Menakar Peluang Ganjar, Anies, dan Emil Sebagai Capres 2024

Posted: 23 Mei 2022 in Politik
Tag:, , , ,

Pemilihan presiden RI yang baru, rencananya akan digelar pada tanggal 14 Februari 2024. Ini artinya tak sampai 21 bulan lagi, helat besar lima tahunan tersebut akan terselenggara. Namun beberapa partai politik, tukang survei, serta pengamat, sudah melakukan persiapan dengan menyorong nama-nama yang akan dipilih oleh rakyat nanti. Beberapa pollster bahkan sudah melakukan jajak pendapat dalam satu tahun terakhir. Dari hasil jajak pendapat itu, empat nama yang sering masuk ke dalam bursa capres adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Ridwan Kamil. Urutannya tentu tak selalu seperti ini. Bisa berubah-ubah, tergantung pollster dan periode pengambilan sampelnya. Kadang Prabowo yang di atas, Ganjar di urutan kedua, Anies ketiga, dan di bulan yang lain bisa Ganjar di posisi pertama, diikuti oleh Anies, dan seterusnya.

Jika kita melihat keempat calon tersebut, belum bisa dipastikan mana dari tokoh-tokoh itu yang akan maju sebagai capres 2024 nanti. Prabowo meski memiliki kendaraan politik lewat Partai Gerindra, namun suaranya tak sampai 20% kursi parlemen. Oh iya, perlu disampaikan bahwa syarat untuk bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden 2024-2029, haruslah partai politik (parpol) atau gabungan parpol yang memiliki kursi di parlemen sebesar 20%, atau yang jumlah suaranya mencapai 25%. Jadi meskipun Gerindra punya kursi di parlemen, namun jumlahnya tak mencapai 20%. Ia perlu berkoalisi dengan partai lain agar bisa cukup syarat yang diperlukan. Begitu juga dengan Ganjar. Meskipun ia kader partai terbesar : PDI-P, namun ia hanyalah petugas partai. Sebagaimana cuitannya di Twitter, ia hanyalah “anak kos-kosan”. Oleh karenanya walaupun pada hasil survei ia sering berada di atas, Ganjar masih menghadapi kendala : apakah partainya mau mencalonkan dirinya. Mengingat hingga saat ini, Partai Banteng menginginkan Puan yang maju sebagai calon presiden. Bagaimana dengan Anies dan Emil?

Anies dan Emil-pun setali tiga uang. Belum ada satupun partai yang mendeklarasikan mereka untuk menjadi calon presiden 2024. Partai Nasdem sempat memunculkan nama Anies sebagai calon disamping dua calon lainnya : Ganjar dan Andika Perkasa. Menurut Ketua DPP Nasdem, Willy Aditya, ketiga nama ini baru secara resmi diusulkan dalam Rakernas Partai di pertengahan bulan Juni 2022. Melihat kedekatan Anies-Ganjar dengan Surya Paloh, besar peluang dua orang inilah nantinya yang akan ditetapkan sebagai capres dari Nasdem. Berbeda dengan Anies yang tanpa beban — karena bukan kader partai, posisi Ganjar agaklah sedikit dilema. Kalaulah benar ia disorongkan sebagai calon Nasdem, maka Partai Banteng tak akan tinggal diam. Bisa jadi ia akan dipecat dari keanggotaan partai, dan ini pasti tak dinginkan olehnya. Mengingat selama ini ia telah dibesarkan PDI-P hingga menjadi Gubernur Jawa Tengah sekarang. Lalu kemudian apakah Anies berpeluang menjadi calon dari Nasdem? Belum tentu. Mengingat suara Nasdem-pun tak cukup 20%. Ia butuh aliansi dengan partai lain yang boleh jadi sudah memiliki kandidatnya sendiri. Emil juga menghadapi kendala yang sama. Hingga hari inipun, belum ada satu partai yang terang-terangan menyebut namanya. Memang ia kerap menghadiri beberapa acara partai. Terakhir ia melakukan safari politik ke pimpinan partai Koalisi Indonesia Bersatu (Golkar-PAN-PPP). Tetapi itu belum menjamin namanya untuk disorongkan sebagai kandidat capres.

Melihat kondisi ini, dimana belum ada satupun nama yang menjadi calon kuat, bisa jadi akan muncul nama-nama kuda hitam diluar keempat nama tersebut. Nama-nama seperti Sandiaga — yang dalam beberapa survei terakhir telah melampaui Emil — atau Agus Yudhoyono dan Tri Rismaharini, bisa juga berpeluang untuk menjadi kandidat. Atau mungkin saja politisi gaek macam Jusuf Kalla yang kembali turun gunung. Who knows? Kini yang diperlukan oleh para kandidat adalah kemampuan meyakinkan para ketua partai untuk menjadikan mereka sebagai calon dari partai tersebut. Karena tanpa kemampuan ini, tak ada artinya elektabilitas yang tinggi. Ganjar atau Anies, percuma punya hasil survei teratas tanpa bisa melobi elit-elit partai untuk memilih mereka. Disinilah seninya berpolitik. Orang-orang yang mampu melobi, akan memenangkan pertarungan. Sekarang yang harus dipastikan oleh kita sebagai civil society adalah bagaimana dalam lobi-lobi tersebut tetap mengedepankan kepentingan bangsa – bukan kepentingan pihak tertentu. Karena jika ini terciderai, maka boleh jadi rakyat akan golput dalam Pilpres 2024 nanti. Dan ini akan membawa preseden buruk bagi kepemimpinan nasional dalam lima tahun mendatang.

