Jalan lintas Sumatera menuju Pelabuhan Bakauheni (sumber : kompas.com)

Jalan lintas Sumatera menuju Pelabuhan Bakauheni (sumber : kompas.com)

Tahun ini kawan saya yang dari Manna, Bengkulu tak bisa pulang kampung. Pasalnya jalan di daerah Liwa banyak yang rusak, berlubang-lubang hingga sedalam 50 cm. Menurutnya, jalan di sekitar Liwa hingga Krui sudah rusak bertahun-tahun. Namun tahun ini nampaknya semakin parah. Pemerintah disini seolah-olah tak menganggap penting keberadaan jalan yang menjadi bagian lintas barat Sumatera itu. Jalan ini sudah sejak lama menjadi ruas vital masyarakat di pantai barat Sumatera. Jika jalan ini terputus, maka pasokan barang yang menuju Manna dan kota Bengkulu jadi terhambat. Tak hanya truk-truk besar yang kerap terjebak, mobil pribadi-pun banyak yang kesulitan menaklukkan jalur ini. Padahal kalau jalan disini mulus, orang-orang yang hendak ke Painan ataupun Padang, tak harus melewati lintas tengah. Cukup melalui lintas barat, mereka bisa memangkas jarak maupun waktu tempuh.

Jika di lintas barat banyak jalan yang berlubang, di lintas timur tahun ini terasa lancar. Jalur yang menjadi urat nadi perekonomian Sumatera itu, kini kembali menjadi pilihan sebagain besar pemudik. Sebab jalur yang menghubungkan kota-kota besar di Sumatera itu, hampir seluruhnya sudah dibeton. Oleh karenanya banyak truk-truk besar maupun bus antar kota antar propinsi (AKAP) yang melintasi jalur timur. Di jalur ini, mobil bisa digeber hingga 100 km/jam. Terlebih selepas kota Palembang hingga perbatasan Jambi, kendaraan bisa dipacu semaksimal mungkin. Biasanya di Bayung Lencir jalan agak sedikit rusak, namun setelah itu kembali mulus.

Jalan-jalan jelek kini sudah tak seberapa lagi. Tantangannya justru datang dari truk-truk besar yang berjalan beriringan. Bagi Anda yang tak terbiasa salip-menyalip, melewati rombongan truk yang berjalan lamban sangatlah memuakkan. Iring-iringan truk yang sarat muatan, biasanya hanya dipacu hingga kecepatan 40 km/jam. Apalagi di jalan yang menanjak, truk sampai berhenti karena beratnya beban yang dibawa. Rintangan yang lain datang dari bus-bus AKAP yang tak pernah mau mengalah. Bus-bus tua, kadang sudah tak melawan lagi untuk dibawa kencang. Namun beberapa supir yang keras kepala, sering tak mau memberikan jalan bagi pengemudi di belakangnya. Akibatnya antrean panjang mengular hingga beberapa puluh meter.

Kondisi lintas timur Sumatera di Banyuasin, Sumatera Selatan (sumber : antaranews.com)

Kondisi lintas timur Sumatera di Banyuasin, Sumatera Selatan (sumber : antaranews.com)

Setibanya di Tempino, beban lalu lintas terpecah dua. Bus-bus AKAP maupun truk-truk barang tujuan Padang, banyak yang berbelok ke Muaro Bungo. Lewat perbatasan Riau, jalan mulai bergelombang. Naik-turun seperti di atas roller coaster. Dari Pangkalan Kerinci hingga Pekanbaru, medan jalan hampir serupa lintasan Palembang – Jambi. Namun disini masih jarang ditemukan rumah-rumah penduduk, jadi agak rawan! Yang ada hanyalah rerimbunan kebun-kebun kelapa sawit milik para konglomerat.

