
Tiga Serangkai : Sjahrir, Soekarno, Hatta
Jika di Indonesia ini harus dibuat pula patung kepala pendiri bangsa seperti di Amerika sana, maka saya akan mengusulkan empat tokoh founding fathers kita : Tan Malaka, Soekarno, Hatta, dan Sjahrir. Mereka adalah orang-orang Indonesia di atas rata-rata, yang berpikir melampaui zamannya. IQ mereka mungkin tak pernah ada orang yang tahu, tapi dari kemampuan mereka menulis, mengelola partai politik, hingga berhasil mendirikan republik ini, jelas mereka-mereka itu sangatlah jenius.
Mereka berempat orang-orang segenerasi yang lahir pada saat politik dunia sedang memanas. Tan Malaka (lahir 1896), Soekarno (lahir 1901), Hatta (lahir 1902), dan Sjahrir (lahir 1909) berada di usia matang pada saat kekuasaan orang-orang Belanda mulai memasuki senja. Sehingga pada tahun 1945, disaat Perang Dunia Kedua berakhir dan terlepasnya Indonesia dari cengkeraman kolonialisme Belanda, mereka siap memimpin negeri ini. Dalam perguliran sejarah bangsa, Soekarno, Hatta, dan Sjahrir duduk dalam kursi formal pemerintahan negara, sedangkan Tan Malaka menjadi pemimpin oposisi.
Tan Malaka, Hatta, dan Sjahrir lahir dan tumbuh dari keluarga Minangkabau yang pragmatis. Sedangkan Soekarno lahir dari pasangan Jawa-Bali dan besar di tengah-tengah lingkungan yang heterogen. Walau meresap adat budayanya, namun mereka tumbuh sebagai orang-orang kosmopolitan yang tak terkungkung oleh semangat etnosentris. Kesadaran dan pandangan mereka, melebihi batas-batas lingkungan budaya.
Keempat tokoh tersebut menyerap baik-baik pola pendidikan Belanda yang diterimanya sedari kecil. Bahkan Tan, Hatta, dan Sjahrir pergi ke negeri Belanda untuk melanjutkan pendidikannya. Mengenyam sistem dan tata cara pendidikan Barat, membiasakan mereka untuk disiplin, bekerja runut, dan berpikir secara sistematis. Hal inilah yang kelak menjadi bekal perjuangan mereka.
Tan Malaka, Soekarno, Hatta, dan Sjahrir merupakan tokoh politik terkemuka. Dalam menjalankan misi-misinya tentu mereka mendirikan partai politik sebagai kendaraan untuk mencapai Indonesia merdeka. Tan mendirikan Pari dan Murba, Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia, Hatta mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia, dan Sjahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia. Walau partai-partai ini tidaklah bertahan lama, namun dalam perjalanannya cukup mewarnai spektrum ideologi rakyat Indonesia.
Selain mahir berpolitik, mereka adalah orang-orang yang produktif dalam menulis. Sjahrir menulis risalah revolusi Perjuangan Kita, Soekarno menulis buku Di Bawah Bendera Revolusi, sedangkan Hatta telah menulis sejak usia belia. Tulisannya sangat imajinatif dan bermacam-macam, mulai dari cerpen fiksi Hindania sampai merumuskan ide demokrasi Indonesia dalam buku Demokrasi Kita. Di antara mereka berempat, Tan Malaka-lah yang paling produktif. Di samping buku Dari Penjara ke Penjara, magnum opusnya Madilog menjadi bacaan wajib bagi tokoh intelektual dan pergerakan hingga saat ini. Tulisannya yang lain, Naar de Republiek Indonesia, menjadi penanda awal pemikiran bentuk negara kita.
Dalam perjuangannya menentang imperialisme, penjara dan pembuangan kerap menghampiri mereka. Soekarno masuk penjara Sukamiskin, serta mengalami pembuangan ke Ende dan Bangka. Hatta telah mengalami penangkapan ketika di Belanda, karena aktivitas politiknya bersama Perhimpunan Indonesia. Kemudian bersama Sjahrir, dia dibui di Cipinang serta mengalami pembuangan ke Bouven Digul dan Bandaneira. Tan tak terperikan lagi penderitaannya. Masuk dari satu penjara ke penjara lainnya, menjadi buronan polisi Belanda, Inggris, dan Amerika. Di Hongkong Tan sempat tertangkap. Dalam penangkapan itu ia bergumam bahwa suaranya akan lebih keras ketika berada di dalam kubur. Tan memang politisi yang sulit dibungkam. Meski berada di dalam penjara, ide-idenya terus bergema dan menjadi pijakan banyak aktivis kemerdekaan.
Walau mereka berempat saling mengkritik dan berdebat, tetapi dalam kesehariannya tetap saling hormat-menghormati. Seperti kerasnya Tan Malaka melawan pendirian Soekarno-Hatta yang dianggapnya berkolaborasi dengan Jepang, namun mereka berdua tetap respek kepada Tan. Dalam sebuah testamennya setelah menjadi presiden, Soekarno mengatakan jika ia tertangkap maka Tan Malaka-lah yang akan menggantikannya. Hal ini menjadi bukti hormat Soekarno kepada seniornya itu. Begitu pula tragedi saling tangkap antara Tan dan Sjahrir pada masa revolusi fisik, namun keduanya tetap saling hormat menghormati. Saling debat antara Soekarno dan Hatta yang mengakibatkan mundurnya Hatta dari posisi wakil presiden, tetap tak menghilangkan rasa simpati diantara keduanya hingga akhir hayat.
Itulah keempat founding fathers kita, penuh ilmu, banyak siasat, persisten, dan berjiwa besar. Mereka adalah negarawan sejati yang berjasa bagi terbentuknya republik ini.
Sumber foto : Majalah Mingguan Tempo
Rasanya saya sependapat.. Kadang memang rindu juga dengan ketauladanan mereka.
SukaSuka
Saya sangat mengagumi ke empat toko tersebut. tiga di antaranya adalah orang minang. perlu diingat bahwa para tokoh tersebut tidak lahir begitu saja, tapi dibentuk dan didik dengan budaya yang ada.
SukaSuka