Archive for the ‘Wisata’ Category


Stasiun Tokyo

Jepang bukan hanya tentang bunga sakura dan sushi. Negeri ini menawarkan pengalaman perjalanan yang lengkap : dari hiruk-pikuk metropolitan, hingga ketenangan pedesaan di kaki Gunung Fuji. Dari tradisi yang mendalam, hingga teknologi kekinian yang memukau. Kami berkesempatan merasakan kembali semua itu, dalam perjalanan singkat yang penuh makna. Sebenarnya, negeri sakura bukan rencana pertama kami. Tapi karena pengurusan visa ke Korea Selatan berbelit-belit, jadilah kami memutuskan untuk kembali ke negeri ini. Sebagaimana diketahui, bagi pemegang e-paspor, pergi ke Jepang sudah tak memerlukan visa lagi. Itulah mengapa, Jepang selalu menjadi pilihan keluarga Indonesia yang hendak merasakan kehidupan negara maju, sambil menikmati pemandangan alam dan keteraturan kota yang luar biasa.

Perjalanan ini boleh dibilang cukup mendadak. Karena baru direncanakan satu bulan sebelum keberangkatan. Kami sempat berdebar-debar, takut gak kebagian hotel yang diinginkan. Maklum, kami membawa anak-anak dan orang tua, sehingga membutuhkan family room yang ada dapurnya. Kebetulan kami ada beberapa hotel incaran yang boleh dibilang cukup affordable, dan yang terpenting berada di lokasi premium. Saking groginya, kami booking hotel terlebih dahulu, sebelum membeli tiket pesawat. Konyol kan! Oiya, bagi Anda yang ingin liburan ke Tokyo, penginapan adalah hal yang terpenting. Sebaiknya, pilih penginapan yang tak jauh dari lintasan kereta api, sukur-sukur nempel Yamanote line (Lihat : Memahami Tokyo Dari Jalur Kereta “Yamanote Line”). Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah dekat dengan supermarket. Buat kami yang muslim, mencari makanan halal menjadi persoalan tersendiri. Makanya kalau ada hotel yang dekat dengan restoran halal, apalagi ada resto Indonesia-nya, wah bakal jadi incaran. Nah, dalam artikel kali ini, izinkan kami untuk berbagi pengalaman selama di Jepang : mulai dari landing di Narita, berjalan-jalan di area Fuji, sampai menyambangi Imperial Palace.

(lebih…)

Rangkaian kereta Yamanote line (sumber : unsplash.com)

Setelah sebelumnya membuat daftar 20 Tempat Wisata recommended di Tokyo, pada kesempatan kali ini kami kembali membuat artikel panduan wisata di ibu kota Jepang tersebut. Kali ini kami akan menyigi tempat-tempat favorit di Tokyo dengan berpatokan pada jalur kereta Yamanote line. Jalur ini merupakan jalur kereta api tersibuk di Jepang – dengan jumlah penumpang per hari mencapai 3,6 juta orang – yang dibangun melingkar melintasi kawasan urban utama kota tersebut. Seperti diketahui, Tokyo merupakan metropolitan terbesar di dunia dengan populasi mencapai 40 juta jiwa. Saking besarnya Tokyo, wisatawan yang baru pertama kali datang kesini, sering kebingungan ketika hendak memilih tempat bermalam serta tempat-tempat yang akan dikunjungi. Nah artikel kali ini, didedikasikan kepada Anda para first traveler, yang masih galau dalam menentukan lokasi penginapan serta spot-spot menarik yang bakal dikunjungi.