Bagi sebagian besar pemudik, terutama tujuan Pekanbaru atau Medan, lintas timur merupakan pilihan yang tepat. Selain jalannya yang besar dan lurus, di jalur ini banyak tersedia rumah makan, ATM, dan pom-pom bensin. Sehingga di malam hari-pun, tak kan khawatir untuk melanjutkan perjalanan. Karena nyamannya perjalanan di lintas timur, beberapa pemudik tujuan Padang ataupun Bukittinggi, kerap melintasi jalur ini. Walau mereka harus menempuh jarak tambahan sekitar 100 km.

Meski lintas tengah bukanlah rute favorit, namun melintasi jalur ini ada kesenangannya tersendiri. Medan yang berat serta banyaknya “bajing loncat”, menjadi tantangan bagi para adventurer sejati. Jalur lintas tengah memang tak seramah di lintas timur, namun disini banyak pemandangan yang bisa kita nikmati. Sungai-sungai, gunung, serta lembah, menjadi permainan mata yang sungguh menakjubkan.

Jika hendak melewati lintas tengah, ada baiknya Anda memahami medan yang akan dilalui. Disini keberadaan rumah makan, tambal ban, dan pom bensin, tak sebanyak di lintas timur. Selain itu jalannya yang berkelok dan mendaki, terkadang menjadi kendala bagi yang belum terbiasa. Apalagi kalau membawa penumpang yang suka mabuk darat, jalur ini tidak kami rekomendasikan. Satu lagi yang cukup penting adalah hindari berkendara di malam hari, terutama untuk lintasan yang rawan kejahatan. Jika terpaksa berjalan non-stop, maka carilah kawan yang bisa diajak konvoi.

Pengalaman penulis ketika melintasi jalur ini, banyak kejahatan pencurian yang disebabkan oleh ulah pemuda lokal. Dalam suatu ketika di awal tahun 2000-an, kami hampir dihadang para pemuda tanggung di jalan yang berlubang. Dari kejauhan, kira-kira pada jarak 50 meter, kami melihat segerombolan pemuda (5-6 orang) yang membawa balok, melintang di tengah jalan. Firasat kami berkata, jika sampai berhenti maka mereka akan meminta apa yang kami punya. Atau setidaknya mereka akan minta uang dalam jumlah besar. Maka untuk mencari selamat, mobil kami pacu sekencang-kencangnya. Dengan asumsi mereka akan menghindar dari terjangan kami. Feeling kami tepat, mereka menghindar dan tak terjadi apa-apa. Kejadian itu terjadi di jalur antara Lahat dan Tebingtinggi, sekitar jam 6 pagi.

Restoran Taruko Jaya (sumber : bismania.com)

Restoran Taruko Jaya (sumber : bismania.com)

Pernah kerabat kami yang mudik melewati jalur yang sama, terkena lemparan batu. Akibatnya dia dibawa ke Rumah Sakit Umum Lahat, setelah bagian pipi kanannya terkena serpihan kaca. Jalur Lahat–Tebingtinggi-Lubuklinggau, memang terkenal angker. Disini beberapa pemuda — bahkan banyak pula yang setengah baya, tak segan-segan melakukan kekerasan untuk mendapatkan barang rampasan. Menurut cerita pemilik warung di Tanjung Enim, aksi pencurian oleh “bajing loncat” di lintas tengah Sumatera Selatan memang kerap terjadi. Biasanya dilakukan oleh pemuda-pemuda putus sekolah, yang punya kepandaian tanggung dan sulit mendapat pekerjaan.

Dari pengamatan penulis, kawasan Lahat–Lubuklinggau memang tergolong daerah minim. Sedikit sekali kegiatan bercocok tanam yang bisa dilakukan oleh masyarakat setempat. Sebagian besarnya hanya berupa hutan-hutan liar. Oleh sebab itu, banyak masyarakat di usia produktif yang kerja serabutan : menjadi “bajing loncat”, tukang palak, atau penarik retribusi keamanan. Gawean ini tentu bukanlah pilihan yang tepat, namun nampaknya itulah satu-satunya cara yang bisa mereka lakukan. Mengingat jalur Lahat-Lubuklinggau merupakan jalur persilangan yang ramai dilintasi orang.

