Abdul Qodir ‘Audah, salah seorang ulama besar Mesir pernah berkata, kemunduran umat muslim saat ini disebabkan Islam berada di tengah-tengah kebodohan umatnya dan ketidakmampuan ulama-ulamanya. Ucapan ‘Auda ini cukup menarik jika kita menengok kejadian yang terjadi belakangan ini, dimana banyak ulama-ulama yang memiliki kompetensi dan kesungguhan dalam berdakwah, malah dicaci maki dan dituduh bermacam-macam. Tak tanggung-tanggung, “ustad-ustad” yang mungkin hanya tamatan pesantren lokal, yang baru mempelajari satu kitab-dua kitab-pun, sudah berani mensesatkan ulama-ulama tersebut.
Coba tengok beberapa hari belakangan ini. Quraish Shihab, seorang alim ulama yang sejak muda telah mendedikasikan dirinya untuk dakwah Islam, seorang mufassir dan ahli hadis, dicap sebagai seorang yang sesat. Bukan hanya itu, Quraish juga dituduh sebagai penganut Syiah, antek-antek kaum liberal, dan yang keterlaluan : dicap kafir. Yang menarik, dari semua tuduhan itu Quraish tak pernah menanggapinya secara berlebihan. Dalam suatu sesi ceramah di Mesjid Bimantara, Jakarta beberapa minggu lalu, penulis mendengar tanggapan Quraish terkait tuduhan tersebut : “mudah-mudahan orang-orang itu hanya tidak mengerti, sehingga keluar tuduhan bermacam-macam terhadap saya”. Subhanallah.
Entah sejak kapan Quraish Shihab didera berbagai macam tuduhan. Penulis mensinyalir sejak diluncurkannya buku “Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?” di tahun 2007 lalu. Memang, isu Syiah merupakan isu yang cukup sensitif bagi sebagian umat Islam di Indonesia. Tanpa pemahaman yang cukup, Syiah dianggap sebagai aliran yang menyimpang. Meski dalam Deklarasi Amman telah disepakati bahwa Syiah (mazhab Ja’fari dan Zaidiyah) termasuk ke dalam bagian umat Islam, namun kegiatan mengkafirkan Syiah tetap berkembang luas. Pengkafiran ini tidak hanya dituduhkan kepada orang-orang Syiah itu sendiri, namun juga terhadap ulama Sunni yang membela hak-hak kaum Syiah. Di Indonesia, satu diantaranya ialah Quraish Shihab.
Karena buku yang ditulisnya itu, banyak orang yang mengkritik pandangan Quraish. Salah satunya ialah cendekiawan dari Pesantren Sidogiri, Jawa Timur, yang membuat buku tandingan “Mungkinkah Sunnah-Syiah dalam Ukhuwah?” Dalam buku itu para penulis merentangkan wacana mengenai keberadaan Abdullah bin Saba’, kedudukan perawi hadist Abu Hurairah r.a, dan pengkafiran Ahlusunnah oleh kaum Syiah. Menanggapi buku tersebut, Quraish berujar “jika saya bereaksi dengan membantahnya lagi, saya merasa terlambat lahir. Bantahan yang dikemukakan itu masih merujuk kepada pendapat-pendapat lama yang sudah tak relevan lagi.”
Dalam perkara lain, kritik juga dilontarkan oleh Adian Husaini, terkait pernyataan Quraish dalam bukunya “Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah”. Mengenai jilbab, memang Quraish agak berbeda pendapat dengan banyak ulama. Jika jumhur ulama mewajibkan penggunaan jilbab kepada para wanita mukmin, maka Quraish berpendapat jilbab hanyalah anjuran agama. Tafsiran Quraish tersebut disebabkan tak adanya kesepakatan para ulama mengenai definisi jilbab dan batasan aurat. Oleh sebab itu, Quraish tak mau lebih jauh menafsirkan Surat Al Ahzab ayat 59 – ayat yang berbicara mengenai jilbab, sebagai suatu kewajiban. Selain Adian, tokoh lainnya yang juga mengkritik tafsiran Quraish ialah Ahmad Zain An Najah, yang kemudian menulis buku sanggahan : “Jilbab Menurut Syariat Islam”.
