Sejak tahun 2017, Indonesia seperti kebanjiran gerai minuman kekinian. Beberapa merek seperti Kopi Kenangan, Kopi Kulo, Haus, Janji Jiwa, Teguk, dan Esteh Indonesia, seolah-olah tak mau ketinggalan dengan melakukan ekspansi dimana-mana. Diantara beberapa merek tersebut, baru Kopi Kenangan yang beroleh titel unicorn. Perusahaan yang didirikan oleh tiga sekawan Edward Tirtanata, James Prananto, dan Cynthia Chaerunissa itu, telah memiliki 878 outlet per November lalu. Jumlah ini tumbuh sekitar 51,5% dibandingkan akhir tahun 2021. Pantas! di setiap sudut kota terutama di Pulau Jawa, kedai kopi ini dengan mudah kita jumpai. Untuk pendapatannya, konon pada tahun lalu merek yang terkenal dengan kopi gula arennya itu berhasil menjual sekitar 60 juta cup kopi. Yang jika dikonversikan setara Rp 1,2 triliun. Dengan injeksi modal mencapai Rp 5 triliun, omset sebesar itu boleh dibilang cukup reasonable. Pesaingnya : Janji Jiwa, juga tak kalah mengkilap. Perusahaan yang bernaung di bawah Jiwa Group itu telah memiliki lebih dari 900 gerai. Untuk menunjang penjualan kopinya, Jiwa Group juga menawarkan roti premium. Sepotong sandwich spicy bulgogy misalnya, dibanderol seharga Rp 32.000. Melihat penjualan kopi serta rotinya yang tergolong laris, saya memprediksi pendapatan perusahaan ini sedikit di atas Kopi Kenangan.
Mengambil segmen market yang berbeda, dua tahun lalu giliran Esteh Indonesia yang menyeruak ke pasar. Kedai teh yang diinisiasi oleh Haidhar Wurjanto itu, seolah-olah tak mau mengikuti perlombaan kedai kopi yang berdarah-darah. Seperti berlayar di samudera biru, saat ini Esteh telah memiliki lebih dari 1.000 gerai. Jumlah ini tentu akan terus bertambah seiring dengan target sang pendiri yang akan terus berekspansi ke seluruh Indonesia. Agar mereknya lebih dikenal, Esteh tak ragu-ragu menggaet Nagita Slavina. Selebritis yang sedang naik daun itu, didapuk sebagai CEO perusahaan sejak Juli 2022 lalu. Satu lagi pemain minuman kekinian yang tak main-main adalah Teguk. Memang outlet-nya belum sebanyak Esteh atau Janji Jiwa. Tapi perusahaan minuman yang didirikan oleh Maulana Hakim dan Najwa Wahab itu telah membuka gerainya di New York City. Meski baru Teguk yang membuka cabangnya di luar negeri, tapi ini patut diapresiasi. Sebab di era pasar bebas sekarang ini, kesempatan untuk berkembang semakin terbuka. Siapapun bisa merambah mancanegara dan perusahaan asing-pun bisa masuk ke Indonesia.
Salah satu pemain asing yang belakangan gencar melakukan ekspansi di tanah air adalah Mixue. Perusahaan yang berasal dari Zhengzhou, China itu, kini sedang giat-giatnya membuka cabang dimana-mana. Setelah sukses di Tiongkok serta Vietnam, sejak Maret 2020 mereka mencoba peruntungannya di Indonesia. Di Jabodetabek saja, konon sudah ada lebih dari 100 gerai Mixue. Dan yang membuat saya terperangah, semuanya terlihat ramai. Di salah satu gerai di dekat rumah saya, parkiran motor pengunjungnya bahkan meluber hingga ke pinggir jalan. Berbeda dengan Kopi Kenangan, Esteh, atau Haus yang menyasar kaum pekerja, Mixue justru menarget para remaja. Jualannya yang berupa es krim serta es teh kekinian, telah menarik minat kawula muda. Lalu apa yang membuat Mixue begitu diminati masyarakat?