Oiya, kenapa untuk memahami Tokyo kita harus berpatokan pada Yamanote line? Karena bagi para pelancong, cara tercepat dan terhemat berpergian di kota ini adalah dengan menggunakan kereta api. Apalagi lagi kalau Anda berpergian bersama anak-anak ataupun orang tua, kereta di Tokyo merupakan opsi terbaik. Asal jangan berpergian di jam-jam sibuk (pagi dan sore hari), naik kereta di Tokyo sangatlah menyenangkan. Tapi bukannya lebih nyaman naik taksi? Betul, taksi merupakan moda transportasi ternyaman. Namun disana ongkosnya super duper mahal. Terlebih kalau Anda pergi secara berombongan, pasti tak cukup dengan satu taksi. Kalau bus bagaimana? Naik bus tak senyaman naik kereta. Selain karena macet, intensitas bus disana tak serapat kereta api. Nah, jalur Yamanote line berada di tengah kota. Ibaratnya seperti jantungnya kota Tokyo. Sehingga keberadaannya begitu penting, terutama bagi para wisatawan.

(lebih…)

Lalu lintas Tokyo

Buat Anda yang baru pertama kali ke Jepang, Tokyo merupakan destinasi awal yang wajib dikunjungi. Selain karena ibu kota negara, Tokyo juga menawarkan tempat wisata, belanja, serta kuliner yang menarik. Asalkan mempunyai jadwal perjalanan yang tepat, Anda bisa mengunjungi beberapa tempat di kota ini dalam satu hari. Terlebih buat kamu yang memiliki waktu dan budget terbatas, memadatkan beberapa obyek wisata dalam sehari merupakan suatu keharusan. Mengunjungi Asakusa misalnya, bisa juga sekalian menaiki Tokyo Skytree. Atau ke Shinjuku, bisa seharian mengelilingi beberapa obyek, seperti taman nasional Shinjuku Gyoen, Kabukicho, dan Shin Okubo.

Ada beberapa hal yang membuat kita betah berjalan-jalan mengelilingi kota ini. Yang pertama, kota ini ramah bagi pejalan kaki. Trotoar-trotoar disana cukuplah lebar, seperti halnya pedestrian di SCBD dan Jalan Sudirman, Jakarta. Bukan hanya terfokus di pusat kota, trotoar semacam itu hampir merata di seluruh kota. Yang kedua, jaringan transportasinya yang sangat keren. Untuk level Asia, Tokyo merupakan kota dengan sarana perkereta-apian terbaik. Kota ini jauh melampaui kota-kota maju lainnya seperti Hongkong dan Singapura. Yang ketiga, masyarakatnya yang tertib. Entah kenapa, orang Tokyo – dan Jepang pada umumnya – sangatlah tertib. Yang saya perhatikan mereka rela mengantri, demi mempersilahkan orang lain agar bisa lebih dahulu. Di setiap zebra cross, pengemudi akan berhenti ketika melihat ada orang yang hendak menyeberang. Tak ada orang yang berebut untuk mendahului, atau mengklakson kendaraan di depannya. Yang juga cukup mendukung ialah cuacanya yang sejuk. Terutama di bulan Maret sampai April, serta Agustus hingga November, berjalan kaki di Tokyo terasa tak berkeringat.

Karena kondisi yang nyaman itulah, banyak orang yang kemudian memilih berlibur di kota berpenduduk 35 juta tersebut. Nah, bagi Anda yang hendak ke Tokyo, ada beberapa obyek wisata yang bisa menjadi prioritas untuk dikunjungi:

(lebih…)

Pantai Ao Nang

Setelah berkelana dan menginap selama tiga malam di Bangkok, kami melanjutkan masa percutian ke Thailand selatan. Kami menjelajahi kota Krabi dan Phuket, dua kota yang menjadi tujuan para pelancong yang hendak menikmati Laut Andaman. Jarak antara Bangkok dan Krabi ditempuh dalam waktu 1 jam 25 menit. Kami berangkat dari Bandar Udara Don Mueang naik maskapai Thai Lion Air. Tiket menuju Krabi telah kami pesan sejak jauh-jauh hari – tepatnya empat bulan sebelum keberangkatan, dengan harga 1.190 Baht per orang. Saya tak tahu apakah harga tiket ini tergolong murah. Tapi jika dibandingkan dengan tiket Jakarta-Surabaya yang memiliki jarak tempuh yang sama, harga ini hanya separuhnya. Entah mengapa harga tiket domestik di Thailand jauh lebih murah tenimbang negara kita. Mungkin karena pemerintahnya memberikan subsidi untuk industri penerbangan?

