Posts Tagged ‘Restoran Garuda’


Setelah bercerita mengenai pengalaman mencicipi kuliner Minang di Jakarta, selanjutnya kami akan mengajak Anda untuk mendedah restoran Padang pilihan yang telah melegenda di ibu kota. Disamping sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga menjadi tempat perpaduan (melting pot) seluruh budaya Nusantara. Tak heran kalau disini kita bisa menjumpai resto-resto terbaik se-Indonesia, termasuk rumah makan Padang. Berdasarkan data Iwapin (Ikatan Warung Padang Indonesia), saat ini ada sekitar 20.000 rumah makan Padang di Jabodetabek. Dari yang sebanyak itu, tak lebih dari dua puluh yang bisa diketegorikan sebagai “the legend”. Menilai resto-resto mana saja yang telah melegenda, memang gampang-gampang susah. Untuk itu kami mengandalkan penilaian masyarakat berdasarkan ulasan pada Google dan Tripadvisor. Serta pengamatan dan pengalaman penulis ketika mengunjungi resto-resto tersebut.

Langsung saja. Saya akan memulainya dengan Restoran Roda. Bagi Anda generasi milenial, mungkin tak pernah menjumpai rumah makan yang satu ini. Resto ini terletak di Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur. Pada dasawarsa 1970-1980-an, rumah makan ini cukup ternama. Bahkan salah satu dari sedikit restoran berkelas di ibu kota. Dulu Roda juga sering dijadikan tempat shooting film. Kalau Anda penasaran dengan restoran ini, coba tonton film “Samson Anak Betawi” yang diperankan Benyamin Sueb dan Mansur Syah. Disitu ada adegan dimana sang promotor sedang mentraktir Samson makan. Pada masa itu Roda boleh jadi merupakan trade mark masakan Minang. Entah mengapa akhirnya rumah makan yang didirikan oleh Haji Hashuda asal Kapau, Bukittinggi itu bangkrut. Dan kemudian tutup.

(lebih…)

Iklan

Gatot Pujo Nugroho (Gubsu) menghadiri helat perantau Minang (sumber : dnaberita.com)

Gatot Pujo Nugroho (Gubsu) menghadiri helat perantau Minang (sumber : dnaberita.com)

Sejak berabad-abad lalu, wilayah Sumatera bagian utara telah menjadi rantau tradisional bagi kaum Minangkabau. Setidaknya mereka telah bermigrasi ke Sibolga, Barus, Tapaktuan, hingga ke Meulaboh sejak abad ke-14. Di wilayah ini, Bahasa Minangkabau — yang dikenal dengan Bahasa Pesisir di Sibolga atau Bahasa Anak Jamee di Meulaboh – telah lama mengakar dan menjadi bahasa pergaulan (lingua franca). Di pesisir timur, tepatnya di kawasan Batubara dan Asahan, sejak abad ke-17 telah berkumpul orang-orang kaya Minangkabau yang melakukan perdagangan lintas selat. Mereka sebagian besar merupakan nakhoda pemilik kapal, yang berbisnis hasil-hasil bumi untuk pasaran Penang dan Singapura.

Meski sebagian wilayah Sumatera Utara telah lama menjadi koloni dagang mereka, namun di Kota Medan kehadiran etnis Minangkabau relatif baru. Sejarah mencatat baru di akhir abad ke-19 banyak perantau Minang yang bermigrasi ke Medan. Kedatangan mereka kesini mayoritas hendak menjadi pedagang. Hal ini bertolak belakang dengan kehadiran orang-orang China, Jawa, dan Tamil, yang kebanyakan sebagai kuli kontrak.

(lebih…)