Untung-Rugi Merger Grab dan Gojek

Posted: 19 Desember 2020 in Ekonomi Bisnis
Tag:, , , ,

Beberapa hari belakangan ini rencana penggabungan dua perusahaan teknologi Grab dan Gojek kembali mengemuka. Adalah situs berita Bloomberg, yang kembali mengabarkan rencana merger dua raksasa tersebut. Dalam artikelnya yang berjudul Grab, Gojek Close In on Terms for Merger, dikabarkan bahwa telah terjadi kesepakatan diantara para pemilik modal terkait rencana perkawinan tersebut. Berita ini sontak menjadi buah bibir di kalangan pers dan pemerhati bisnis di tanah air. Kabarnya penggabungan ini juga sebagai bentuk gencatan sejata, setelah mereka berperang selama lebih dari separuh dekade. Bagi pemilik modal, rencana ini tentu untuk memberikan kepastian di masa depan terkait perolehan laba perusahaan. Selama ini publik memang tak pernah tahu, apakah program bakar duit dua perusahaan tersebut telah beroleh hasil. Sebab kalau berdasarkan hitung-hitungan kasar, rasanya mereka belum break even point.

Sebenarnya rencana merger kedua perusahaan itu telah bergulir sejak awal tahun lalu. Namun karena ada pandemi virus Corona, rencana inipun sempat dibatalkan. Isu merger kembali mengemuka, dikarenakan menurunnya valuasi mereka di berbagai negara. Valuasi Grab yang tahun lalu sebesar USD 14 miliar, kini telah diperdagangkan di pasar sekunder dengan diskon mencapai 25%. Begitupula dengan Gojek yang tahun lalu bernilai hampir USD 10 miliar, kini dijual dengan diskon besar-besaran. Kerugian yang timbul akibat pandemi Covid-19, telah menekan dua perusahaan ride-hailing ini untuk melakukan penggabungan. Peleburan ini menurut Tech in Asia, berpotensi akan meningkatkan valuasi keduanya menjadi USD 72 miliar di tahun 2025 nanti.

Ternyata dibalik rencana merger dua decacorn tersebut, ada yang paling ngebet agar ini segera terealisasi. Dia adalah Masayoshi Son, CEO Softbank yang merupakan investor terbesar Grab saat ini. Tercetusnya ide penggabungan itu dikarenakan beberapa tahun lalu ia pernah amblas di perusahaan startup Amerika : WeWork. Disana ia menggunakan strategi perang harga untuk memenangkan persaingan. Makanya, kali ini ia tak ingin masuk ke lubang yang sama. Terus membakar duit demi melemahkan rivalnya : Gojek.

Menanggapi rumor terkait adanya rencana merger tersebut, pihak Gojek justru terlihat santai. Chief of Corporate Affairs perusahaan dengan tagline “Pasti Ada Jalan” itu menyebut, justru fundamental Gojek saat ini sedang bagus-bagusnya. Menurutnya beberapa layanan Gojek telah mencatatkan kontribusi margin positif. Seperti GoFood misalnya yang tahun lalu telah beroleh omzet sekitar Rp 28 triliun, atau tumbuh 2,5 kali lipat dalam setahun. Disamping itu, layanan dompet digital GoPay juga telah berhasil mencatatkan transaksi hingga Rp 88 triliun. Sanggahan ternyata tak datang dari Corporate Affairs-nya saja, Co-CEO Gojek, Andre Soelistyo dan Kevin Aluwi, malah sudah menepis rumor terkait rencana merger tersebut. Dalam sebuah memo internal ke karyawan pada hari Jumat lalu (4/12/2020), mereka menegaskan bahwa rumor tersebut tidaklah benar.

