ia juga memiliki ide-ide brilian di bidang politik. Dia-lah salah satu yang mengusulkan agar ada dana desa. Ketika itu Rizal membayangkan dengan dana tersebut desa-desa dapat berinovasi mengembangkan potensi ekonominya. Dan benar saja, ternyata usulannya itu kini sangatlah bermanfaat. Selain itu, ia juga yang paling kencang menyuarakan agar partai politik dibiayai oleh negara. Menurutnya hal ini untuk menghindari suap menyuap diantara politisi dan para pencari rente. Seperti yang diketahui, selama ini memang banyak uang hasil suap yang kemudian disetorkan ke kas partai untuk membiayai kegiatan partai. Kalau jadi dibiayai, hitungannya sekitar Rp 30 triliun kas negara yang terpakai, namun bisa menyelamatkan Rp 75 triliun penerimaan negara. Idenya yang lain adalah soal presidential threshold. Dia mengusulkan agar tak ada ambang batas dalam penetapan calon presiden. Sehingga siapapun bisa menjadi presiden, tanpa terikat oleh partai politik apapun. Dalam soal ini saya agak sedikit berbeda dengan Rizal. Saya tahu kalau dia kecewa dengan cara pengkaderan partai-partai politik kita. Namun Kalau tak ada ambang batas, apa gunanya partai politik yang dibiayai negara itu? Bukankah tugas partai politik adalah melahirkan pimpinan nasional. Menurut saya yang harus diatur justru adalah cara pengelolaan partai. Bukan malah mengkerdilkan peran partai politik.

* * *

Sebagai alumni Boston, Rizal memiliki jaringan pergaulan yang cukup luas. Ia adalah sedikit ekonom Indonesia yang pernah dipercaya menjadi penasehat ekonomi PBB. Gara-gara banyak kenalan, ia beberapa kali membantu urusan negara. Pada saat Jokowi menjadi Gubernur, ia pernah diminta untuk melobi pemerintah Jepang agar mau mengurangi biaya pembangunan MRT di Jakarta. Sebelumnya ia juga pernah menyelesaikan utang Garuda yang sudah menggunung. Ketika itu ia menekan para kreditur yang mendanai pembelian pesawat Garuda agar mau melakukan restrukturisasi. Rizal tahu utang tersebut disebabkan oleh mark-up gede-gedean dalam pengadaan pesawat terbang di zaman Orde Baru. Karena diancam akan membawa persoalan ini ke pengadilan, para kreditur itupun akhirnya mengalah.

Begitulah Rizal Ramli. Seorang tokoh pergerakan serta ekonom yang tak pernah kehabisan ide. Dia merupakan satu dari sekian banyak orang pintar di Indonesia yang tak dimanfaatkan secara maksimal. Mungkin karena terlalu idealis, sehingga tak ada lokomotif politik yang mau menghelanya ke depan.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s