Tiktok Shop dan Strategi Kotor Produsen Tiongkok

Posted: 8 Oktober 2023 in Ekonomi Bisnis
Tag:, , , , ,

Tiktok Shop Live Shopping (sumber : cnn.com)

Hari Rabu kemarin (4 Oktober), pemerintah melalui Kementerian Perdagangan resmi menghentikan kegiatan Tiktok Shop. Aplikasi besutan ByteDance itu diduga telah mematikan sebagian besar usaha kecil-menengah, terutama yang berjualan di pasar-pasar tradisional. Sejumlah pedagang di Pasar Tanah Abang mengungkapkan, biasanya mereka beroleh omset sekitar Rp 20 juta per harinya. Tapi sejak kehadiran Tiktok Shop, omset mereka anjlok hingga mencapai 90%. Kegusaran para penggalas ini bukan karena mereka gaptek terhadap perkembangan teknologi, namun lebih kepada harga-harga barang di aplikasi tersebut yang tak masuk akal. Jilbab misalnya, yang biasa dibanderol seharga Rp 75.000 per helai, di Tiktok Shop cuma dijual Rp 5.000.

Murahnya harga barang di Tiktok Shop, disinyalir karena adanya predatory pricing yang diterapkan para produsen asal Tiongkok. Dimana mereka menjual barang-barangnya di bawah harga pokok produksi atau HPP. Para produsen itu berani melakukan strategi seperti ini, sebab mereka telah beroleh untung dari pasar domestik di negaranya. Oleh karenanya ketika mereka masuk ke Indonesia, mereka menggunakan keuntungan tersebut untuk mensubsidi barang-barang yang dijual murah disini. Strategi seperti ini dikenal dengan istilah dumping. Dengan adanya strategi dumping yang dilakukan oleh produsen Tiongkok, tentu akan merusak pasaran dalam negeri, yang pada gilirannya akan membunuh para pengusaha UMKM. Terlebih sekitar 60% pendapatan domestik kita ditopang oleh UMKM.

Shadow Ban dan Market Intelligence ala Tiktok Shop

Meski Tiktok Shop nyata-nyata telah menjadi media yang digunakan oleh produsen Tiongkok untuk melakukan dumping, namun masih ada saja pihak yang membela eksistensi platform tersebut. Mereka berpendapat bahwa seharusnya para pengusaha berterima kasih dengan adanya aplikasi ini, sebab bisa memberikan media alternatif untuk berjualan. Ada pula yang beropini bahwa seharusnya pengusaha UMKM kita melek digital, bukan malah melarang inovasi dan perkembangan teknologi. Pendapat ini tak sepenuhnya salah, jika algoritma yang diterapkan Tiktok Shop cukup fair! Namun kenyataannya, kalau kita mendengar keluh kesah dari para seller, banyak diantara mereka yang telah berjualan berminggu-minggu tapi tak naik-naik. Yang lebih tragisnya lagi, ada seller yang sudah naik dan selalu muncul di laman pertama (FYP – For Your Page), namun tiba-tiba sepi dan kemudian senyap.

Kejadian seperti ini dialami oleh para penjual skincare lokal yang tiba-tiba di-shadow ban. Shadow ban adalah penghentian secara diam-diam yang dilakukan Tiktok Shop terhadap akun tertentu karena diduga hendak memuluskan penjualan akun lain. Dalam kasus penjualan skincare, Tiktok hendak mendorong akun seller Skintific dan The Originote, dua produk skincare asal Tiongkok. Hal serupa juga dialami oleh penjual peralatan rumah tangga dan produk-produk fesyen. Kalau benar Tiktok Shop telah men-shadow ban seller tertentu untuk melancarkan seller yang lain, saya rasa aplikasi ini tak dapat dipercaya. Ibarat dalam sebuah pasar, Tiktok tiba-tiba menutup paksa toko yang sudah laris, dan menggantinya dengan toko kepunyaan anaknya. Dengan adanya algoritma yang berat sebelah, wajar jika kemudian banyak pengusaha UMKM kita yang menjerit. Jadi jelas ya sobat! para pengusaha UMKM kita bukannya tak melek digital, tapi lantaran mereka dicurangi oleh e-commerce yang berpusat di Beijing itu.

Strategi kotor lainnya yang diduga dilakukan Tiktok Shop adalah kegiatan market intelligence. Kegiatan ini secara tak sadar telah membantu para produsen Tiongkok untuk menjiplak produk-produk buatan Indonesia yang laku di pasaran. Modus ini dilakukan dengan cara meng-create algoritma yang bisa membaca selera pasar dan keinginan masyarakat Indonesia. Yang mana data-data tersebut kemudian dijual kepada pabrikan di Shenzhen atau Guangzhou untuk dibuatkan tiruannya. Setelah para pabrikan itu memproduksi barang dengan bentuk dan warna yang sama, mereka kemudian menjualnya ke Indonesia dengan harga yang lebih murah. Memang kualitasnya di bawah produksi dalam negeri. Namun kalau dijual melalui e-commerce yang hanya menampilkan foto atau video, konsumen tak pernah tahu. Konsumen hanya melihat kalau produk tersebut sama dengan yang ada di pasaran, dan dijual dengan harga lebih murah.