Untuk menghindari tindak kejahatan di malam hari, banyak pemudik yang bermalam di Tanjung Karang. Atau ada pula yang mengatur siasat dengan melakukan konvoi (antara 3-4 mobil), mulai dari Kota Bumi sampai selepas Sumatera Selatan (Sarolangun/Bangko). Di Kota Bumi, biasanya mereka berkumpul di rumah makan Taruko Jaya. Disini sambil menunggu karib kerabat, mereka bisa berlepas hajat dan istirahat sedapatnya.

 

Rumah Makan

Berbicara mengenai rumah makan, di jalur lintas Sumatera hampir keseluruhan restoran besar menyajikan Masakan Padang. Namun banyak pula rumah makan yang menghidangkan masakan-masakan lokal. Di Lampung, kita masih bisa bersua warteg atau warung makan khas Jawa Tengah. Rumah makan Sunda, satu-dua ada juga di wilayah Lampung Selatan, namun hanya berupa warung-warung kecil. Warung ini biasanya tempat berkumpul para supir truk, untuk sekedar minum kopi dan makan gorengan. Kebanyakan usaha warung makan di provinsi Lampung dikelola oleh para transmigran asal Jawa Tengah dan Jawa Barat. Jadi jangan harap disini Anda bisa menjumpai restoran-restoran Sunda seperti Dapur Sunda atau Ampera.

Restoran Pagi Sore di Sungai Lilin, Sumatera Selatan (sumber : rgdv.wordpress.com)

Restoran Pagi Sore di Sungai Lilin, Sumatera Selatan (sumber : rgdv.wordpress.com)

Yang cukup representatif dan menjadi langganan para pemudik adalah restoran-restoran besar yang dikelola oleh para perantau Minang. Restoran-restoran ini tak hanya ruang makannya saja yang besar, namun juga lapangan parkir serta fasilitasnya (seperti toilet, mushola, kantin) yang cukup memadai. Di Lampung Utara, Restoran Taruko Jaya biasa menjadi langganan para pemudik. Saat ini jaringan restoran Taruko telah memiliki tiga restoran di Lampung Utara : dua di Kota Bumi dan satu di Tegineneng.

Jika grup Taruko menguasai pangsa pasar di Lampung Utara, maka di Lampung Tengah dan Lampung Selatan, jaringan restoran Begadang yang banyak kita jumpai. Di dua kabupaten ini (termasuk Bandar Lampung), Haji Dasril Sutan Bagindo sudah membuka enam buah rumah makan. Sehingga tak salah ketika turun dari kapal, banyak orang yang berencana untuk berhenti di restoran ini. Apalagi plang rumah makannya yang besar dan terang, membetot perhatian para pelintas. Bagi kami, restoran Begadang 5 merupakan salah satu tempat pemberhentian cukup favorit. Disini ruang sholat dan kamar mandinya lumayan bersih. Menu sarapan paginya-pun juga bervariasi.

Di Sumatera Selatan, terutama di jalur lintas timur, restoran Pagi Sore yang pegang kendali. Di jalur ini agaknya dominasi Pagi Sore cukup sulit tergoyahkan. Apalagi kini keluarga Haji Lismar terus mengguyur investasinya untuk mempercantik dan memperbanyak cabang. Jika Pagi Sore menyasar konsumen di lintas timur, maka Siang Malam mengambil pelanggan di jalur tengah Sumatera Selatan. Banyak orang yang berseloroh, kapan-pun Anda tiba di Sumatera Selatan, baik pagi-siang-sore ataupun malam, Anda tak akan kelaparan. Sebab disana menjamur rumah makan Pagi Sore dan Siang Malam, yang ternyata pemiliknya adalah kakak-beradik. Ya, pemilik restoran Siang Malam, Haji Nailis, adalah kakak dari Haji Lismar. Keduanya merupakan pengusaha Minang yang sudah berbisnis di Sumatera Selatan sejak tahun 1973.