Kalau kita mengambil model 4 P bauran pemasaran, ada empat komponen yang menjadikan Mixue cukup berhasil. Yang pertama, Mixue berhasil menerobos tempat-tempat (place) yang tak dijangkau oleh kompetitor. Sekarang, siapa sih pemain di Indonesia yang bisnisnya es krim sundae? Esteh, Kopi Kenangan? Jelas bukan. Pesaing Mixue sejatinya adalah McD dan KFC. Dan kedua merek ini hanya berkutat di mal-mal serta pusat perbelanjaan besar. Nah, disitulah jelinya Mixue, mereka masuk ke kompleks-kompleks tempat dimana anak muda mangkal. Mereka juga mendekati para pelajar, dengan membuka gerai di dekat universitas serta sekolah-sekolah. Strategi ini mirip seperti Indomaret dan Alfamart yang aktif menjemput bola (konsumen). Kunci sukses yang kedua adalah harganya (price) yang relatif murah. Dibandingkan McFlurry-nya McD atau KFC Sundae, harga Mixue boleh dibilang cukup bersaing. Produk handalannya : Mango Sundae, cuma dibanderol seharga Rp 16.000. Kalau mau ditambah boba, jadi Rp 22.000. Sebagai perbandingan, harga McFlurry yang ukurannya separuh Mango Sundae, bisa mencapai Rp 11.000. Belum lagi kalau belinya di mal, bakal kena extra charge parkir Rp 5.000.
Meski harganya lumayan murah, tapi produk (product) Mixue gak terkesan murahan. Selain memberikan sendok bergerigi, kemasannya yang di dalam gelas plastik juga terlihat elegan. Bandingkan dengan McFlurry yang cuma dibungkus paper cup. Untuk tekstur es krimnya, boleh dibilang 11-12 dengan McD. Namun untuk rasa, Mixue jauh lebih enak. Selain lebih creamy, es krim ini juga menawarkan aneka rasa dan kombinasi. Dibandingkan McD yang cuma punya dua varian, Mixue ada lebih dari 15 varian. Oiya, selain es krim, Mixue juga menawarkan aneka minuman teh. Beberapa produk minumannya yang cukup digemari antara lain Coconut Jelly Milk Tea dan Hawaiian Fruit Tea. Nah, untuk teh kekiniannya, saya rasa Mixue akan bersaing ketat dengan Esteh, Haus, ataupun Teguk.
Kunci sukses Mixue selanjutnya adalah promosinya (promotion) yang tepat sasaran. Meski tak pernah memasang billboard atau iklan di televisi, namun Mixue cukup gencar berkampanye lewat media sosial. Tiktok dan Instagram adalah dua media yang kerap kali mereka gunakan. Melalui media ini, banyak produk mereka yang kemudian viral. Maklum kedua pengguna media ini adalah generasi zet dan milenial yang memang menjadi target mereka. Dari situlah Mixue kemudian beroleh pembeli yang tak putus-putus. Untuk memasarkan produknya secara massif, Mixue bekerjasama dengan para mitra (franchisee). Calon mitra ini akan diseleksi secara ketat oleh tim survei, sebelum akhirnya diputuskan untuk membuka cabang. Dengan menjamurnya cabang Mixue dimana-mana, secara tak langsung juga merupakan bentuk promosi mereka. Jika dalam radius 2-3 kilometer masyarakat terus dijejali logo boneka salju bertongkat es krim, lama kelamaan masyarakat juga akan aware. Sekarang, jika Anda menanyai 10 anak secara acak, 7 pasti mengenal Mixue.
Lalu, dengan strategi ciamik seperti itu, apakah Mixue akan menggeser merek-merek minuman kekinian asal Indonesia? Belum tentu. Karena kalau saya perhatikan, Mixue justru kuat di produk es krim-nya. Yang akan terganggu malah produk es krim dari brand asal Amerika seperti McD, KFC, ataupun A&W. Selain itu merek lokal seperti D’Besto dan Lazzato yang juga menawarkan es krim cone, juga akan ikut terdampak. Untuk Esteh, Haus, serta Teguk yang memiliki irisan produk dengan Mixue, harus siap-siap menghadapi Mixueisasi. Ketiganya harus mampu menciptakan produk pengganggu yang bisa mengalihkan perhatian anak-anak muda. Kalau perlu, mereka juga menjual es krim sundae. Dengan harga yang lebih murah Rp 1.000, serta rasa dan packaging menarik, saya yakin masyarakat akan beralih. Untuk Kopi Kenangan, Janji Jiwa, serta Kopi Kulo, juga harus segera berinovasi. Meski produk yang ditawarkan berbeda dari Mixue, tapi ketiganya menjual produk substitusi. Di Indonesia, belum banyak kaum middle-low yang mempunyai budaya ngopi yang kuat. Selama ini mereka membeli kopi hanya karena sedang mengikuti tren. Boleh jadi para penggemar kopi dadakan ini akan berpindah ke lain hati, kalau ketiganya tak berinovasi.