Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini
Suara yang keluar dari dalam goa
Goa yang penuh lumut kebosanan
Walau hidup adalah permainan
Walau hidup adalah hiburan
Tetapi kami tak mau dipermainkan
Dan kami juga bukan hiburan
Turunkan harga secepatnya
Berikan kami pekerjaan
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa
Begitulah tiga bait lirik lagu Manusia Setengah Dewa ciptaan musisi legendaris Iwan Fals. Lagu yang dirilis pada tahun 2004 itu, kemarin (9/7) kembali dinyanyikan oleh banyak orang. Apalagi kalau bukan untuk menyambut kedatangan pemimpin baru Indonesia : Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Meski pengumuman resmi dari KPU masih terus dinantikan, namun beberapa lembaga survei kredibel yang melakukan proses hitung cepat, telah menyatakan pasangan ini menang dengan selisih 4%-6% suara. Angka ini tak berbeda jauh dari hasil jajak pendapat sebelum pemungutan suara yang menyatakan kemenangan tipis untuk pasangan Jokowi-JK.
Setelah mengetahui hasil sebagian hitung cepat yang memenangkan politisi PDI-P itu, tim sukses Jokowi-JK langsung menuju Tugu Proklamasi di Jakarta Pusat. Disana Jokowi telah dinanti oleh ribuan simpatisannya yang ingin mendengarkan pidato kemenangannya. Dalam pidato singkat tersebut, mantan walikota Surakarta itu menyatakan bahwa kemenangan yang diraihnya adalah kemenangan seluruh rakyat Indonesia. Bukan kemenangan Jokowi-JK, bukan kemenangan partai, dan bukan kemenangan tim sukses. Jokowi menambahkan, bahwa pada Pilpres kali ini masyarakat memilih karena kesadaran mereka, bukan karena dimobilisasi apalagi dengan diiming-imingi janji dan posisi. Lebih lanjut Jokowi menyampaikan, bahwa kemenangannya ini merupakan awal pengabdian kepada rakyat, pelayanan kepentingan rakyat, dan menggerakkan seluruh komponen untuk meraih kesejahteraan dan keadilan.
Pemimpin yang Melayani Rakyat
Dicari pemimpin yang mau melayani rakyat! Kalimat ini mungkin terasa agak utopis di tengah-tengah kehidupan bangsa yang sedang karut marut seperti sekarang ini. Namun begitulah apa yang ada di dalam sanubari seluruh masyarakat Indonesia belakangan ini. Mereka merindukan sosok pemimpin yang mau melayani mereka. Sosok pemimpin yang mau turun ke bawah, mendengar aspirasi mereka, dan bukan yang cuma menunggu laporan. Sosok pemimpin yang mau berkorban, dan bukan yang mengorbankan rakyat. Sosok pemimpin yang jujur, lurus, dan apa adanya. Mungkin dulu pada era 1940-an, kita tak kekurangan stok pemimpin yang semacam ini. Di masa itu kita mempunyai banyak pemimpin yang amanah. Sebut saja misalnya Soekarno, Hatta, Sjahrir, Natsir, Tan Malaka, atau Agus Salim. Namun kini setelah sekian lama hidup di rezim otoriter Soeharto dan era kebebasan yang kebablasan, kita mendambakan kembali figur-figur besar tersebut hadir di tengah-tengah kita.
Agaknya setelah penantian panjang, doa rakyat Indonesia diijabah oleh Allah SWT. Kemenangan Jokowi-JK yang begitu dramatis, seolah-olah seperti kado istimewa bagi seluruh rakyat Indonesia. Betapa tidak, Jokowi yang selama ini dipandang sebelah mata, dianggap ndeso dan anak kemarin sore, ternyata bisa mengalahkan Prabowo si “Anak Menteng”. Dia yang tak pernah menunjukkan ambisi politiknya, bagi sebagian orang bak oase di padang pasir. Dia memberikan harapan dan membasahi dahaga setiap orang yang haus akan perubahan. Meski ia bukan manusia setengah dewa, namun kepribadiannya yang sederhana, diharapkan bisa membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik.
Bersama Jusuf Kalla, politisi gaek yang telah banyak mereguk asam garam pemerintahan, ia berjanji akan mengabdi kepada rakyat. Tentunya kita berharap pernyataannya itu bukanlah lips service semata. Namun betul-betul bisa segera direalisasikan. Kita tentu masih ingat janji Jokowi pada saat Debat Capres beberapa hari lalu, yang akan memberikan kartu Indonesia Pintar dan Indonesia Sehat. Kartu-kartu tersebut, tentunya bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan rakyat Indonesia. Dengan kartu-kartu itu, rakyat dijamin kesehatannya serta pendidikannya hingga jenjang yang tertinggi. Saat ini, pemerintahan SBY-Boediono memang sudah mengeluarkan kartu BPJS sebagai jaminan kesehatan masyarakat. Namun untuk mendapatkan layanan tersebut, rakyat masih diharuskan membayar premi asuransi yang dikenakan setiap bulannya. Penulis berharap pemerintahan yang baru nanti, berani menganggarkan dana APBN untuk membayar premi minimal, agar masyarakat benar-benar bisa berobat gratis.
