Pemilu 2024 : Jatah Prabowo dan Masih Perkasanya PDI-P

Posted: 25 Februari 2024 in Politik
Tag:, , , , ,

Hasil hitung cepat sejumlah Lembaga Survei, menyatakan kalau pasangan Prabowo-Gibran memenangkan pertarungan Pilpres tahun ini. Pasangan ini beroleh sekitar 59% suara, setelah mengalahkan dua pasangan lainnya yakni Anies-Muhaimin (memperoleh 24% suara) serta Ganjar-Mahfud (17%). Dalam kontestasi ini, nampak sekali kalau pasangan Prabowo-Gibran lebih siap. Selain dikelilingi para relawan yang massif – kebanyakan pendukung Jokowi di 2014 dan 2019 lalu, pasangan ini juga disokong oleh pendanaan yang kuat. Diantaranya dari Hashim Djojohadikusumo, Aburizal Bakrie, serta duo abang-beradik Erick dan Boy Thohir. Yang juga perlu dicatat adalah dukungan dari partai koalisi yang saat ini menguasai parlemen. Disamping partai besutan Prabowo : Gerindra, pasangan ini juga didukung Partai Golkar, Demokrat, serta PAN.

Selain support system-nya yang mumpuni, Prabowo sendiri boleh dibilang sudah sangat siap. Terlebih, beliau sudah tiga kali mengikuti kontestasi pemilihan Presiden-Wakil Presiden, jadi sudah khatam seluk beluk serta medan tempur yang akan dilalui. Kalau dibandingkan dengan tiga Pilpres sebelumnya, pembawaan Prabowo saat ini agak sedikit kalem. Ia acapkali berjoget, sehingga terlihat seperti gemoy. Satu lagi yang berbeda dari penampilan Prabowo tahun ini adalah dress code yang dikenakannya. Berbeda dengan dua Pilpres sebelumnya dimana ia sering mengenakan safari coklat, di Pilpres kali ini ia acap memakai baju biru muda. Yang juga menarik adalah atribut kampanyenya yang terkesan futuristik. Dengan menggunakan kecerdasan buatan, Prabowo yang sudah berumur di-remake seperti bocah. Boleh jadi ini merupakan strategi konsultan politiknya, agar citranya di masyarakat — terutama kalangan milenial dan gen Z — terlihat positif.

Sebagai catatan, pada Pemilu 2024 ini kelompok gen Z dan milenial mengambil peran cukup besar. Ada sekitar 56% pemilih yang berasal dari dua kelompok umur tersebut. Kalau saja para paslon tak bisa mem-branding dirinya sesuai preferensi mereka, maka dipastikan tak akan beroleh suara signifikan. Ganjar contohnya, meski ia lekat dengan citra anak muda : suka lari dan energik, namun karena ia menggagalkan penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia, suaranya langsung amblas. Padahal di survei-survei selama tahun 2022 hingga Maret 2023 – sebelum ia menyuarakan penolakan tim Israel, elektabilitasnya masih bertengger di atas 30%. Begitu pula dengan Anies Baswedan. Meski Program “Desak Anies” tergolong bagus, namun ia tak menjangkau mayoritas konstituen anak muda. Sehingga anak-anak muda yang tak suka acara bincang-bincang, tak mengetahui sosoknya secara paripurna.

Kemunculan “Little Jokowi” 

Gibran Dalam Debat Cawapres

Banyak orang yang menyebut, kalau kesuksesan Prabowo kali ini disebabkan oleh faktor Jokowi. Hal ini dikarenakan bergabungnya Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, sebagai pendamping Prabowo. Meski baru dua tahun menjabat walikota Solo, namun bagi sebagian orang ia dianggap (sudah) pantas untuk menjadi calon wakil presiden. Tak salah jika satu tahun menjelang masa pendaftaran, banyak politisi nasional yang wara wiri mendekatinya. Selain Prabowo Subianto, calon presiden dari Partai Nasdem : Anies Baswedan, sempat pula menemuinya di Solo. Sinyal untuk menggandeng Gibran-pun juga datang dari PDI-P. Dalam sebuah wawancara dengan awak media, Puan Maharani sempat melontarkan wacana Gibran untuk menjadi cawapres PDI-P. Waktu itu Puan bilang, kalau saja Mahkamah Konstitusi meloloskan revisi syarat batas usia, maka tak menutup kemungkinan Gibran bisa dipertimbangkan.

