Posts Tagged ‘Sejarah Malaysia’


Teritori Aceh yang meliputi Semenanjung Malaysia

Karuan saja bunyi posting Mohd. Am, salah seorang netter asal Malaysia, dalam sebuah forum dunia maya : www.topix.com. Dalam tulisannya, dia mengklaim bahwa Sumatra merupakan bagian dari Malaysia. Pernyataan ini didasarkan atas teritori Kesultanan Johor di abad ke-18, yang meliputi daratan Riau di Sumatra. Dalam konteks Riau pernah menjadi bagian Johor, memang tak ada yang salah. Namun dari judul yang diangkat : Sumatra itu Milik Malaysia, jelas merupakan bentuk provokasi yang jauh dari nilai-nilai ilmiah. Aksi ini tentu memancing banyak komentar dari para netter lainnya. Hingga tulisan ini diturunkan, telah ada 12.921 respons yang masuk ke dalam page diskusi ini. Sepanjang pengamatan saya — yang cukup sering mengunjungi website ini — mungkin posting Mohd. Am inilah yang paling banyak mendapatkan balasan.

Bukan kali pertama situs ini membuat geger masyarakat Indonesia. Sebelumnya seorang netter Malaysia lain, mengubah syair lagu Indonesia Raya dengan nada merendahkan. Merasa terhina, aksi tersebut spontan dibalas netter Indonesia, yang mengacak-acak syair lagu kebangsaan Malaysia : Negaraku. Tidak hanya itu, puluhan demonstran yang tergabung dalam kelompok Bendera, juga melempari Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta dengan plastik berisi kotoran manusia. Menurut koordinator aksi Adrian Napitupulu, tindakan tersebut perlu dilakukan sebagai bentuk balasan atas klaim dan penghinaan yang dilakukan oleh bangsa Malaysia selama ini.

(lebih…)

Iklan

Sampul Buku Dari Penjara ke Penjara

Seharian ini saya membaca buku Dari Penjara ke Penjara (DPKP) karya Bapak Republik Indonesia : Tan Malaka. Walaupun Tan orang politik, namun tak terasa kalau buku ini ditulis oleh orang politik yang biasanya kaku dan berapi-api. Membaca tulisan Tan, serasa membaca karya Hamka atau A.A Navis atau Abdul Muis. Ceritanya mengalir begitu saja, kaya kosa kata, mendayu-dayu, ciri khas tulisan orang Minangkabau tulen. Tapi lebih dari itu, DPKP menerangkan kepada kita kemana condongnya pikiran Tan. Dan mengapa Tan harus rela berjuang demi rakyat proletar yang tertindas.

Buku ini dibagi menjadi dua jilid, menceritakan riwayat perjalanan Tan di Hindia-Belanda, Eropa, Filipina, Tiongkok, dan kembali ke Republik Indonesia. Menurut pengakuan Tan, lahirnya DPKP atas desakan kawan sejawatnya yang menginginkan Tan menulis riwayat hidup, asam garam perjuangannya. Tapi Tan merasa tak mungkin menulis riwayat hidupnya dari lahir, seperti halnya menulis sebuah autobiografi. Jadilah yang ditulisnya hanya saripati perjuangan serta reportasenya selama melawan imperialisme Belanda, Amerika, dan Inggris. Justru belakangan, orang lainlah yang menulis biografi Tan secara lengkap. Seorang sejarawan Belanda yang cukup kesohor : Harry A. Poeze.

Dari tebalnya buku yang saya baca ini, ada beberapa bab yang menarik hati. Bab 6 : Di Deli, menceritakan kondisi kuli kontrak yang merana, ditekan di bawah kaki tuan-tuan kebun yang kejam. Laporan Tan 90 tahun lalu ini, sangat mengiris hati. Berikut ini saya kutip apa yang Tan tulis : “Deli penuh dengan lanterfanters dan schiemiels Belanda. Tongkat besar kepala kosong dan suara keras. Inilah gambaran borjuis gembel di Deli. Mereka dapat lekas kaya, karena gaji besar dan mendapat bagian tetap dari keuntungan, apabila telah bekerja setahun saja. Kalau tidak salah, selain gaji puluhan ribu setahun itu, tuan kebun mendapat bagian keuntungan f 200.000. Tuan maskapai malah lebih dari itu, mendapat gaji tetap sebagai direktur dan adviseur beberapa maskapai, dari bunga modal yang ditanamnya, tetap juga menerima bagian yang lebih besar lagi dari keuntungan kebun. Tuan maskapai adalah pemegang andil yang terbesar, tetapi tidak bekerja, dan biasanya berada di tempat yang jauh, tamasya keliling Eropa. Yang kaya cepat bertambah kaya. Inilah impian kosong schiemels Belanda dengan tongkat besar di kebun Deli, di kamar bola di depan gelas bir dan wiskinya.

(lebih…)


Kisah Sumatera pada periode klasik, sangat jarang dibahas dalam literatur-literatur sejarah nasional. Kejayaan imperium orang-orang Sumatera yang akbar, seolah tenggelam dalam bahasan panjang sejarah Jawa. Pola pandang Jawasentris dalam banyak kajian sejarah Indonesia, telah menutup informasi penting seputar kehidupan masyarakat Sumatera. Dengan merujuk pada catatan-catatan China, India, dan Arab, serta beberapa prasasti yang terserak di sepanjang Pulau Sumatera, kita akan menengok sejarah bangkit dan jatuhnya orang-orang Melayu yang bermukim di pulau tersebut sejak abad ke-7 hingga ke-15. Masa tersebut, yang dikategorikan oleh sejarawan Krom sebagai masa klasik, merujuk pada masa terbentuknya Kerajaan Malayu hingga bangkitnya Kesultanan Malaka di tepi barat Semenanjung Malaysia.

Dalam catatan musafir-musafir mancanegara, Suwarnadwipa atau Zabag atau Sanfotsi, merupakan tempat penting dalam rute perdagangan mereka. Pedagang-pedagang Arab dan Persia, kerap mendapatkan bumbu-bumbu masak yang dibutuhkan pasaran Eropa dari wilayah ini. Sedangkan raja-raja China dan India membutuhkan mineral yang banyak dikandung oleh pulau emas ini. Kerajaan Kantoli di Sumatera Selatan yang mengalami keruntuhan pada pertengahan abad ke-6, mengakhiri periode kuno Sumatera. Selanjutnya sejarah Sumatera masuk pada fase ekspansi dan kedewasaan kultural kerajaan Hindu-Budha.

(lebih…)