Begitu pula halnya di bidang pendidikan. Sudah seharusnyalah pemerintahan Jokowi-JK mempunyai road map pendidikan yang jelas untuk membawa Indonesia menjadi bangsa yang maju. Pemberlakuan UN secara nasional, tanpa melihat potensi dari masing-masing siswa sudah seharusnyalah dievaluasi kembali. Pemerintahan nanti haruslah bisa menggali setiap potensi yang dimiliki anak-anak Indonesia. Baik itu di bidang sains, sosial-budaya, kesenian, dan olah raga. Pemerintah juga harus menanamkan prinsip-prinsip kewirausahaan, agar pada tahun 2020 nanti lebih banyak lagi wirausaha-wirausaha muda yang lahir.
Untuk mendapatkan dana yang cukup besar guna melayani kepentingan masyarakat tersebut, pemerintahan Jokowi-JK harus berani mengkaji kontrak-kontrak karya dengan beberapa perusahaan asing. Ada banyak sekali kebijakan-kebijakan pemerintahan masa lalu yang cukup merugikan negara. Seperti pembagian keuntungan tambang Freeport di Papua, kepemilikan saham Newmont, dan kewajiban hilirisasi di dalam negeri. Jika saja pemerintahan baru nanti berhasil melakukan renegosiasi kontrak-kontrak tersebut, tentunya akan meningkatkan income negara secara signifikan.
Di bidang ekonomi, yang juga perlu untuk segera dibenahi adalah sektor perpajakan. Kita tahu, selama ini sumber pendapatan negara terbesar berasal dari sektor ini. Namun begitu banyak sekali kebocoran-kebocoran yang terjadi pada institusi tersebut. Mulai dari persoalan korupsi hingga kongkalikong dengan wajib pajak. Oleh karenanya, rezim baru nanti diharapkan mampu menempatkan orang-orang yang kredibel dalam institusi tersebut. Jangan sampai orang-orang busuk kembali memimpin dan menangguk untung dari institusi yang menjadi cash cow pemerintah itu.
Ke depan, pajak tidak hanya sekedar diawasi pemasukannya, namun juga harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Politik Pajak yang fungsinya untuk pemerataan pembangunan dan menciptakan keadilan di tengah-tengah masyarakat, harus benar-benar terwujud. Kalau perlu, Jokowi-JK mencontoh kebijakan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, yang mengenakan tarif pajak cukup tinggi bagi kalangan atas dan membentuk jaring pengaman sosial untuk masyarakat bawah. Jokowi Care, begitu jaring pengaman sosial itu bisa dinamakan, nantinya berfungsi untuk membiayai hidup kaum papa dan orang-orang yang kurang beruntung. Sehingga dikemudian hari, kita tak kan lagi melihat para gelandangan dan pengemis yang meminta-minta di tepi jalan.
Pembangunan infrastruktur yang sempat didengung-dengungkan oleh pasangan ini ketika berkampanye, harus segera tancap gas. Tol laut yang menghubungkan Indonesia Barat dengan Indonesia Timur, tol lintas Sumatera, serta revitalisasi pelabuhan laut dan bandar udara, harus segera direalisasikan. Karena dengan infrastruktur yang baik inilah, bangsa Indonesia bisa mengejar ketertinggalannya dari negara-negara lain di Asia. Agaknya pemerintahan nanti bisa mencontoh China, yang dalam satu dasawarsa terakhir giat membangun infrastruktur-infrastruktur baru. Dengan digebernya pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah, maka diharapkan akan tercipta pertumbuhan sekitar 7% per tahunnya. Jika pencapaian ini konsisten, maka sesuai perkiraan Bank Dunia, Indonesia akan menjadi negara maju pada tahun 2035 nanti. Pada saat itu, ekonomi Indonesia akan berada di urutan lima besar dunia, setelah AS, China, India, dan Jepang.
Lihat pula :
2014 : Tahun Politik yang Gaduh
Ah, tulisan yang menarik! Kita memang perlu belajar lebih hati-hati dalam meresponi infomasi, karena kebenaran dan persepsi punya banyak wajah yang berbeda. Yang diperlukan adalah kecerdasan, bukannya netralitas ataupun kemasabodoan. Makanya saya lebih suka berbisik, daripada berteriak frontal tentang situasi yang ada, seperti saya sudah tulis dalam Bisikan Tentang Cinta, Bangsa, dan Dunia.
SukaSuka
Terima kasih Mas Lex atas apresiasinya. Betul Mas, lebih baik berbisik daripada membuat kegaduhan yang bisa mengundang prahara.
SukaSuka