Masa Depan Politisi dan Partai Politik

Survei Litbang Kompas 17-30 Januari 2022

Jika melihat beberapa hasil suvei yang dirilis oleh lembaga survei, kita bisa menangkap bahwa banyak kandidat yang muncul bukan dari kalangan politisi. Dari 13 tokoh hasil survei Litbang Kompas, hanya Ganjar Pranowo dan Puan Maharani yang meniti karier politik dari bawah. Selebihnya berasal dari kalangan militer (Prabowo, Andika, Gatot, dan Agus Yudhoyono), akademisi (Anies dan Mahfud), pengusaha (Sandi, Ahok, dan Erick), teknokrat (Emil), serta birokrat (Risma). Sebagian besar mereka masuk ke politik setelah memiliki nama besar. Prabowo misalnya, ia mendirikan Partai Gerindra setelah kalah dalam konvensi Partai Golkar. Sebelumnya ia sempat menjadi Danjen Kopassus. Meski awal kariernya tak berada di jalur politik, namun boleh dibilang Prabowo berkeringat dalam membesarkan partai. Kini fenomena yang terjadi adalah orang-orang yang tak berkeringat justru memiliki elektabilitas yang tinggi. Seperti Anies dan Sandi yang baru masuk ke politik sejak 2014 dan 2017 lalu, namun namanya sudah melejit di papan atas kandidat capres 2024. Artinya, kurang dari delapan tahun mereka mampu mengkapitalisasi persona dan skill mereka untuk menjadi calon pemimpin bangsa.

Lalu kemana orang-orang partai? Mengapa mereka tak muncul sebagai calon pemimpin nasional. Kecuali Ganjar, tak ada satupun nama yang menonjol. Puan yang saat ini menjadi ketua DPR hanyalah satu koma. Begitupula dengan ketua umum partai besar seperti Airlangga dan Muhaimin, yang angkanya tak terpaut jauh dari Puan. Kalau begini, mesti ada yang salah dari pengelolaan partai politik kita. Selama ini partai hanya dijadikan sebagai kendaraan untuk memuluskan kepentingan pihak-pihak tertentu, sehingga masyarakat kurang percaya kepada politisi. Hal ini bisa dilihat dari rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap anggota parlemen. Dimana berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia pada bulan Maret lalu, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap DPR adalah yang paling rendah diantara lembaga-lembaga negara lainnya. Selain itu yang tak kalah penting adalah mandegnya pengkaderan. Partai-partai hanya dikuasai oleh orang atau keluarga tertentu, sehingga sulit bagi para politisi lainnya untuk menjadi pimpinan partai. Itulah sebabnya banyak diantara politisi kita yang seperti kutu loncat, karena mereka tak merasa memiliki partai tersebut. Lemahnya pengkaderan ditambah imej partai yang kurang baik, menyebabkan slot kepemimpinan bangsa banyak diisi oleh orang-orang non-partai.

Kalau dalam Pilpres 2024 nanti, partai politik tak berani mencalonkan kadernya untuk menjadi capres-cawapres, maka bisa dipastikan dalam sepuluh tahun ke depan para politisi hanyalah sebagai tukang sorak. Mereka cuma ribut-ribut di televisi mempertahankan calon presiden pilihannya, yang (sayangnya) bukan dari kader partainya. Tentu mereka tak mau kejadian di Pilpres 2014 dan 2019 lalu terulang kembali. Dimana kader-kader PKS hanya menjadi bemper Prabowo, yang sebenarnya bukan merupakan kader partai orens tersebut.

Untuk itulah, maka bisa dipahami jika di awal Mei ini Partai Golkar, PAN, dan PPP sepakat membangun Koalisi Indonesia Bersatu. Dimana poros ini nantinya bisa saja mencalonkan kader partainya sendiri sebagai capres-cawapres. Bukan tidak mungkin koalisi ini akan mengusung pasangan Airlanggga-Zulkifli Hasan. Kalau benar mereka mencalonkan orang dalam, maka ini akan menjadi semacam game changer. Partai-partai lain boleh jadi akan mengikuti langkah mereka untuk mencalonkan kader internal sebagai kandidat. Beberapa ketua partai yang selama ini tersandera oleh hasil survei, boleh jadi akan lebih percaya diri menyorongkan nama mereka. Muhaimin Iskandar yang namanya selalu berada di papan bawah, mungkin saja akan lebih pede setelah melihat lawannya adalah Airlangga atau Puan Maharani. Dan kalau partai-partai ini mencalonkan kader internalnya, maka peluang Anies, Emil, dan juga mungkin Ganjar akan semakin tertutup. Kalau ketiga orang ini tak masuk ke dalam daftar kandidat, maka kemungkinan besar Prabowo-lah yang akan menjadi presiden selanjutnya. Kita lihat saja. Ini masih musim pemanasan. Masih banyak kejutan-kejutan yang akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan.

                  

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s