st.paul_Bagi sebagian orang Indonesia, Hongkong dan Makau merupakan salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi. Berdasarkan data statistik tahun 2017 ada sekitar 482 ribu orang Indonesia yang berkunjung ke Hongkong dan 195 ribu yang datang ke Makau. Selain mudah — karena tak perlu visa, Hongkong dan Makau memberikan pengalaman luar biasa. Bagi Anda yang sudah berkunjung ke Singapura, Malaysia, ataupun Thailand, maka sasaran berikutnya adalah ke kedua kota ini. Berbeda dengan negara-negara ASEAN yang memiliki kesamaan budaya, jalan-jalan kesini memberikan sensasi tersendiri. Selain perbedaan budaya, bagi Anda seorang muslim mencari makanan-pun menjadi hal yang krusial. Nah, pada kesempatan kali ini, kami akan mencoba berbagi mengenai tempat menarik serta pengalaman berkesan selama disana.

 

1. Warna-warni Tsim Sha Tsui

Bagi Anda yang hendak berkunjung ke Hongkong, Tsim Sha Tsui mungkin bisa menjadi pilihan untuk bermalam. Alasannya, selain akses yang mudah, disini juga banyak terdapat penginapan yang terjangkau. Di sepanjang Nathan Road, Kimberley Road, Cameron Road, sampai ke Chatham Road, Anda bisa menjumpai hotel-hotel murah nan berkualitas. Dan hampir sebagian besarnya bisa direservasi melalui aplikasi Traveloka ataupun Agoda. Yang juga memberi rasa nyaman, disini dengan mudah kita bisa menjumpai convenience store. Setiap seratus meter, Anda akan menemukan gerai Circle-K atau 7-Eleven. Lokasinya mirip-mirip seperti Alfamart dan Indomaret di Jakarta. Sama dengan di Indonesia, harga barang di kedua gerai ini tergolong mahal. Kalau Anda hendak mencari yang lebih murah, pilihlah supermarket lokal seperti Wellcome.

Tsim Sha Tsui boleh dibilang “pusatnya” wisata Hongkong. Tak salah jika disini kita bisa menjumpai ribuan wisatawan dari berbagai negara. Ketika malam tiba, kawasan ini terasa lebih semarak. Gemerlap lampu-lampu gedung dan neon sign, menerangi para pejalan kaki yang hendak berbelanja. Beberapa resto nampak mulai dipadati pengunjung, yang antriannya terkadang mengular hingga ke trotoar. Walau trotoar disini tak terlampau besar (jika dibandingkan pedestrian di pusat Jakarta), namun para pejalan kaki tetaplah tertib. Jika hendak menyeberang jalan, mereka mau mengikuti rambu dan lampu lalu lintas. Meski Tsim Sha Tsui dipenuhi gedung-gedung bertingkat, namun disekitarnya terdapat dua buah taman besar : Salisbury Garden dan Kowloon Park. Tak jauh dari Salisbury — tepatnya di Symphony of Lights, kita bisa melihat lampu-lampu menari yang terpancar dari gedung di seberang selat. Indah sekali!

symphonyoflights

Symphony of Lights

Kalau Anda hendak mencari restoran cepat saji, disini banyak waralaba seperti KFC, McDonalds, ataupun Jolibee. Untuk makanan halal, ada beberapa restoran India dan Turki. Mencari makanan Indonesia, memang agaklah sulit. Satu-satunya tempat yang saya jumpai ada di Kowloon Park, sebelah Mesjid Kowloon. Disana Anda bisa bertemu segerombolan mbak-mbak yang menjajakan nasi bungkus dengan aneka lauk pauk seperti Warteg. Rasanya memang tak seenak yang ada di Jakarta, tapi lumayanlah! untuk mengobati rasa kangen makanan khas Indonesia. Tapi kalau operasi penertiban sedang berlangsung, jangan harap Anda bisa menemukan mereka. Karena di Hongkong, berjualan kaki lima atau di taman-taman dianggap sebagai pekerjaan ilegal.