Namun dari tiga capres yang bertarung, Prabowo-lah yang paling serius untuk menggandengnya. Selain karena kedekatan Prabowo dengan Jokowi, Gibran juga dinilai bisa mendongkrak suara mantan Danjen Kopassus itu di Jawa Tengah. Hal ini setelah tim pemenangan Prabowo melihat hasil survei sepanjang tahun 2022, dimana suara Prabowo di propinsi tersebut tak begitu menggembirakan. Saat itu elektabilitasnya masih kalah dari Ganjar yang kebetulan sedang menjabat gubernur Jawa Tengah. Nah, karena Gibran cukup populer disana, maka dipilihlah ayah Jan Ethes itu sebagai pendamping Prabowo. Meski pimpinan partai koalisi telah bersepakat, namun kabarnya Gibran sempat bimbang. Hal ini dikarenakan ia masih menjadi anggota PDI-P, partai yang mengantarkannya ke Solo 1. Keyakinan Gibran untuk maju bersama Prabowo, baru kemudian dinyatakan kepada publik saat ia berpidato di Indonesia Arena pada bulan Oktober lalu.

Walau terpilihnya Gibran untuk mengakomodir kepentingan Koalisi Indonesia Maju, namun di mata oposan langkah ini dipandang sebagai bentuk ambisi Jokowi. Ia lantas dipersepsikan telah mengorkestrasi terbentuknya sebuah dinasti politik yang akan melanggengkan kekuasaannya. Tak kurang sejumlah politisi senior seperti Megawati, Amien Rais, dan Jusuf Kalla, menunjukkan kekesalannya. Begitu pula dengan beberapa tokoh nasional seperti Goenawan Mohamad, Frans Magnis Suseno, serta Ikrar Nusa Bhakti, yang juga ikut angkat bicara.

Kekesalan para pengkritik Jokowi, bermula dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan judicial review terkait batas usia wapres. Dalam pengambilan keputusan itu, Anwar Usman yang juga merupakan ipar Jokowi, menjadi salah satu hakim pemutus. Meski kemudian Usman dijatuhi hukuman melanggar etik, namun keputusan yang telah menguntungkan Gibran tersebut tak bisa dianulir. Pakar hukum tata negara cum politisi Yusril Ihza Mahendra menyatakan, putusan itu tetap bersifat final dan mengikat. Lalu, terkait tuduhan oposan yang menyatakan kalau Jokowi yang men-drive keputusan MK, Mahkamah Kehormatan MK-pun tak bisa membuktikannya. Sebenarnya, ini bukan kali pertama Mahkamah Konstitusi mengambil putusan kontroversial. Di tahun 2003, lembaga ini juga pernah merevisi syarat pendidikan calon presiden yang kemudian menguntungkan Megawati. Meski ada riak-riak protes kala itu, namun keributannya tak seheboh hari ini.

Kursi Partai Politik di Parlemen

Airlangga dan Ketua Dewan DPP Partai Golkar (sumber : kompas.com)

Jika jabatan presiden-wakil presiden hampir pasti dimenangkan Prabowo-Gibran, maka untuk anggota DPR-RI, PDI-P yang akan beroleh suara terbanyak. Partai ini diperkirakan akan mendapatkan 16,64% suara atau sekitar 107 kursi. Meski jauh menurun dibandingkan lima tahun sebelumnya, namun partai ini masih menjadi yang terbesar di 13 propinsi. Jawa Tengah, Banten, Bali, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Barat, masih menjadi basis setianya. Jika kita melihat angka yang diraih PDI-P, maka tak berbeda jauh dengan apa yang didapatkan Ganjar dalam kontestasi pilpres. Artinya, sosok Mahfud M.D sebagai cawapres tak begitu menolong elektabilitas pasangan ini. Jika banyak orang yang memperkirakan suara PDI-P akan gembos karena perseteruan Jokowi vs Megawati, maka dengan hasil yang diperoleh, hal itu tak terkonfirmasi. Boleh dibilang, pendukung Jokowi yang memilih PDI-P di dua Pemilu sebelumnya hanya sekitar 2% – 2,5% dari suara nasional.