Namun apa yang dilakukan oleh tim penulis dari Sidogiri dan Ahmad Zain An Najah masihlah dalam tataran yang wajar, buku dikritik dengan buku. Yang tak wajar justru datang dari media-media online seperti http://www.arrahmah.com, http://www.nahimunkar.com, http://www.voa-islam.com, dan http://www.kompasislam.com, yang disinyalir sebagai media-media Wahabi. Mereka menuduh Quraish secara membabi buta, dengan menggunakan tangan orang lain dan tanpa sumber yang bisa dipertanggungjawabkan. Nampak sekali kalau mereka memiliki kepentingan politik dibalik segala macam tuduhan tersebut. Kita tahu, Quraish yang merupakan tokoh penyeru persaudaraan Sunni dan Syiah, merupakan hambatan bagi kaum Salafi-Jihadis yang sedang berperang di Suriah. Mereka menilai pernyataan-pernyataan Quraish bisa mengancam dukungan umat Islam di Indonesia terhadap gerakan makar yang sedang mereka lakukan di Suriah.
Selain media-media Wahabi, banyak pula oknum yang menuduh Quraish sesat. Salah satunya ialah Jonru, salah seorang kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pemuda yang memiliki nama asli Jon Riah Ukur Ginting itu menulis beberapa kali dalam akun facebooknya tentang kesesatan Quraish. Salah satunya ialah mengenai pernyataan Quraish tentang amal bukanlah sebab masuk surga. Lucunya, pernyataan Jonru yang hanya berilmukan dari pengajian mingguan kader-kader PKS itu, disukai oleh lebih dari 7.800 netizen dan telah disebarkan oleh sekitar 2.100 orang. Bayangkan, bagaimana dahsyatnya tuduhan demi tuduhan yang disebarkan oleh pihak-pihak tersebut, menggiring opini dan melakukan character assasination terhadap ulama yang sudah diakui kepakarannya oleh dunia internasional itu. Akibatnya, banyak orang-orang awam yang tak mempunyai ilmu agama yang cukup, ikut-ikutan mempercayainya.
Dewasa ini, media sosial nampaknya telah menjadi sarana yang cukup efektif untuk menyebarkan berita-berita fitnah. Facebook, Twitter, Whatsapp, dan segala macam messenger, telah menjadi momok yang mengerikan. Orang-orang umum, yang kadang sok pintar dan sok beragama itu, dengan mudahnya men-forward kabar-kabar miring tanpa ada filter dan kroscek terlebih dahulu. Padahal agama jelas-jelas menyuruh kita untuk mentabayuni setiap berita yang diterima, terlebih berita tersebut mengandung konten yang menuduh sesat orang lain.
* * *
Muhammad Quraish Shihab lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, pada tanggal 16 Februari 1944. Orang tuanya, Abdurrahman Shihab dan Asma Aburisyi, merupakan keturunan Arab Hadhrami – Bugis. Quraish adalah anak keempat dari 12 orang bersaudara. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Makassar, ia melanjutkan pendidikan menengah di Malang sambil nyantri di Pondok Pesantren Darul-Hadits Al-Faqihiyyah. Tahun 1958 ia berangkat ke Kairo, menimba ilmu di sekolah Tsanawiyah Al Azhar. Tahun 1967, ia meraih gelar Lc (tingkat sarjana) pada Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir dan Hadits di Universitas Al Azhar, Kairo. Quraish kemudian mengambil gelar master di fakultas yang sama, dan pada tahun 1969 meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir Al Qur’an. Pada tahun 1980, Quraish melanjutkan pendidikannya di universitas yang sama. Dan dua tahun kemudian meraih gelar doktor dalam bidang ilmu-ilmu Al Qur’an dengan disertasi berjudul “Nazhm Al-Durar li Al-Biqa’iy, Tahqiq wa Dirasah”.