 

2. Bersua TKI di Hongkong

Mengapa di Kowloon Park banyak penjual makanan Indonesia? Selidik punya selidik ternyata disini merupakan tempat berkumpulnya para Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Ada semacam aturan tak tertulis bagi para pekerja rumah tangga (PRT) di Hongkong. Apabila di akhir pekan, disaat para majikan dan anak-anak mereka berada di apartemen, para PRT diharuskan keluar rumah. Hal ini untuk mengurangi kepadatan ruangan. Maklum, tempat tinggal kebanyakan rakyat Hongkong berukuran mini. Bagi para kelas menengah yang bekerja sebagai staf kantoran atau berdagang kecil-kecilan, jangan harap bisa tinggal di rumah tapak. Jadilah setiap Minggu, para TKI ini banyak yang keluar rumah, berkumpul di taman-taman bersama kawan-kawan se-kampung. Tak hanya di Kowloon Park, di Victoria Park-pun banyak pula dijumpai tenaga kerja asal Indonesia.

Kami sempat berbincang-bincang dengan salah satu TKI asal Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dia baru bekerja di Hongkong sekitar satu tahunan, dengan meninggalkan seorang anak bersama suaminya. Di lihat dari romannya, wanita itu agaknya belum genap 30 tahun. Namun dia sudah bekerja sejauh itu, demi mempersiapkan pendidikan anaknya kelak. Berdasarkan informasi yang diperoleh, rata-rata TKI yang bekerja di Hongkong memiliki kontrak antara 1 hingga 3 tahun. Namun ada pula pekerja yang telah menetap disini sampai belasan tahun. Mereka kerasan, karena hanya bertugas antar jemput anak sekolah dan bisa beroleh upah Rp 7 juta per bulan. Gaji sebesar itu belum termasuk uang cuti plus ongkos pulang ke Indonesia.

Dari data sensus 2016, masyarakat Indonesia yang tinggal di Hongkong berjumlah 145.000 jiwa. Jumlah ini setara dengan 2,1% dari keseluruhan penduduk kota. Jika dibandingkan tahun 2000 lalu, populasi ini meningkat 3,5 kali lipat. Sebagai catatan, orang Indonesia merupakan warga non-lokal kedua terbanyak setelah orang Filipina. Ada tiga pusat wilayah konsentrasi komunitas Indonesia, yakni Kowloon, Wan Chai, dan Causeway Bay. Causeway Bay kadang biasa disebut sebagai “Little Jakarta”. Selain banyak perusahaan remitens yang menawarkan jasa pengiriman ke Indonesia, disini Anda juga bisa menemukan kantor cabang Bank Mandiri, BCA, dan BNI. Kalau Anda hendak menukar mata uang rupiah, kami sarankan untuk menukarnya disini. Berdasarkan pengalaman kami, disini rupiah lebih dihargai. Yang tak kalah pentingnya, di Causeway Bay akan dengan mudah menemukan resto-resto khas Indonesia. Restoran Padang, warung bakso, dan ayam penyet, tak sulit untuk dicari.

 

3. MTR dan Octopus

Hongkong merupakan salah satu kota dengan jaringan transportasi terbaik di dunia. Berbeda dengan Jakarta yang bertumpu pada busway, warga Hongkong sangat mengandalkan MTR (Mass Transit Railway). Jaringan yang dibangun pada tahun 1967 itu, kini memiliki 11 lintasan dengan panjang 218 kilometer. Kalau kita membandingkan dengan Singapura, jaringan MTR di Hongkong jauh lebih massif. Mungkin di Asia, saingannya cuma Tokyo. Meski jaringannya sudah sebesar itu, namun rencananya pemerintah Hongkong masih akan menambah lagi rute-rute baru. Terutama di kawasan utara New Territories.