Jika di Sumbagsel (Lampung-Sumsel-Bengkulu) banyak kita jumpai rumah makan berukuran besar, di area Sumatera Tengah (Sumbar-Riau-Jambi) justru sedikit sekali restoran-restoran semacam itu. Salah satu restoran yang cukup besar –- dan mungkin yang terbesar di jalur lintas Sumatera, adalah rumah makan Umega di Gunung Medan. Umega semula merupakan rumah makan kecil di tengah-tengah belantara Dharmasraya, Sumatera Barat. Namun kini restoran itu telah menjelma menjadi sebuah kompleks peristirahatan, yang terdiri dari dua rumah makan, toserba, wartel, dan tempat penginapan. Hampir setiap bus-bus AKAP jurusan Jakarta-Padang, Medan, dan Banda Aceh, singgah di rumah makan ini. Konon nama Umega diambil dari kalimat : Usaha Menambah Gaji, yang pada mulanya merupakan usaha sampingan Haji Zubir Sutan Bagindo. Kini mantan pejuang itu tak hanya mengelola rumah makan, namun juga hotel, toserba, serta juga usaha pertanian dan peternakan.

Restoran Umega, Gunung Medan (sumber : Hendry Umar di panoramio.com)

Restoran Umega, Gunung Medan (sumber : Hendry Umar di panoramio.com)

Bagi kami, tak ada cerita kalau tak makan di Umega. Sebab pemberhentian terakhir sekitar 6 jam yang lalu, jadi perut sudah terasa lapar. Disini selain lauk-pauknya yang cukup enak, fasilitas ruang sholat dan kamar mandinya-pun tergolong memadai. Kalau Anda hendak mengisi ransel dengan aneka macam cemilan, di Umega ada pula toserba yang menjualnya.

Yang ingin merokok, di bagian depan restoran terdapat beranda yang cukup luas. Disini sehabis makan, banyak orang yang duduk-duduk sambil memperhatikan bus-bus AKAP keluar-masuk restoran. Adapula yang iseng mengamati para penumpang yang baru turun dari bus. Penumpang dari Jakarta ataupun Medan, banyak yang nampak lusuh. Sebab mereka sudah sehari semalam di perjalanan. Oleh karenanya banyak diantara mereka yang setibanya di Umega akan mandi dan berganti pakaian. Dari pengamatan penulis, ada sekitar 20 bus AKAP yang diparkir di halaman rumah makan ini. Jika rata-rata setiap bus berisi 40 penumpang, maka dalam waktu yang bersamaan Umega menampung sekitar 800 orang pengunjung. Luar biasa!

 

Bus AKAP

Seperti halnya di lintas Pantura pulau Jawa, di jalur lintas Sumatera banyak pula bus-bus antar kota antar propinsi yang berseliweran. Umumnya bus-bus tersebut memiliki rute jarak jauh : Jakarta-Padang, Jakarta-Pekanbaru, atau Jakarta-Medan. Adapula rute-rute dekat, misal Palembang-Jambi, Palembang-Bengkulu, Jambi-Padang, atau Padang-Pekanbaru, yang biasanya dilayani oleh bus-bus berukuran sedang.

Umum diketahui, bus-bus AKAP yang dikelola para pengusaha Batak biasanya melayani rute-rute ke Sumatera Utara, seperti Medan, Sibolga, dan Padang Sidempuan. Begitu pula halnya dengan bus-bus AKAP yang dimiliki oleh pengusaha Aceh, kebanyakan mengambil rute tujuan Banda Aceh. Sedangkan bus-bus AKAP yang dioperasikan para pengusaha Minang, banyak melayani rute Padang, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Bukittinggi, dan Payakumbuh. Meski tak harus seperti itu, namun nampaknya begitulah yang terjadi di jalur lintas Sumatera.

