Posts Tagged ‘Bugis’


Seorang Perempuan Mengerjakan Sarung Tenun Samarinda

Seorang Perempuan Mengerjakan Sarung Tenun Samarinda

Di Indonesia Timur, etnis Bugis, Makassar, dan Buton dikenal sebagai kelompok masyarakat yang banyak melahirkan pengusaha tangguh. Mereka tak hanya mengisi pasar-pasar di Sulawesi, namun juga di Kalimantan, Maluku, dan Papua. Menurut catatan sejarah, migrasi orang-orang Makassar ke seberang lautan terjadi setelah berlangsungnya Perjanjian Bongaya di tahun 1667. Tak lama kemudian masyarakat Bugis yang tak puas dengan kondisi politik di Sulawesi Selatan mengikuti jejak saudaranya untuk pergi merantau. Sedangkan etnis Buton yang berasal dari Sulawesi Tenggara, baru melakukan migrasi secara besar-besaran setelah masa kemerdekaan. Sehingga di perantauan populasi dan pencapaian mereka tak terlampau mencolok. Ada beberapa faktor yang menyebabkan berpindahnya kelompok etnis dari Sulawesi bagian selatan ini ke wilayah-wilayah lainnya di Indonesia Timur. Namun dari semua faktor itu, yang terpenting ialah besarnya peluang ekonomi, terutama di bidang perdagangan. Oleh karenanya di beberapa tempat dan pada waktu tertentu, dalam perebutan kue ekonomi itu sering terjadi pergesekan antara masyarakat lokal dengan ketiga etnis tersebut.

Dalam beberapa hal, masyarakat Bugis-Makassar dan Buton bisa disamakan dengan kelompok Arab, Tionghoa, dan Minangkabau, yang banyak mencari peluang di Indonesia Timur untuk mengembangkan jaringan dagang mereka. Etnis-etnis tersebut bertolak belakang dengan motif migrasi orang Jawa, Minahasa, dan Batak, yang pergi ke Indonesia Timur karena penempatan sebagai pegawai atau ikut program transmigrasi. Karena corak dagang inilah, maka kelompok Bugis-Makassar dan Buton cukup menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia Timur. Dalam kajian ini, penyebutan Bugis-Makassar juga termasuk di dalamnya kelompok-kelompok lain di Sulawesi Selatan, seperti etnis Luwu dan Massenrempulu, yang juga banyak tersebar di perantauan Indonesia Timur.

(lebih…)

Iklan

Patung Sultan Hasanuddin di Makassar

Christian Pelras dalam bukunya yang kesohor : The Bugis, bercerita tentang riwayat hidup masyarakat Bugis dari awal abad pertama hingga abad kontemporer. Melalui karyanya itu, Pelras menuturkan kehidupan masyarakat Bugis yang pada mulanya merupakan masyarakat agraris, kemudian bermigrasi sejak jatuhnya Makassar pada tahun 1666. Di perantauan, orang-orang Bugis terkenal sebagai pelaut ulung, serdadu bayaran, dan penguasa kerajaan-kerajaan Islam Nusantara. Peran dan kiprah mereka, telah mewarnai perjalanan sejarah Indonesia, khususnya pada abad ke-18 dan 19 Masehi.

 

Dari Darat ke Laut

Bugis, salah satu dari tiga etnik di Nusantara (selain Banjar dan Minangkabau) yang telah menempatkan manusia-manusianya di seberang lautan sejak ratusan tahun lampau. Kepindahan masyarakat Bugis-Makassar, lebih disebabkan karena besarnya dorongan politik di Sulawesi Selatan, yang merupakan kampung halaman mereka. Kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar yang telah bersaing sejak abad ke-14, menciptakan ketegangan yang berkepanjangan. Aliansi, ekspansi, dan peperangan yang berlangsung ratusan tahun lamanya, mengundang petualang-petualang asing untuk ikut bermain di dalamnya. Pemerintah Hindia-Belanda yang tahu keadaan ini, menjadi pihak yang paling siap membantu salah satu kerajaan yang bersaing.

(lebih…)


Rosihan Anwar, sang penulis petite histoire.

Menarik membaca hasil pengamatan serta pandangan para peneliti asing, mengenai kehidupan masyarakat dan budaya Nusantara. Pada perjumpaan kali ini, kita akan melihat penuturan Olivier serta pandangannya mengenai kehidupan bangsa-bangsa Hindia Timur pada abad ke-19. Olivier hanya melihat tiga etnis pribumi dan dua etnis asing yang menonjol dalam kehidupan kerajaan-kerajaan Hindia Timur. Pengkategorian tiga etnis pribumi, Jawa, Melayu, dan Bugis, merupakan suatu bentuk simplifikasi para sejarawan dan budayawan asing mengenai bangsa-bangsa Hindia Timur. Melayu misalnya, mungkin Olivier menyamaratakan seluruh etnis yang hidup di pulau Sumatera dan Kalimantan sebagai etnis Melayu. Dalam hal ini etnis Aceh, Melayu Pesisir, Minangkabau, dan Ogan, dikelompokkan ke dalam etnis Melayu, yang mana secara kultural mereka sangat berbeda. Begitu juga dengan etnis Jawa, yang diartikan sebagai bangsa yang hidup di pulau Jawa, dan Bugis merupakan orang-orang yang berada di Sulawesi.

Mungkin pandangan Olivier dan peneliti-peneliti sealiran dengannya inilah, yang akhirnya diserap oleh pemerintahan Malaysia, untuk menggelembungkan jumlah etnis Melayu di Malaysia. Pemerintahan Malaysia pasca kolonialisme Inggris, telah menggolongkan perantau-perantau Aceh, Mandailing, dan Minangkabau sebagai etnis Melayu. Bahkan untuk kepentingan politis tersebut, Malaysia menggolongkan pula perantau-perantau asal Jawa, Banjar dan Bugis sebagai orang Melayu Malaysia, sehingga kini secara keseluruhan etnis “Melayu” di Malaysia berjumlah 60% dari total populasi, melebihi China (25%) dan India (15%). Jikalau kita melihat secara cermat, mungkin etnis Melayu asli tidaklah akan lebih dari 20% di Malaysia.

(lebih…)