Bagi Anda yang hendak berkeliling Hongkong dengan menggunakan transportasi publik, ada baiknya membeli kartu Octopus. Kartu ini mirip seperti E-Money, Flazz, atau Brizzi di Indonesia. Kartu ini bisa Anda beli di bandara atau beberapa stasiun MTR. Selain membayar transportasi, kartu Octopus juga bisa digunakan untuk berbelanja di supermarket, restoran cepat saji, atau bertransaksi di vending machine. Sangat powerfull! Kalau dananya kurang, Anda bisa top up lagi di stasiun, atau jaringan supermarket 7 Eleven dan Circle K. Untuk melakukan refund, saat ini hanya bisa di beberapa stasiun saja. Bagi Anda yang sudah terbiasa dengan transaksi non-tunai, jangan lupa untuk beli Octopus ketika jalan-jalan di Hongkong.

 

4. Victoria Peak, Melihat Hongkong dari Atas Bukit

Victoria Peak merupakan dataran tertinggi yang terletak di Pulau Hongkong. Kalau dilihat dari pantai Kowloon, seperti bukit (dan memang bukit) yang menjulang di belakang gedung-gedung pencakar langit. Daerah ini merupakan kawasan elit, tempat dimana para miliarder Hongkong bermukim. Kabarnya, Li-Ka Shing dan Kwok Bersaudara, tinggal di daerah ini. Udaranya yang sejuk, rimbun, disertai pemandangan yang menawan, menjadikannya sebagai residensial favorit di Hongkong. Tak salah jika harga rumah disini, salah satu yang termahal di dunia. Selain tempat para miliarder, Victoria Peak juga merupakan ikon pariwisata Hongkong. Untuk menuju ke tempat ini, Anda bisa naik trem atau bus tingkat. The Peak Tram atau trem khusus di atas bukit, dibuat pada tahun 1888 oleh pemerintah kolonial Inggris. Trem ini dapat mengangkut 60 penumpang, dengan jarak tempuh sekitar 1,4 kilometer. Naik The Peak Tram, suatu pengalaman yang tak terlupakan. Dengan kecepatan 40 km/jam dan berada di kemiringan 50o, Anda akan dibawa menjelajahi rerimbunan hutan bukit Victoria. Berangkat dari terminus Garden Road, trem terus menanjak melintasi lebatnya kanopi alam. Di tengah perjalanan, dari sela-sela ranting dan lambaian dedaunan, Anda akan melihat gagahnya gedung-gedung pencakar langit.

thepeaktower

The Peak Tower

Setibanya di puncak : The Peak Tower, Anda langsung bersua dengan para penjual cenderamata. Seperti tempat-tempat wisata lainnya, harga souvenir disini cukuplah mahal. Kalau Anda mau membeli souvenir khas Hongkong, lebih baik mencarinya di Laddies Market, Wan Chai, atau Temple Street. Oiya, balik lagi ke The Peak Tower, di lantai berikutnya Anda bisa menjumpai galeri Madame Tussauds. Galeri ini menampilkan seratusan patung lilin, seperti pemain sepak bola David Beckham, atau aktor legendaris Jackie Chan. Naik lagi ke tingkat selanjutnya, ada teras tempat dimana Anda bisa menikmati pemandangan kota Hongkong. Dari ketinggian 428 meter, Pelabuhan Victoria, Kowloon, dan deretan skyscrapers yang berjejer dari Central hingga Quarry Bay, terlihat sangat menakjubkan. Jika Anda memandangnya di malam hari, Pulau Hongkong dan Kowloon akan berubah seperti dunia dalam dongeng, dengan cahaya lampu berwarna-warni. Kalau masih belum puas, Anda bisa lanjut lagi ke ketinggian 552 meter, tempat dimana bisa melihat Hongkong ke segala penjuru.

 

5. Makau, Las Vegas di Timur

Jalan-jalan ke Hongkong tak lengkap jika tak mengunjungi Makau di seberang lautan. Jaraknya yang “sepelemparan batu”, bisa dijangkau menggunakan ferry selama kurang lebih 1 jam. Meski sama-sama di bawah pemerintah Republik Rakyat China, tetapi secara administrasi dan sistem ekonomi keduanya sudah berbeda. Apabila Anda menggunakan dollar Hongkong di Makau, banyak toko atau resto yang mau menerima. Namun jika Anda membawa Pataca (mata uang Makau) ke Hongkong, mata uang ini tak bisa duganakan. Ini menunjukan bahwa secara ekonomi, Hongkong lebih berpengaruh dibanding Makau. Secara populasi dan luas wilayah, Makau jauh lebih kecil dibandingkan Hongkong. Saat ini jumlah penduduknya tak sampai 800 ribu jiwa. Sebagai gambaran, Makau memiliki dua bagian, yakni Semenanjung Makau (kota lama) dan Pulau Taipa (kota baru). Dua wilayah ini dipisahkan selat yang terhubung oleh beberapa jembatan.