Bus ANS kelas Super Eksekutif

Bus ANS kelas Super Eksekutif

Oleh karenanya lazim ditemui banyak supir-supir Batak yang menjadi pengemudi bus ALS, Sampagul, atau Liberty. Serta supir-supir Minang yang mengendarai ANS, NPM, APD, Gumarang Jaya, dan Bintang Kedjora. Walau begitu adapula perusahaan otobus yang diluar pakem tersebut. Diantaranya PO. Lorena-Karina, yang meski dikelola oleh pengusaha Karo, namun pengemudinya banyak yang berasal dari etnis Jawa. Mungkin karena sebelumnya, Lorena telah banyak membuka rute ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga supir-supirnya-pun banyak yang berasal dari sana. Semula perusahaan bus yang didirikan oleh G. Terkelin Surbakti itu, di Sumatera hanya melayani rute Jakarta-Palembang-Jambi. Namun sejak tahun 2000-an, grup Lorena-Karina juga melayani rute Jakarta-Medan dan juga Jakarta-Padang.

Diantara perusahaan bus AKAP di Sumatera, yang sudah lama namun masih bertahan hingga saat ini ialah PO. NPM (Naikilah Perusahaan Minang). Perusahaan ini didirikan oleh Bahauddin Sutan Barbangso Nan Kuniang pada tahun 1937. Perusahaan yang berkantor pusat di Padangpanjang itu kini tak hanya melayani rute-rute antar kota, namun juga telah merambah ke bisnis bus pariwisata. Satu lagi perusahaan bus AKAP yang berbasis di Padangpanjang ialah APD (Angkutan Perindustrian & Dagang). Perusahaan yang dirintis oleh Leman Kayo itu memang tak sebesar NPM. Namun di era 1980-an, bersama NPM dan ANS, APD sempat menjadi raja di lintasan Sumatera.

Jika di Padangpanjang ada NPM dan APD, dari Bukittinggi ada bus ANS. Perusahaan ini boleh dibilang sebagai pionir penyedia kelas super eksekutif. Bahkan pada masa jayanya, ruang tunggu penumpang untuk pemberangkatan bus ANS tergolong mewah. Saat ini perusahaan yang dimiliki oleh Anas Sutan Jamaris itu memiliki rute dari Bandung hingga Medan. Perusahaan bus Gumarang Jaya dan Lampung Jaya, juga sempat merajai lintasan Sumatera, terutama untuk rute Jakarta-Bandar Lampung-Padang. Perusahaan bus yang dikelola oleh Alizar itu, semula hanya mengoperasikan trayek Jakarta-Bandar Lampung. Namun sejak dekade 1990-an, Gumarang Jaya juga ikut menikmati manisnya rute Jakarta-Bukittinggi-Payakumbuh. Walau kini sudah jarang terdengar, namun pada masa jayanya PO ini bisa memberangkatkan 10-12 bus per hari dari Jakarta.

Lorena, NPM, dan ALS : penguasa lintas Sumatera

Lorena, NPM, dan ALS : penguasa lintas Sumatera

Untuk tujuan Jambi dan kota-kota di pesisir barat Sumatera, Family Raya kini mulai diperhitungkan. Pada awalnya Gusmaliadi sang pemilik, hanya berbisnis rumah makan Padang di kota Bangko. Insting bisnisnya berjalan, setelah ia melihat ceruk pasar bus-bus AKAP yang ditinggalkan para pemain lawas. Kini bus Family Raya tak hanya melayani rute Jambi-Padang saja, namun juga merambah trayek Jakarta-Bengkulu dan Ponorogo-Pariaman. Jika Family Raya menggarap lintasan Jambi-Padang, maka Yoanda Prima mengambil rute gemuk Palembang-Padang. Yoanda boleh dibilang merupakan pemain lawas untuk rute ini. Satu lagi perusahaan bus dari ranah Minang yang cukup ternama ialah Bintang Kedjora. Perusahaan otobus yang berkantor pusat di Bukittinggi itu, sempat tersungkur selama dekade 2000-an. Namun kini ia mulai bangkit kembali, menggeliat, dan menyaingi para pendahulunya.