Kami tiba di Bandara Krabi sudah lewat tengah hari. Setibanya di pintu keluar, banyak orang yang menawarkan jasa mereka untuk mengantar penumpang ke berbagai tujuan. Kota Krabi tak terlampau besar. Dari segi keramaian seperti kota Pangkal Pinang di Pulau Bangka. Setelah melakukan tawar menawar dengan beberapa pihak, kami akhirnya deal dengan sebuah perusahaan taksi yang saya lupa namanya. Kami diberi harga 900 Baht untuk minibus berukuran 10 orang. Tujuannya : Pantai Ao Nang. Kebetulan penginapan kami tak jauh dari pantai tersebut. Hanya berjarak 850 meter. Jarak antara bandara dengan Ao Nang sekitar 25 km. Namun karena lalu lintasnya lengang, perjalanan hanya ditempuh selama 40 menit. Kami sempat berhenti di kantor perusahaan tersebut, dan ditawarkan paket wisata untuk berkeliling selama di Krabi. Karena sudah memiliki jadwal sendiri, tawaran itupun tak kami terima. Saya sempat menanyakan apakah ia memiliki layanan taksi menuju Phuket. Bak gayung bersambut, ternyata mereka juga menyediakan taksi untuk menuju pulau tersebut. Untuk minibus kapasitias 10 orang, kami diberi harga 3.000 Baht.

(lebih…)

The Grand Palace

Dalam satu dekade terakhir, Thailand telah menjadi destinasi wisata favorit warga Indonesia. Terlebih sejak dibukanya maskapai low cost carrier — seperti Air Asia, Lion Air, dan FlyScoot, semakin banyak orang Indonesia yang mengunjungi Thailand. Salah satunya kami, yang di pertengahan bulan Juni ini berkesempatan mengunjungi negara asal Madame Pang tersebut. Pada episode perjalanan kali ini, kami mengunjungi tiga kota sekaligus : Bangkok, Krabi, serta Phuket. Karena artikel ini berisi cerita liburan di Thailand, maka agar tak terlampau panjang, saya membaginya menjadi dua bagian. Di bagian pertama, menceritakan mengenai pengalaman di Bangkok. Sedangkan untuk bagian yang kedua, mengisahkan tentang perjalanan di Krabi serta Phuket. Berbeda dengan artikel wisata sebelumnya, pada artikel kali ini saya akan mensenaraikan biaya yang dikeluarkan selama di Bangkok. Ini mungkin akan berguna bagi pembaca, sebagai ancar-ancar ketika hendak mengunjungi negeri ini. Sebagai informasi, kurs yang berlaku di bulan Juni ini adalah Rp 444 untuk setiap 1 Baht-nya.

Selain tiket pesawat yang tak terlampau mahal, favoritnya negeri gajah putih sebagai tujuan wisata orang Indonesia karena biaya hidupnya yang murah. Ya, gak beda-beda jauhlah dengan biaya hidup di kota-kota besar di Indonesia. Untuk biaya konsumsi misalnya, masih banyak makanan yang dijual seharga 50 Baht. Di mal-mal berkelas, seperti Icon Siam atau Siam Paragon, masih ada makanan yang dibanderol 90 Baht. Saya sempat mencoba nasi biryani di foodcourt Siam Paragon, dengan harga yang kurang dari 100 Baht. Untuk paket KFC berisi ayam, kentang, nugget, serta minuman, cuma dihargai 116 Baht. Untuk air mineral ukuran satu liter, di 7-Eleven dijual antara 13-15 Baht, sedangkan untuk ukuran 350 ml seharga 7 Baht. Begitu pula dengan jajanan kaki lima seperti Thai pancake, yang bisa dibeli dengan harga 40 Baht.