Ada beberapa pilihan transportasi untuk mengelilingi Makau, salah satunya yang sering dimanfaatkan para wisatawan adalah bus shuttle. Gratis! Ya, disini setiap hotel-hotel besar terutama yang memiliki kasino, akan dilayani dengan bus shuttle. Bus ini mondar-mandir dari depan hotel, ke beberapa tujuan utama, seperti pelabuhan, bandara, dan pusat kota. Tujuannya tentu untuk menarik minat wisatawan bermain judi. Meski yang naik tak harus bermain judi, namun setidaknya para pengelola hotel sudah memberikan kemudahan bagi wisatawan untuk datang ke hotel mereka. Makau, memang sejak lama telah menjadi pusat judi Asia. Orang-orang menjulukinya sebagai Las Vegas di Timur. Pada tahun lalu, setidaknya ada sekitar 35,8 juta orang yang datang ke kota ini. Sebagian besar mereka hendak mengadu peruntungan dengan bermain judi.

Selain kasino, hotel-hotel di Makau juga menyediakan pusat perbelanjaan dan hiburan. Salah satu yang paling banyak disambangi adalah Venetian Plaza. Disini Anda bisa menaiki gondola, seolah-olah seperti sedang di Venesia. Satu lagi tempat yang cukup favorit adalah City of Dreams yang letaknya berseberangan dengan Venetian Plaza. Ada beberapa jens hiburan yang ditawarkan disini, diantaranya pertunjukan teater dengan animasi serta permainan cahaya yang menakjubkan. Disamping itu, produk-produk fesyen, aksesoris, dan parfum dari berbagai merek, juga banyak dijual disini.

 

makau

Avenida de Almeida Ribeiro, di pusat kota Makau

6. Warisan Portugis di Asia

Makau merupakan salah satu koloni Portugis di Asia. Pada abad ke-16, Portugis merupakan bangsa penjelajah yang memiliki banyak pos perdagangan di seberang lautan. Beberapa diantaranya adalah Goa, Malaka, dan Makau. Berbeda dengan dua kota pertama yang akhirnya menjadi jajahan Inggris, Makau masih menjadi koloni Portugis hingga tahun 1999. Makanya sampai saat ini, masih banyak peninggalan Portugis seperti gereja dan museum yang bisa dilihat. Diantaranya reruntuhan Gereja St. Paul, Largo do Senado, Teatro Dom Pedro, serta Museu Corpo de Bombeiros. Tak hanya itu, nama-nama tempat dan jalan-pun, sebagian besar masih menggunakan Bahasa Portugal. Untuk jalan lingkungan, biasanya diawali dengan kata Rua, sedangkan jalan yang lebih dari dua lajur disebut Avenida. Misal : Rua do Patane atau Avenida de Almeida Ribeiro.

Untuk menjaga warisan tersebut, pemerintah Makau telah membentuk lembaga kebudayaan : Instituto Cultural de Macau, yang melakukan konservasi serta merawat bangunan bersejarah. Salah satu bangunan yang mengalami konservasi besar-besaran adalah reruntuhan Gereja St. Paul. Gereja yang dibangun pada tahun 1602 itu, pernah menjadi gereja Katholik terbesar di Asia, sebelum terbakar pada tahun 1835. Kini fasad bangunan yang memiliki ukiran-ukiran menarik itu, menjadi salah satu warisan yang dilindungi UNESCO. Melihat banyaknya peninggalan Portugis disini, saya tak bisa membayangkan, bangsa yang kini tergolong medioker itu dulu pernah begitu digdaya.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s