Untuk perusahaan otobus yang dikelola oleh pengusaha Batak, pada umumnya datang dari Tapanuli Selatan dan tanah Karo. ALS (Antar Lintas Sumatera), Mawar Selatan, dan Satu Nusa merupakan perusahaan otobus milik orang Mandailing. Sedangkan Lorena-Karina, Medan Jaya, Liberty, dan Karona dikelola oleh pengusaha asal Karo. Hingga saat ini, ALS masih menjadi handalan masyarakat Tapanuli Selatan. Sebab perusahaan yang dipimpin oleh Chandra Lubis itu, memiliki trayek ke sebagian besar wilayah rantau masyarakat Mandailing-Angkola : dari Surabaya hingga Medan. Malahan pada era 1990-an, ALS sempat pula merambah Banda Aceh. Perusahaan otobus yang berdiri sejak tahun 1966 di Kotanopan itu, mengikuti kesuksesan pendahulunya Sibualbuali.

Tidak seperti saudaranya Lorena yang terus melesat, beberapa perusahaan otobus asal tanah Karo belakangan agak mundur. Medan Jaya misalnya, perusahaan yang bermarkas di kota Medan itu hampir hilang namanya, kalau saja Rimbun Tarigan tak berani meremajakan armadanya yang mulai menua. Satu lagi perusahaan bus asal Karo yang terancam punah adalah PO. Liberty. Perusahaan yang sempat bersinar di era 1990-an itu, kini tak lagi banyak mengambil penumpang dari Jakarta. Demi menjaga keberlangsungan usaha, PO yang dirintis oleh Kancam Tarigan itu lebih berfokus melayani kota-kota di Sumatera Utara. Setali tiga uang dengan Liberty, Karona juga banyak mengalami penurunan. Meski sempat tenggelam dan mengubah namanya menjadi Almasar, kini perusahaan yang didirikan oleh Jefri S. Karokaro itu kembali menjadi PO yang diperhitungkan. Dengan pola manajemen baru, Almasar tak hanya menggarap penumpang-penumpang AKAP, namun juga sebagai angkutan karyawan dan bus pariwisata.

PM. TOH, warisan orang Aceh

PM. TOH, warisan orang Aceh

Dari Bengkulu, ada beberapa bus yang malang melintang di lintasan Sumatera. Salah satunya ialah bus Siliwangi Antar Nusa (PO. SAN) yang didirikan oleh Hasanuddin Adnan pada tahun 1990. Semula perusahaan otobus ini cuma melayani rute Jakarta-Bengkulu. Namun sejak ditangani generasi kedua, Kurnia Lesani Adnan, PO. SAN lebih banyak menggarap tujuan Pekanbaru. Kini perusahaan otobus yang bermula dari usaha ekspedisi itu telah merambah rute Solo-Jogja-Pekanbaru dan Blitar-Bandung-Pekanbaru. Selain PO. SAN, bus Putra Raflessia juga merupakan salah satu transportasi handalan masyarakat Bengkulu. Di era 1980-1990-an, bus yang dikelola oleh Edy Suliawan itu merupakan sedikit dari perusahaan otobus yang melayani rute Jakarta-Bengkulu.

Kalau dari Aceh, pengusaha otobus yang cukup ternama ialah Buchari Usman. Dia merupakan pemilik perusahaan otobus Kurnia, Anugerah, dan Pusaka (KAP Grup). Ketiganya kini merajai jalur lintas Aceh, baik di jalur barat maupun jalur timur. Sejak kemunculan KAP Grup, perusahaan lawas PM. TOH agak sedikit kebat kebit. Maklum mereka bersaing di rute yang sama : Medan-Banda Aceh. Di era 1980-1990-an, PM. TOH merupakan satu-satunya perusahaan otobus asal Aceh yang mengambil rute ke tanah Jawa. Solo-Banda Aceh merupakan salah satu trayek terjauh yang pernah dilintasi oleh perusahaan yang dikelola oleh Abdul Hamid Hasan itu. Kini nampaknya PM. TOH tak lagi banyak mengambil penumpang dari Jawa. Agaknya kehadiran penerbangan low cost carrier, telah mengambil alih sebagian rute-rute gemuk yang dulu sempat dinikmati oleh pemilik bus antar kota antar propinsi.