(lebih…)

Tahun 2016 lalu, Bangkok sempat dinobatkan sebagai “Top City Destinations” oleh sebuah lembaga riset Euromonitor. Kala itu posisinya melampaui London dan New York City yang menjadi langganan top survei. Tiga tahun kemudian giliran perusahaan keuangan Mastercard yang menempatkan Bangkok sebagai kota pertama tujuan pelancong, di atas dua kota favorit lainnya : Paris serta London. Kalau kita menyigi data statistik sebelum pandemi, terlihat bahwa dalam satu dekade jumlah pelancong yang datang ke Thailand naik dua setengah kali lipat. Dimana pada tahun 2009, negeri ini hanya menerima sekitar 14,1 juta wisatawan mancanegara (wisman). Namun di tahun 2019 jumlahnya telah melompat ke angka 39,7 juta jiwa. Sementara Indonesia, dengan luas wilayah yang lebih besar serta obyek wisata yang lebih banyak, hanya berhasil menggaet 16,1 juta wisman. Itupun lebih dari separuhnya cuma berkunjung ke Bali.

Mungkin Anda ada yang bertanya-tanya, apa yang membuat Bangkok — serta Thailand secara umum, menjadi tujuan favorit para pelancong. Padahal kalau kita menengok lanskap alam Thailand, tak berbeda jauh dengan yang ada di Indonesia. Pantai-pantai di Phuket atau Krabi, rasanya tak lebih indah dari yang ada di Bali. Atau pulau-pulau berbukit di Phi Phi Islands, agaknya tak lebih menarik dari gugusan pulau di Labuan Bajo. Begitupula dengan hiruk pikuk Bangkok dengan aneka pusat perbelanjaannya, tak berbeda jauh dengan hustle bustle-nya Jakarta. Kalau kuliner Thailand mau dibilang lebih enak, gak sepenuhnya tepat. Makanan-makanan kita-pun juga gak kalah menariknya. Bahkan rendang dan pisang goreng, sempat ditasbihkan sebagai makanan dan camilan terfavorit di dunia. Lalu apa yang menyebabkan jumlah turis asing yang datang ke Thailand jauh lebih banyak dibandingkan ke negeri kita? Nah, dalam artikel kali ini, kita akan menengok faktor-faktor apa saja yang menjadikan Thailand bisa menjadi tujuan utama para pelancong.

(lebih…)

There’s a whole world out there, right outside your window. You’d be a fool to miss it ~ Charlotte Eriksson

Bagi Anda yang sudah berulang kali ke Pulau Dewata, tapi belum pernah ke Nusa Penida. Wah sayang sekali..! Kalau Anda suka mengeksplor tempat-tempat baru, pulau di sebelah tenggara Bali itu agaknya cocok untuk menjadi tujuan selanjutnya. Selain pemandangannya yang eksotis, Nusa Penida juga menawarkan alam liar dengan infrastruktur terbatas. Salah satu hal menarik ketika mengunjungi pulau ini adalah perjalanan menyeberangi selat dengan speed boat. Selama penyeberangan, Anda akan disuguhkan bentang alam Bali selatan serta Gunung Agung yang tinggi menjulang. Ada beberapa poin tempat pemberangkatan menuju pulau ini. Yang paling umum adalah dari Pelabuhan Sanur – dekat Pantai Matahari Terbit. Dari sini Anda bisa menyewa kapal cepat dari banyak penyedia dengan tarif bervariasi. Bulan Desember 2022 kemarin, kami menyewa boat dari Semabu Hills dengan tarif Rp 75.000 per orang untuk satu kali trip. Perjalanan kesana kurang lebih memakan waktu 45 menit. Waktu pemberangkatannya di pagi hari, antara pukul 07.00 – 08.00. Sedangkan untuk kepulangan di sore hari, antara pukul 16.00 – 17.00.