Setelah menempuh pendidikan di Universitas Al Azhar, Quraish ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Sebelumnya ia pernah menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin, Makassar. Selain di dunia akademik, ia juga diserahi jabatan-jabatan lain, seperti : Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat (1984); Anggota Lajnah Pentashbih Al Qur’an Departemen Agama (1989); serta Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (1989).
Diluar kesibukannya, ia juga masih menyempatkan diri untuk menulis buku, terutama yang berkaitan dengan hadis dan tafsir Al Quran. Tafsirnya yang cukup terkenal : Al Mishbah, merupakan salah satu produk ulama dalam negeri — disamping Tafsir Al Azhar karya Hamka, yang banyak dibaca orang. Selain Tafsir Al Mishbah, karya-karya Quraish yang juga cukup bermanfaat ialah : “Iman dan Taqwa Menurut Al Qur’an” (1987), “Mukjizat Al-Quran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Aspek Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib” (1997), “Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab: Seputar Ibadah Mahdah” (1999), “Mistik, Seks, dan Ibadah: Kumpulan Tanya Jawab” (2004), dan “Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan” (2007).
Jika kita mau membaca secara serius semua buku-buku yang ditulis oleh Quraish Shihab, mungkin segala macam tuduhan serta caci maki yang dialamatkan kepada beliau akan sirna. Sebab selain ditulis dengan bahasa yang indah, karya-karya Quraish juga dikupas menurut pandangan berbagai macam mazhab dan manhaj. Dia tak jarang menukil pemikiran Imam Syafi’i, sembari membandingkannya dengan ide-ide Imam Hambali. Sesekali ia juga mengutip perkataan Imam Ghazali, Ibnu Taimiyah, serta ulama-ulama kontemporer seperti Muhammad Abduh dan Muhammad Thahir bin Asyur. Oleh karenanya, tulisan-tulisan beliau terasa lapang dan mampu menjawab persoalan-persoalan masa kini.
Rasanya tak ada satupun dari buku yang ia tulis yang menyatakan bahwa ia bermazhab Syiah. Kalau dianggap liberal mungkin saja, karena pengertian liberal-pun tak memiliki definisi yang tegas. Bahkan ulama-ulama sekaliber Ibnu Taimiyah dan Jamaluddin al-Afghani-pun dianggap terlalu liberal. Namun yang jelas, apapun mazhabnya mengkafirkan seseorang tak dibenarkan dalam ajaran agama.
* * *
Seandainya umat Islam mau mempelajari agama ini dengan sungguh-sungguh, mungkin pelecehan dan penghinaan terhadap para ulama tak akan pernah terjadi. Terlebih kepada seorang cendekiawan yang telah menorehkan tinta emasnya di jagat pendidikan dan dakwah Islam di Indonesia.
Rasulullah SAW melalui hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al Asy’ari r.a, bersabda :
إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ وَالْجَافِي عَنْهُ وَإِكْرَامَ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ
Sesungguhnya termasuk pengagungan kepada Allah SWT, yaitu memuliakan orang tua yang muslim, orang yang hafal Al Qur’an tanpa berlebih-lebihan atau berlonggar-longgar di dalamnya, dan memuliakan penguasa yang adil.
Dari hadis di atas, jelaslah bahwa tuntunan agama meminta setiap muslim untuk mencintai para ulama dan orang-orang saleh, serta menghormati dan memuliakan mereka tanpa harus berlebih-lebihan. Wallahua’lam bi shawwab.
Lihat pula :
1. Dalam Kenangan : Buya Hamka.
2. Pemikiran dan Kesederhanaan Ahmad Syafii Maarif
Busana Ratu Inggris, menurut Buya HAMKA (Ketua MUI ke-1, Tokoh Ulama Besar Muhammadiyah), adalah pakaian yang sopan dan menutup aurat
“Jika mau jujur dan mau membaca, pada zaman Kalifah Umar Bin Khatab seorang budak perempuan kedapatan mengenakan jilbab. ‘Umar pun marah besar dan melarang seluruh budak perempuan untuk memakai Jilbab.