Bus Family Raya dan Lampung Jaya berusaha menyalip truk Fuso di tanjakan Tarahan, Lampung. Di kejauhan nampak panorama Selat Sunda (foto oleh Subastian Yusuf Panggabean)

Bus Family Raya dan Lampung Jaya berusaha menyalip truk Fuso di tanjakan Tarahan, Lampung. Di kejauhan nampak panorama Selat Sunda (foto oleh Subastian Yusuf Panggabean)

sumber gambar : bismania.com

Iklan
Komentar
  1. Morris Lumbantobing berkata:

    mohon diralat pak., ” mengikuti kesuksesan pendahulunya Sibualbuali yang kini sudah tak main lagi.”

    Bus SIBUALBUALI sampai dengan saat ini masih main/jalan di lintas timur dengan trayek Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Sibolga, Pekanbaru, Jambi, Palembang.

    Suka

  2. Aman Sipahutar berkata:

    Dimasa kecil saya thn 1971 Sibualbuali Pmg/Odp adalah paporit saya. Sekarang setelah saya mendekati masa pensiun ingin rasanya mau menghidupkan Sibualbuali Baru. Adakah diantara teman2 yg mau bergabung untuk membesarkan Sibulbuali untuk berjaya kembali?
    Hutakki sai huingotdo tongtong.
    Wassalam. Aman Sipahutar.

    Suka

  3. bangferry berkata:

    Reblogged this on SOPO KOPI.

    Suka

  4. Sikumbang berkata:

    Bacaan yg bermanfaat. Namun setau saya saat ini bus APD, Bintang kejora, Gumarang jaya serta Lampung jaya sudah kolaps. Jalur ke jakarta dari sumbar saat ini di isi bus NPM, ANS, Lorena, Family raya, serta Transport ekspress.

    Suka

    • Afandri Adya berkata:

      Terima kasih Sdr. Sikumbang atas komentarnya. APD, Bintang Kedjora, Gumarang Jaya serta Lampung Jaya hingga saat ini masih aktif beroperasi, meski jumlah pemberangkatannya sudah jauh berkurang jika dibandingkan pada era 1990-an. Murahnya tiket pesawat hari ini, menyebabkan banyaknya perusahaan-perusahaan otobus lintas Sumatera yang bagaikan “mati segan hidup tak mau”. Untuk mensiasati itu, sebagian dari mereka kemudian mendirikan divisi pariwisata dan pengangkutan barang.

      Suka

  5. esti berkata:

    kalo sedan lewat lahat, kira kira aman ga yaa… banyak org bilang lewat lahat lubang lubangnya dalem dalem… mohon infonya yaa… aku mau mudik padang – jakarta, jakarta – padang….trims yaa

    Suka

  6. Kidi Banfatin berkata:

    Baru tw Almasar itu Karona. Nice article Gan (y)

    Suka

  7. Agung Nugroho berkata:

    Informasi Yang Bermanfaat Banget… Jadi Pengen Mudik Lagi Ke Lampung

    Suka

  8. […] Pasalnya jalan di daerah Liwa banyak yang rusak, berlubang-lubang hingga sedalam 50 cm … Download Ekspedisi Jalan Lintas Sumatera | Afandri Adya | […]

    Suka

  9. […] Pasalnya jalan di daerah Liwa banyak yang rusak, berlubang-lubang hingga sedalam 50 cm … Download Ekspedisi Jalan Lintas Sumatera | Afandri […]

