Posts Tagged ‘Bahasa Indonesia’


Tempat diselenggarakannya Sumpah Pemuda 1928

83 tahun lalu, di Jalan Kramat 106 Jakarta, telah terjadi peristiwa Sumpah Pemuda. Sebuah momen sarat makna bagi persatuan Indonesia. Dan untuk mengenang kejadian tersebut, pada kesempatan kali ini penulis akan mengangkat satu pokok yang cukup penting, yakni terbentuknya Bahasa Indonesia. Nama Bahasa Indonesia itu sendiri secara resmi disampaikan pada acara Kongres Pemuda II, atau yang lebih dikenal dengan Sumpah Pemuda. Dari tiga pokok isi sumpah tersebut, yakni berbangsa satu, bertanah air satu, dan berbahasa satu, penentuan bahasa persatuan-lah yang paling sulit.

Namun akhirnya diputuskanlah Bahasa Melayu yang menjadi lingua franca di Kepulauan Nusantara, sebagai bahasa persatuan Indonesia. Mohammad Yamin, sang pencetus utama digunakannya Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, dalam pidatonya mengungkapkan : “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu Bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, Bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.” Ada kejadian yang sangat menarik dan cukup mengharukan dalam pengambilan keputusan itu. Yakni sikap kedewasaan dan tenggang rasa yang ditunjukkan oleh anggota perkumpulan Jong Java. Mereka — yang mayoritasnya menggunakan Bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari — tidak memaksakan kehendak untuk menjadikan Bahasa Jawa sebagai bahasa persatuan. Padahal jika mengacu kepada hasil Volkstelling (Sensus Penduduk) tahun 1930, etnis Jawa berjumlah sekitar 47% dari seluruh penduduk Indonesia. Jauh di atas pengguna Bahasa Melayu, yang tak lebih dari 25% penduduk Indonesia.

(lebih…)

Iklan

Kepulauan Indonesia Raya

Umum diketahui orang, Indonesia merupakan negeri kepulauan terbesar di dunia. Tak kurang dari 17.000 pulau, berjajar di antara Lautan Hindia dan Pasifik. Membentang dari Sabang di sebelah barat hingga ke Merauke di timur, dari Pulau Rote di selatan sampai Kepulauan Talaud di utara. Negerinya yang berpulau-pulau, yang terhubung oleh selat-selat dan laut, menjadi kendala tersendiri dalam mengelolanya. Kendala lain ialah, banyaknya wilayah yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung. Maklum, Indonesia dilewati oleh dua lengkung pegunungan, Lingkar Pasifik dan Alpen-Banda.

Pesawat perintis, feri, dan kapal laut, menjadi transportasi handalan negeri ini. Namun sulitnya jenis transportasi tersebut, menimbulkan biaya yang tak sedikit bagi keberlangsungan hidup masyarakatnya. Warga Kabupaten Natuna atau Sangihe Talaud misalnya, harus perlu waktu berminggu-minggu untuk menunggu kapal yang berangkat menuju ibu kota propinsi. Masyarakat Pegunungan Tengah di Papua, setali tiga uang dengan mereka. Walau tak ada laut yang memisahkan Jayapura dengan Pegunungan Tengah, namun letaknya yang tersuruk di antara gunung-gunung dan bukit, menjadikannya wilayah yang terisolasi dari peradaban. Untuk menuju Jayapura atau sebaliknya, masyarakat Pegunungan Tengah harus menunggu pesawat cukup lama, kadang hingga berbulan-bulan. Sulitnya pengangkutan di daerah-daerah terpencil, berakibat pula pada mahalnya harga barang-barang kebutuhan pokok. Jika di Jakarta harga satu zak semen hanya Rp 55.000, maka di Talaud ataupun Natuna harganya bisa mencapai Rp 200.000.

(lebih…)