Dunia semakin centang perenang. Keadilan, makin jauh panggang dari api. Kebiadaban, seolah suatu hal yang biasa-biasa saja. Minggu ini masyarakat internasional kembali dipertontonkan oleh aksi tak beradab tentara zionis Israel. Sepasukan tentara komando Israel, menyerbu kapal penumpang berbendera Turki, Mavi Marmara. Kapal yang mengangkut ratusan relawan beserta bala bantuan itu hendak menuju Gaza, negeri seribu konflik yang saat ini sedang sekarat. Kapal itu diserbu saat melaju di tengah lautan Mediterania, wilayah perairan internasional yang berjarak 150 km lepas pantai Gaza.
Kronologis kejadian hingga saat ini masih simpang siur. Menurut juru bicara Israel, kedatangan pasukan tersebut bertujuan untuk memeriksa jenis bantuan yang hendak dikirim, yang kemudian langsung mendapat penolakan berupa pemukulan dari para relawan. Namun cerita ini segera dibantah oleh beberapa korban yang melihat langsung kejadian tersebut. Menurut mereka, tentara Israel terlebih dahulu melakukan penembakan ke arah kapal sembari meluncur dari atas helikopter militer. Setibanya di atas geladak, beberapa relawan memang memukuli mereka. Namun pemukulan itu sebagai bentuk aksi bela diri atas penyerbuan tersebut. Setelah pemukulan, sejumlah peluru karet keluar dari moncong senapan Israel. Tak lama kemudian, berondongan senjata api terdengar jelas menembaki para relawan. Puluhan orang terkapar. Dan diantara puluhan itu, 10 dilaporkan tewas.
Penyerbuan itu terasa janggal. Pertama, kapal masih berada di perairan internasional, wilayah netral dimana tak satupun negara boleh melakukan tindakan sewenang-wenang. Kedua, kapal Mavi Marmara merupakan kapal dengan misi kemanusiaan, yang sudah seharusnya Israel membuka tangan atas kehadiran mereka. Ketiga, awak kapal kebebasan itu tak satupun yang bersenjata. Keempat, misi ini bukanlah misi keagamaan yang selama ini dicurigai politisi Yahudi konservatif. Karena dalam kapal itu, selain umat muslim turut pula 40 anggota parlemen dari negara-negara Eropa yang nasrani.