Kemudian di peringkat kedua ada Partai Golkar yang menyodok dari posisi ketiga setelah meraih 15,18% suara. Jambi, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur masih menjadi lumbung partai berlambang beringin tersebut. Selain itu yang juga perlu dicatat adalah direbutnya kembali “propinsi kunci” Jawa Barat yang pada Pemilu sebelumnya dikuasai oleh Demokrat (2009), PDI-P (2014), dan Gerindra (2019). Naiknya suara Partai Golkar dibanding Pemilu sebelumnya menandakan keberhasilan kepemimpinan Airlangga Hartarto. Ia berhasil menempatkan vote getters di setiap daerah pemilihan. Sehingga menurut perhitungan Poltracking, partai ini akan mendapat tambahan 11 kursi dibanding Pemilu sebelumnya.

Lalu di peringkat ketiga ada Gerindra yang bertukar posisi dengan Golkar. Meski dalam Pilpres suara Prabowo mencapai 59%, namun partai ini hanya meraup sekitar 13,34% suara. Meski tak begitu menggembirakan, namun angka ini sudah naik sedikit dibanding Pemilu 2019 lalu yang hanya meraih 12,6%. Partai lainnya yang juga mengalami kenaikan cukup signifikan adalah Partai Kebangkitan Bangsa. Partai warisan Gus Dur itu melonjak sekitar 12% : dari 9,7% (2019) menjadi 10,89% (2024). Kenaikan ini juga sekaligus mengambil alih homebase mereka : Jawa Timur, yang pada tiga Pemilu sebelumnya dikuasai PDI-P (2014 dan 2019) serta Demokrat (2004). Oiya, untuk Gerindra dengan hasil tersebut diperkirakan akan meraih sekitar 90 kursi, sedangkan PKB akan beroleh 66 kursi.

Di peringkat ke lima sampai ke delapan berturut-turut ditempati oleh Nasdem (9,24%), PKS (8,17%), Demokrat (7,41%), serta PAN (7,27%). Jika dibandingkan dengan suara pada Pemilu 2019 lalu, Nasdem (66 kursi) serta PAN (47 kursi) mengalami sedikit kenaikan, sedangkan PKS (48 kursi) dan Demokrat (48 kursi) mengalami penurunan. Sementara itu sepuluh partai lainnya yakni PPP, PSI, Perindo, Gelora, Hanura, Buruh, Ummat, PBB, PGRI, dan PKN masih di bawah ambang batas 4% alias tak masuk parlemen. Meski PSI digadang-gadang sebagai “partainya Jokowi”, namun partai besutan Jeffrie Geovanie itu belum mampu melenggang ke parlemen. Walau begitu, partai ini kembali meraup suara cukup besar di kawasan megapolitan Jabodetabek. Agaknya partai ini sedikit menggerogoti suara PDI-P yang di Jakarta mengalami penurunan cukup dalam.

Update :

Tanggal 20 Maret 2024, KPU mengumumkan hasil rekapitulasi Pemilihan Legislatif masing-masing partai dengan jumlah suara dan kursi sebagai berikut : PDI-P (16,72% – 110 kursi), Golkar (15,29% – 102), Gerindra (13,22% – 86), Nasdem (9,66% – 69), PKB (10,62% – 68), PKS (8,42% – 53), PAN (7,24% – 48), dan Demokrat (7,43% – 44). Sementara itu PPP yang diperkirakan lolos, tak masuk ke parlemen karena hanya beroleh 3,87% suara.

Tinggalkan komentar