Lebih jauh lagi pelarangan Umar itu diungkapkan lebih eksplisit dalam kitab Al-Mughni Ibnu Qudamah.”
http://mojok.co/2014/12/jilbab-rini-soemarno-dan-khalifah-umar
“Anda pernah lihat foto istri Ahmad Dahlan, istri Hasyim Asy’ari, istri Buya Hamka, atau organisasi Aisyiyah? Mereka pakai kebaya dengan baju kurung, tidak memakai kerudung yang menutup semua rambut, atau pakai tapi sebagian.
Begitulah istri-istri para kiai besar kita. Apa kira-kira mereka tidak tahu hukumnya wanita berjilbab? Pasti tahu.
Sebagaimana diketahui, soal pakaian wanita muslimah, para ulama berbeda pendapat setidaknya ada tiga pandangan.
Pertama, seluruh anggota badan adalah aurat yang mesti ditutupi.
Kedua, kecuali wajah dan kedua telapak tangan.
Ketiga, cukup dengan pakaian terhormat.”
http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,61063-lang,id-c,kolom-t,Quraish+Shihab+dan+Islam+Nusantara-.phpx
“… di kalangan jumhur ulama — ulama arus utama — masih terdapat khilafiyah, perbedaan pendapat tentang apakah rambut perempuan itu ‘aurat’.
Banyak ulama memandang rambut sebagai aurat sehingga perlu ditutup.
Tapi banyak pula ulama yang berpendapat rambut bukan aurat sehingga tak perlu ditutupi.
Sebab itu, menjadi pilihan pribadi masing-masing Muslimah mengikuti salah satu pendapat jumhur ulama: memakai, atau tidak memakai jilbab.”
http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,48516-lang,id-c,kolom-t,Polwan+Cantik+dengan+Berjilbab-.phpx
Kerudung dalam Tradisi Yahudi & Kristen
“bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya meninggalkan sebelah mata saja.
Dalam bukunya tersebut ia mengutip pernyataan beberapa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: “Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala” dan “Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat,” dan “Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan.”
Hukum Yahudi melarang seorang Rabbi untuk memberikan berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap “telanjang”. Dr Brayer juga mengatakan bahwa “Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya.”
http://mediaumat.com/kristologi/1901-41-kerudung-dalam-tradisi-yahudi-a-kristen.html
“KH. Agus Salim, dalam Kongres Jong Islamieten Bond (JIB) tahun 1925 di Yogyakarta menyampaikan ceramah berjudul Tentang Pemakaian Kerudung dan Pemisahan Perempuan
Tindakan itu mereka anggap sebagai ajaran Islam, padahal, menurut Salim, praktek tersebut adalah tradisi Arab dimana praktek yang sama dilakukan oleh Agama Nasrani maupun Yahudi.”
http://www.komnasperempuan.or.id/2010/04/gerakan-perempuan-dalam-pembaruan-pemikiran-islam-di-indonesia
Terdapat tiga MUSIBAH BESAR yang melanda umat islam saat ini:
1. Menganggap wajib perkara-perkara sunnah.
2. Menganggap pasti (Qhat’i) perkara-perkara yang masih menjadi perkiraan (Zhann).
3. Mengklaim konsensus (Ijma) dalam hal yang dipertentangkan (Khilafiyah).
-Syeikh Amru Wardani. Majlis Kitab al-Asybah wa al-Nadzair. Hari Senin, 16 September 2013.
http://www.suaraalazhar.com/2015/05/tiga-permasalahan-utama-umat-saat-ini.html
SukaSuka
Namanya imut : Unyil 🙂 Thanks Nyil atas komentarnya.
SukaSuka
sama-sama Sobat 🙂 >> berikut adalah kutipan Tafsir Al-Azhar Buya HAMKA (selengkapnya lebih jelas dan tegas dapat dibaca pada Tafsir Al-Azhar, khususnya beberapa Ayat terkait, yakni Al-Ahzab: 59 dan An-Nuur: 31):
‘Nabi kita Muhammad saw. Telah mengatakan kepada Asma binti Abu Bakar ash-Shiddiq demikian,
“Hai Asma! Sesungguhnya Perempuan kalau sudah sampai masanya berhaidh, tidaklah dipandang dari dirinya kecuali ini. (Lalu beliau isyaratkan mukanya dan kedua telapak tangannya)!”