Setibanya di Pelabuhan Toya Pakeh, Anda bisa menyewa motor atau mobil jenis minivan. Harga sewanya-pun tak mahal-mahal amat. Untuk motor dikenakan tarif Rp 75.000 per hari, sedangkan mobil Rp 500.000 per hari berikut bensin dan sopir. Kalau Anda ingin duduk nyaman dan menikmati perjalanan, saran saya lebih baik menyewa minivan beserta driver. Selain view perjalanannya yang memanjakan mata, jalan raya di Nusa Penida relatif sempit. Di beberapa titik, salah satu mobil harus mengalah ketika hendak berpapasan. Disamping itu banyak pula jalanan yang berliku disertai tanjakan tajam. Sepanjang perjalanan, diantara spot yang cukup menarik adalah Bukit Teletubbies. Gundukan bukit-bukit kecil seperti di serial Teletubbies itu, bisa Anda jumpai di perjalanan dari arah Diamond Beach menuju Kelingking Beach. Kalau Anda berdua ataupun solo traveler, menyewa motor agaknya menjadi opsi terbaik. Selain lebih murah, Anda bisa mengunjungi lebih banyak destinasi. Mengendarai motor, Anda tak harus bersusah payah mencari parkiran. Terlebih di musim liburan seperti akhir tahun lalu, mencari parkiran di spot-spot favorit menjadi pe er tersendiri. Bagi Anda yang kesini tanpa didampingi tour guide, pastikan ya SIM Card Anda bisa beroleh sinyal. Kalau tidak, Anda tak bisa mengakses Google Maps untuk melihat rute perjalanan. Bukan apa-apa, di Nusa Penida masih minim penunjuk arah. Kalau salah belok, Anda malah nyasar kemana-mana.

(lebih…)

Beberapa hari lalu, lewat akun Instagram-nya @sandiuno, Menparekraf mengunggah potongan berita online yang berjudul “Moto GP Mandalika Bawa Berkah untuk Bali, 500 Hotel Ludes Dipesan”. Sebelumnya dipertengahan bulan Januari lalu, http://www.liputan6.com mengabarkan bahwa 2.000 kamar hotel di kawasan Senggigi sudah dipesan wisatawan yang akan menonton MotoGP. Meski ajang ini baru dihelat tanggal 18-20 Maret nanti, namun industri wisata di propinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat sudah mulai menggeliat. Kabar ini tentunya memberikan angin segar bagi para pelaku pariwisata untuk kembali bangkit dan meraup untung. Terlebih dalam dua tahun terakhir, industri ini merupakan sektor yang paling terpukul akibat Covid-19.

Jika kita berhitung berdasarkan info di atas, kalau saja rata-rata harga kamar di Senggigi Rp 1 juta per malam, dan lama wisatawan menginap selama satu minggu, maka dari ini saja sudah diperoleh pemasukan sebesar Rp 14 milyar. Lalu dari bisnis rental mobil juga tak berbeda jauh. Jika sewa mobil rata-rata per hari Rp 800.000, selama seminggu sektor ini sudah menerima pemasukan Rp 11,2 miliar. Bisnis beverages-pun juga bisa beroleh untung yang lumayan. Asumsi biaya makan dan minum per hari Rp 150.000, untuk melayani 4.000 wisatawan (satu kamar diisi oleh dua orang) yang menginap selama satu minggu, maka sektor ini akan menerima sekitar Rp 4,2 miliar. Belum lagi dari penjualan oleh-oleh, penyewaan speedboat, jasa spa, dan pemandu wisata. Jika perhitungan di atas tak meleset, maka dari ajang MotoGP bulan depan, Senggigi bisa beroleh pendapatan sekitar Rp 30 miliar. Ini baru dari Senggigi saja, belum Gili-Gili di lepas pantai, kota Mataram, kawasan Kuta-Mandalika, serta Bali di seberang selat.