Maju mundur rencana penggabungan tersebut, menurut Detik Finance dikarenakan belum adanya kesepakatan mengenai besaran kepemilikan pemegang saham. Selain itu, tentu saja komposisi manajemen nantinya. Kalau ini benar terealisasi, kabarnya pendiri Grab Anthony Tan akan menjadi pemimpinnya, dan co-CEO Gojek sekarang akan mengelola bisnis baru di bawah naungan perusahaan gabungan tersebut. Di samping itu, rencana merger inipun bakal terkendala di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dalam penilaiannya, lembaga tersebut melihat adanya potensi monopoli pada industri ojek daring. Kalau merger ini jadi dilakukan, entitas baru tersebut akan menguasai hampir 100% market share ojek online. Dengan menjadi penguasa pasar, perusahaan gabungan tersebut bisa saja menentukan tarif seenak udelnya. Dan layanannya-pun mungkin tak seciamik saat ini, karena tak ada kompetitor yang serius. Pada gilirannya, ini tentu akan merugikan para mitra dan konsumen.

Meski aksi korporasi dua perusahaan besar tersebut belum tentu terwujud, namun warganet di Indonesia sudah dibuat gusar. Pasalnya mereka gak terima kalau perusahaan karya anak bangsa (Gojek), akhirnya dikuasai oleh asing. Padahal jauh sebelum rencana inipun, saham Gojek mayoritas telah dimiliki oleh asing. Mereka diantaranya adalah Google, Facebook, dan Tencent. Meski pemegang saham mayoritasnya adalah asing, namun yang ada dibenak masyarakat kita Gojek adalah perusahaan dalam negeri. Sedangkan Grab milik asing. Mereka – baik itu mitra maupun pelanggan, sudah memantik “peperangan” tak akan menggunakan perusahaan baru tersebut jika merger itu benar-benar terwujud.

Duo Bos Gojek, Kevin Aluwi dan Andre Soelistyo

Minggu lalu, ribuan pengendara ojek yang tergabung dalam Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) malah sudah terang-terangan menolak rencana tersebut. Serikat yang menaungi para pengendara ojek online itu khawatir, dengan adanya penggabungan ini maka akan ada efisiensi. Yang ujung-ujungnya adalah pengurangan mitra dengan cara pemutusan kerja sepihak. Sekarang saja belum ada merger, bonus yang didapatkan para mitra sudah sangat susah. Syaratnya semakin dipersulit. Apalagi kalau nanti jadi bergabung. Mitranya makin banyak otomatis order makin jarang, pungkas salah seorang pengendara Gojek. Dilansir dari Detik Finance, Presidium Garda Igun Wicaksono mengatakan, pihaknya masih menunggu kejelasan rencana merger tersebut. Kalau rumor itu benar terealisasi, maka pihaknya akan menyurati pemerintah cq Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi. Kalau pemerintah tak bisa menjembatani aspirasi mereka, maka para pengendara ini mengancam akan mengadakan demo besar-besaran di seluruh Indonesia.

Melihat prospeknya ke depan, saya rasa bukan hanya mitra dan konsumen saja yang akan dirugikan, Gojek-pun juga akan dirugikan. Sebab saat ini mereka telah menguasai pangsa pasar dalam negeri. Intangible asset-nya pun berupa merek, saya kira juga sangat bernilai. Brand Gojek, Gopay, dan Gofood, sudah melekat di hati sebagian masyarakat kita. Memang kalau hitungannya hanya dari nilai valuasi dan jumlah pengunduh aplikasi se-ASEAN, Gojek masih di bawah Grab. Namun kalau pemerintah dan para investor Indonesia serius mau membantu membesarkannya, tentu perusahaan inipun bisa makin membesar. Kita harus meniru langkah Tiongkok, yang mau melindungi perusahaan-perusahaan dalam negerinya dari terjangan asing. Perlindungan yang dimaksud tentu perlindungan yang sehat, yang akan mendorong kebersaingan. Bukan proteksi ala Orde Baru. Sudah seharusnya pemerintah kita aware dan memiliki sikap keberpihakan terhadap perusahaan rintisan dalam negeri. Investor boleh saja datang dari manapun. Namun kebijakan tetap harus di tangan anak bangsa.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s