Posts Tagged ‘Sejarah Melayu’


Pada tahun 1100, kendali kerajaan Chola telah menghilang. Hal ini membuat situasi politik di India tidak stabil. Akibatnya pengaruh dan kekuatan jaringan perdagangan Tamil di utara Sumatera-pun ikut melemah. Pada saat yang sama dinasti Song di China berada dalam tekanan kuat dari suku-suku Mongol di pedalaman. Tekanan ini mendorong para pedagang China bermukim di bandar-bandar utara Sumatera, dan menggantikan peran yang selama ini dijalankan oleh masyarakat Tamil. Di bawah kekuasaan Xiazong (1163-1190), China mengembangkan angkatan laut yang kuat, sekaligus mengembangkan armada perdagangan lintas benua yang mumpuni. Pada masa itu kapal-kapal China mengungguli kapal-kapal dagang negara lain, dan berlayar jauh dari Jepang hingga Teluk Persia. Armada dagang China yang besar itu, telah mengambil alih peran yang selama lima abad dijalankan Sriwijaya. Perdagangan China yang tak lagi menggunakan jasa Sriwijaya, telah mengempiskan pundi-pundi kerajaan secara signifikan.

Perdagangan langsung China telah mendorong lepasnya kota-kota dagang Sriwijaya di utara Sumatera. Mengikuti Kampe, kota-kota dagang seperti Samudera, Pasai, Perlak, Lamuri, serta Aceh, satu per satu melepaskan diri dari Sriwijaya dan mendirikan kerajaan merdeka. Diantara semua kerajaan-kerajaan baru tersebut, Samudera Pasai-lah yang terkuat. Samudera Pasai merupakan dua kota kembar yang didirikan oleh Marah Silu, seorang mualaf yang telah mengganti namanya menjadi Malik al-Saleh. Negara-kota yang berdiri di atas sendi-sendi Islam ini, mengirimkan dutanya ke China pada tahun 1281. Kemasyuran Samudera Pasai dimulai dengan pernikahan Malik al-Saleh dengan putri penguasa Perlak di penghujung abad ke-13. Kehadiran kerajaan baru ini telah menarik pedagang-pedagang Muslim, sekaligus mempercepat keruntuhan pelabuhan-pelabuhan Sriwijaya di Semenanjung Malaysia.

(lebih…)

Iklan

Relief Kapal Sriwijaya pada Candi Borobudur

Samaratungga merupakan anak-cucu dari wangsa Sailendra yang telah berkuasa di Jawa sejak tahun 752. Dia adalah maharaja Sriwijaya pengganti Wisnu. Untuk memperkuat kekuasaannya, ia menikahi Tara, putri Dharmasetu. Di pedalaman Kedu yang permai, Samaratungga menghadapi masalah cukup pelik. Loyalitas wangsa Sanjaya dan tuan-tuan tanah tak lagi berpihak kepadanya. Mencoba mengakhiri huru-hara ini, dia memperkuat aliansi dengan menikahkan putrinya Paramodavardhani dengan Rakai Pikatan, seorang putra raja Sanjaya : Rakai Garung. Namun usaha ini tak berbuah hasil. Malah Rakai Pikatan dengan bantuan istrinya, berhasil mengusir Balaputra — anak Samaratungga yang lain sekaligus pengganti tahtanya — kembali ke Palembang. Tahun itu berangka 850. Dengan terusirnya Balaputra, berakhir pula kekuasaan Sriwijaya selama satu abad di Jawa Tengah.

Rakai Pikatan yang ambisius dengan cepat memutus ikatan Sriwijaya dengan Jawa. Naiknya Pikatan, memaksa orang-orang Jawa pengikut Balaputra untuk angkat kaki. Dan merekapun bermigrasi ke Jawa Barat untuk mendirikan Kerajaan Banten Girang. Lepasnya Jawa dari Sriwijaya, mendorong para penguasanya untuk memperkuat kerajaan. Alhasil pada abad ke-10, Jawa dengan percaya dirinya menjadi penantang Sriwijaya. Berdirinya Banten Girang yang menguasai Banten dan Lampung, ternyata bagai duri dalam daging. Banten Girang yang diberikan kepercayaan untuk berdagang lada di wilayah Sriwijaya, ternyata berbalik arah menyokong saudara Jawa-nya : Dharmawangsa, untuk menyerang Palembang. Tahun 990, untuk pertama kalinya Jawa menyerang Sumatera. Penyerangan itu memporakporandakan Palembang, walau tak berakibat jatuhnya Sriwijaya ke tangan Jawa.

(lebih…)