Bagaimana yang lain? Tutuplah baik-baik dan hiduplah terhormat.
Kesopanan Iman
Sekarang timbullah pertanyaan, Tidakkah Al-Qur’an memberi petunjuk bagaimana hendaknya gunting pakaian?
Apakah pakaian yang dipakai di waktu sekarang oleh perempuan Mekah itu telah menuruti petunjuk Al-Qur’an, yaitu yang hanya matanya saja kelihatan?
Al-Qur’an bukan buku mode!
Islam adalah anutan manusia di Barat dan di Timur. Di Pakistan atau di Skandinavia. Bentuk dan gunting pakaian terserahlah kepada umat manusia menurut ruang dan waktunya.
Bentuk pakaian sudah termasuk dalam ruang kebudayaan, dan kebudayaan ditentukan oleh ruang dan waktu ditambahi dengan kecerdasan.
Sehingga kalau misalnya perempuan Indonesia, karena harus gelombang zaman, berangsur atau bercepat menukar kebaya dengan kain batiknya dengan yurk dan gaun secara Barat, sebagaimana yang telah merata sekarang ini, Islam tidaklah hendak mencampurinya.
Tidaklah seluruh pakaian Barat itu ditolak oleh Islam, dan tidak pula seluruh pakaian negeri kita dapat menerimanya.
Kebaya model Jawa yang sebagian dadanya terbuka, tidak dilindungi oleh selendang, dalam pandangan Islam adalah termasuk pakaian “You can see” juga.
Baju kurung cara-cara Minang yang guntingnya sengaja disempitkan sehingga jelas segala bentuk badan laksana ular melilit, pun ditolak oleh Islam.’
(Tafsir Al-Azhar, Jilid 6, Hal. 295, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015)
MENGENAL (KEMBALI) BUYA HAMKA
Ketua Majelis Ulama Indonesia: Buya HAMKA
mui.or.id/tentang-mui/ketua-mui/buya-hamka.html
Hujjatul Islam: Buya HAMKA
republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/04/12/m2clyh-hujjatul-islam-buya-hamka-ulama-besar-dan-penulis-andal-1
Biografi Ulama Besar: HAMKA
muhammadiyah.or.id/id/artikel-biografi-pujangga-ulama-besar-hamka–detail-21.html
Mantan Menteri Agama H. A. Mukti Ali mengatakan, “Berdirinya MUI adalah jasa Hamka terhadap bangsa dan negara. Tanpa Buya, lembaga itu tak akan mampu berdiri.”
kemenag.go.id/file/dokumen/HAMKA.pdf
“Buya HAMKA adalah tokoh dan sosok yang sangat populer di Malaysia. Buku-buku beliau dicetak ulang di Malaysia. Tafsir Al-Azhar Buya HAMKA merupakan bacaan wajib.”
disdik.agamkab.go.id/berita/34-berita/1545-seminar-internasional-prinsip-buya-hamka-cermin-kekayaan-minangkabau
“Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah (Mazhab Hanafi), berpendapat bahwa lengan dan separuh bagian bawah betis perempuan tak menjadi bagian dari aurat yang harus ditutupi.”
(Islam Nusantara, Hal. 112, Penerbit Mizan, 2015)
“orang puritan sebagai mayoritas di Muhammadiyah, Jilbab bukan sesuatu yang wajib” KOMPAS, Senin 30 November 2009 Oleh AHMAD NAJIB BURHANI, Peneliti LIPI
http://www.academia.edu/7216467/100_Tahun_Muhammadiyah
“Antara Syari’ah dan Fiqh
(a) menutup aurat itu wajib bagi lelaki dan perempuan (nash qat’i dan ini Syari’ah)
(b) apa batasan aurat lelaki dan perempuan? (ini fiqh)
Catatan: apakah jilbab itu wajib atau tidak, adalah pertanyaan yang keliru. Karena yang wajib adalah menutup aurat.