    Suka

  10. Urang Rantau berkata:

    Tulisan yg asyik utk dibaca. Jadi ingat nostalgia 70 sampai 90-an. Tahun 70-an sy pelajar di Jkt, klo plg kampung ke Solok dan sebaliknya slalu naik bus. Waktu itu Bakauheni blm ada, jadi penumpang kalau naik dan turun kapalnya di pelabuhan Panjang, sedangkan busnya tdk ikut nyebrang. Jln Lintas Sumateranya pakai yg tengah dan belum semuanya mulus. Jembatan juga belum ada semua, sebagian msh pkai pelayangan. Bus blm ada yg pakai AC, busnya msh Mercy penyek. Dari Ranah Minang ke Jkt dan sebaliknya serasa bertualang menembus hutan lebat Sumatera, kadang ada rampoknya di daerah Muara Beliti dan Bukit Kemuning, ada sedikit ketegangan. Bus-bus kalo melewati daerah rawan jalan konvoi, antara 5 sampai 10 bus. Waktu tempuh Solok-Jkt dan sebaliknya waktu itu kadang bisa sampai 3 hari karena dihadang jalanan becek berlumpur yang bisa membuat bus terperosok dan memakan waktu lama utk bisa keluar dari jebakan lumpur, kadang kalau air sungai lagi tinggi kita tak bisa nyebrang naik pelayangan, terpaksa nunggu sampai berjam-jam, ha ha ha asyik.

    Tahun 80-an sy udh mahasiswa. Jln lintas tengah sdh mulus, pelayangan gk ada lgi, semua sdh ada jembatannya. Bus-busnya jg sdh mulai bagus-bagus, ada AC, dan naiknya sdh di terminal Pulo Gadung karena sdh ada pelabuhan Bakauheni yang pake kapal feri ro-ro. Di satu sisi, sy merasa nyaman plg-pergi naik bus Jkt-Solok, namun di satu sisi sy merasa kehilangan nuansa petualangannya, sedih jg sih he he he. Pada masa ini jarak Jkt-Solok dan sebaliknya bisa ditempuh dlm waktu 26 sampai 32 jam.

    Era 90-an sy sdh jarang naik bus klo plg kampung, krn sy udh kerja, dan alhamdulillah sdh mampu beli kendaraan sendiri. Walaupun jarang, kalo plg kampung sy naik mobil sendiri. Jalurnya sdh berubah, jadi jalur lintas timur lewat Palembang yg tidak mengesankan, hambar saja. Jalur lintas tengah jadi terabaikan dan memprihatinkan, entah apa pula politik ekonominya, sy tak mengerti. Sebenarnya yang menjadi nostalgia sy adalah jalur lintas tengah yg berhutan lebat, ada binatang buas, dan juga rampok atau penyamun, tapi itulah asyiknya, walaupun ada ketegangannya.

    Semuanya tinggal kenangan, krn waktu trs berjalan. Dalam perjalanan waktu, ada yg terlindas dan mati, namun jg ada yg dilahirkan. Skrg angkutan bus telah mati suri dikalahkan pesawat udara yg relatif murah. Jakarta- Padang hanya butuh waktu 2 jam. Sumateraku dan Ranah Minangku terus maju bergerak menyongsong masa depan yg entah seperti apa, wallahualam……..

    Terima kasih Sdr. Penulis, anda telah membangkitkan kenangan saya. Rasanya sy ingin memutar mesin waktu utk sekadar mengulangi sepotong perjalanan hidup sy, he he he.

    Suka

    • Afandri Adya berkata:

      Terima kasih Pak atas ceritanya. Sekarang jalan Lintas Tengah Sumatera-pun masih seperti tahun 80’an – 90’an dulu, belum banyak yang berubah. Masih banyak hutan perawan, bajing loncat, dan rumah-rumah makan Padang yang memiliki “seribu kamar mandi” dengan parkir yang cukup luas.

      Suka

  11. Cerita yang menghidup kan kembali kenangan ku pada 15 tahun silam saat melintasi jalur lintas tengah,pada waktu itu kami dari lampung hendak bekerja jadi buruh di daerah tapanuli,dan saya dan teman2 kehabisan bekal di jalan,untuk makan pun susah di jalan,sungguh sedih pada waktu itu

    Suka

  12. Asep berkata:

    kalo ke kota Manna Bengkulu Selatan, yang aman dan jalan bagus lewat mana ya?? brapa waktu tempuh dari Bandar Lampung..??apakah ada jalan alternatip yang lebih cepat..

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s