(lebih…)

Nasi Kapau Kedai Pak Ciman

Tak terasa siang itu peluh saya bercucuran. Bukan karena sedang menggali parit atau memanggul barang, tapi saya baru saja menyantap iga bakar di Rumah Makan Datuk. Loh kok? Iya, di rumah makan ini iga bakarnya disajikan bersama kuah sop hangat. Jadilah baju saya setengah kuyup. Meski tak dilengkapi AC, namun iga bakar disini enak banget. Tekstur dagingnya lembut, plus bumbu iganya yang meresap. Selain iga bakar, jengkol lado hijaunya-pun cukup favorit. Saya yang tak suka jengkol, jadi tertarik dibuatnya. Penasaran dengan masakan yang tersaji, saya sempat berbincang dengan pegawai di rumah makan itu. Ternyata menu iga bakar ini hanyalah improvisasi si pemilik rumah makan yang berasal dari Silungkang, Sawahlunto. Meski dua potong iga yang tersaji cukuplah besar, namun harganya masihlah berpatutan. Kalau gak percaya, cobain deh! Lokasinya gak jauh dari pusat grosir Cipulir, Jakarta Selatan.

Masih di seputaran Jakarta Selatan, ada lagi rumah makan Padang yang bikin nagih. Namanya Putra Minang. Kalau Anda berdomisili di seputaran Pesangrahan, Ciledug, atau Bintaro, mungkin tak asing lagi dengan rumah makan yang satu ini. Restoran yang dikelola oleh H. Mahyudin asal Pariaman itu konon telah memiliki 60 outlet. Pantas saja disepanjang Jalan Ciledug Raya, antara Pasar Ciledug hingga Mayestik, rumah makan ini cukup banyak dijumpai. Disini menu andalannya adalah ayam bakar. Memang enak bro! Bumbunya yang pedas-manis itu nempel sama ayamnya. Tak salah kalau rumah makan ini menasbihkan diri sebagai “istana ayam bakar”.

(lebih…)


Tol Layang Jakarta-Cikampek

Sejak Tol Trans Jawa tersambung di penghujung tahun 2018, Alhamdulillah sudah dua kali saya menjajalnya. Yang pertama di bulan Juli lalu sampai Probolinggo. Dan yang kedua akhir bulan kemarin mentok kota Malang. Mungkin dulu tak pernah terbayang jarak antara Jakarta-Surabaya bisa ditempuh dalam waktu 9 jam. Dari Jakarta-Semarang saja, dulu (tahun 2011) saya harus menempuhnya selama 10 jam. Untuk sampai di Surabaya, mungkin bisa makan waktu 18 jam. Meski dengan Argo Bromo Anggrek waktu tempuh ke Surabaya sudah tembus 9 jam, namun rasanya tak semenarik mengendarai mobil. Selain tak bisa mampir berwisata kuliner, naik kereta api agaklah membosankan. Kalau naik mobil, apalagi di siang hari, kita bisa menoleh ke kanan dan ke kiri. Menikmati sawah, ladang, sungai, dan gunung-ganang yang berdiri menantang awan.

Serius! Ada sensasi tersendiri ketika mengendarai mobil sepanjang hampir 1.000 km dari barat ke timur Pulau Jawa. Lepas dari Jakarta, kita bisa tancap gas langsung naik tol Japek Elevated. Di jalan layang sepanjang 40 km ini, kita tak kan diganggu oleh truk-truk dan bus AKAP yang kadang menyebalkan. Memang tol layang ini agak sedikit bergelombang, tapi so far oke-lah untuk dilalui. Dari atas jalan, kita bisa menyaksikan betapa massifnya pembangunan koridor Bekasi – Karawang. Para pengembang seakan saling berlomba-lomba membangun apartemen di kedua belah sisi jalan. Yang paling mencolok adalah Meikarta. Proyek besutan Lippo Group itu membangun sekitar 56 menara setinggi 30 lantai. Di malam hari, lampu-lampu dari tower crane, memercikan cahaya seperti sedang menari. Setelah turun di KM 47, jalan biasanya agak tersendat. Selain bottle-neck, truk-truk yang berjalan lambat juga menghambat laju kendaraan pribadi. Kondisi seperti ini biasanya sampai KM 67, ketika Tol Trans Jawa terpecah dua : ke arah Bandung dan Cirebon.

(lebih…)