Nah, masalahnya apakah paha lelaki itu termasuk aurat sehingga wajib ditutup? Apakah rambut wanita itu termasuk aurat sehingga wajib ditutup? Para ulama berbeda dalam menjawabnya.”
*Nadirsyah Hosen, Dosen Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
luk.staff.ugm.ac.id/kmi/isnet/Nadirsyah/Fiqh.html
Terdapat tiga MUSIBAH BESAR yang melanda umat islam saat ini:
1. Menganggap wajib perkara-perkara sunnah.
2. Menganggap pasti (Qhat’i) perkara-perkara yang masih menjadi perkiraan (Zhann).
3. Mengklaim konsensus (Ijma) dalam hal yang dipertentangkan (Khilafiyah).
*Syeikh Amru Wardani. Majlis Kitab al-Asybah wa al-Nadzair. Hari Senin, 16 September 2013
http://www.suaraalazhar.com/2015/05/tiga-permasalahan-utama-umat-saat-ini.html
‘Rasulullah SAW bersabda: “Bacalah Al-Qur’an selama hatimu bersepakat, maka apabila berselisih dalam memahaminya, maka bubarlah kamu!” (jangan sampai memperuncing perselisihannya).’ -Imam Bukhari Kitab ke-66 Bab ke-37: Bacalah oleh kalian Al-Qur’an yang dapat menyatukan hati-hati kalian.
*bila kelak ada yang berkata atau menuduh dan fitnah Buya HAMKA: Sesat dan menyesatkan, Syiah, Liberal, JIL, JIN, SEPILIS atau tuduhan serta fitnah keji lainnya (hanya karena ijtihad Beliau mungkin tidak sesuai dengan trend/tradisi saat ini), maka ketahuilah dan ada baiknya cukupkan wawasan terlebih dahulu, bahwa dulu Beliau sudah pernah dituduh sebagai Salafi Wahabi (yang notabene identik dengan Arab Saudi). “Teguran Suci & Jujur Terhadap Mufti Johor: Sebuah Polemik Agama” #HAMKA #MenolakLupa
SukaSuka
assalamualaikum mas! Nama saya andi dari jember. saya ini orang awam mas, tidak seperti anda yang berlatarbelakang pendidikan tinggi, dan hebatnya lagi anda memahami dan mendalami agama islam. mungkin sudah tak terhitung jumlahnya anda melahap buku-buku islam. pastinya anda tak akan melewatkan satu pun karya-karya Bapak DR. Quraish shihab. Saya sangat menghormati pak Quraish shihab sebagai orang yang Alim terlebih beliau seorang sarif (habib/keturunan rasulullah). bila mana pak Quraish muncul di Tv, aktifitas apapun yang sedang saya kerjakan saat itu akan saya tinggalkan dan segera mendengarkan mutiara ilmu yang di sampaikan beliau. Namun kalau saya rasakan, keterangan beliau memang sedikit mengganjal, yang pada puncaknya dapat di kata bahwa apa yang di anut beliau lebih dekat ke siahnya dari pada ke sunni. WaAllahu a’lamu bisawab. Dan perlu di ingat penganut siah di indonesia kayaknya mayoritas bukan zaidiyah yang amalan keseharianya mirip atau sama seperti sunni dan tidak pula mencela sahabat Nabi.
SukaSuka
Salam kenal Mas Andi. Terima kasih telah berkunjung ke blog sederhana ini. Saya bukan siapa-siapa Mas, dan juga bukan siapa-siapanya Pak Quraish. Maaf, saya kurang paham dengan pernyataan Anda “yang pada puncaknya dapat di kata bahwa apa yang di anut beliau lebih dekat ke siahnya dari pada ke sunni.”
SukaSuka
Saya kagum dgn tulisan anda, saya rasa anda penerus pemeluk islam yg cerdas, moderat, dan damai. Sy harap akan ada banyak generasi muda yg memiliki pemikiran seperti anda, yg menghormati ulama2nya dan tidak terikut arus radikalisme. Tetaplah menulis, salam.
SukaSuka
Salam kenal Mbak. Terima kasih sudah mau berkunjung dan berkomentar disini.
SukaSuka