Selain memata-matai produk yang sedang viral, kegiatan intelijen pasar ini juga untuk mengetahui sejauh mana produk-produk China laku di Indonesia. Ini tentu untuk membantu para produsen Tiongkok mengevaluasi barang-barang mana yang akan mereka produksi. Sebagaimana diketahui, negeri Xi Jinping itu memiliki populasi mencapai 1,4 miliar jiwa. Dengan populasi yang sebanyak itu, mereka bisa menerapkan mass production untuk menekan ongkos produksi. Mass production ini tentu akan semakin lebih murah lagi jika mereka juga melayani pasar ekspor. Itulah mengapa kegiatan intelijen pasar di negara-negara tujuan sangat dibutuhkan untuk mengukur jumlah barang yang akan diproduksi.

Tren pencarian skincare di Google. Merek China mulai mendominasi (sumber : kumparan.com)

Kalau kita melihat penjabaran di atas, nampak kalau Tiktok Shop dikembangkan untuk membantu para pengusaha Tiongkok dalam melebarkan sayapnya ke luar negeri. Algoritmanya-pun sengaja dibuat untuk mendongkrak penjualan produk-produk Tiongkok sekaligus memata-matai pasar mancanegara. Tuduhan ini mungkin tak sepenuhnya benar. Tapi setidaknya itulah informasi yang beredar di masyarakat sekarang ini. Wajar kalau kemudian pemerintah bertindak dan melarang Tiktok Shop demi melindungi para pengusaha dalam negeri.

Meski Tiktok Shop resmi dilarang oleh pemerintah, namun ByteDance nampaknya tak akan hengkang dari Indonesia. Terlebih negeri ini merupakan market yang menggiurkan, dimana ada 55 juta kelas menengah dengan tingkat konsumsi yang cukup besar. Mereka pasti akan segera memenuhi regulasi yang diminta, sembari melihat celah pada peraturan tersebut. Dalam Peraturan Kementerian Perdagangan No. 31 tahun 2023, jelas diatur agar ByteDance memisahkan aplikasi media sosial (social media) dengan lokapasar (social commerce). Sehingga ia diwajibkan untuk melepaskan aplikasi komersialnya dari platform utama. Dengan adanya aplikasi yang terpisah, diharapkan ByteDance akan mengikuti peraturan perdagangan online yang berlaku. Dimana mereka tak bisa lagi seenaknya memakai data pribadi pengguna medsos, mem-profiling-nya untuk tujuan komersial. Tapi ya namanya pengusaha, pasti punya seribu satu akal. Saya menduga Tiktok akan melakukan sesuatu dengan big data yang mereka punya. Boleh jadi mereka akan mencangkokkan data yang ada di medsos untuk kepentingan lokapasar.  

Tiktok Dilarang di Banyak Negara

Meski pemerintah telah melarang kegiatan Tiktok Shop, tapi tak ada tanda-tanda kalau operasi media sosialnya juga ikutan di-ban. Pada Juli 2018, pemerintah memang sempat melarang Tiktok dikarenakan aplikasi ini menjadi media penyebaran konten pornografi dan penistaan agama. Namun setelah manajemen ByteDance merespons keluhan Kemkominfo, aplikasi yang dikembangkan oleh Beijing Microlive Vision Technology itu kembali dibuka. Berbeda dengan di Indonesia, di beberapa negara seperti India, Afghanistan, Somalia, dan Iran, media sosial ini masih dianggap “haram”. Alasannya tentu bermacam-macam. Di Afghanistan, Tiktok dipersepsikan sebagai platform perusak moral anak muda. Sedangkan di India, aplikasi ini dianggap bisa mengancam keamanan nasional. Sejak sengketa perbatasan antara China dan India memanas, negeri asal Shah Rukh Khan itu telah memblokir 60 aplikasi asal Tiongkok, dimana Tiktok termasuk di dalamnya. Di negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Belanda, Tiktok tak sepenuhnya ditangguhkan. Ia hanya dilarang pada perangkat-perangkat yang digunakan oleh pemerintah. Ini untuk menghindari kegiatan mata-mata (spy operation) yang bisa saja sewaktu-waktu dilancarkan oleh pemerintah Tiongkok terhadap negara-negara tersebut.      

Komentar
  1. mastom berkata:

    wah kalau benar seperti itu, licik sekali mereka ya…tetapi menurut saya, ketika dunia sudah saling terhubung dg internet maka di situ akan terjadi “pergaulan” bebas dan pasar bebas, nah yg menjadi atensi regulator dlm hal ini pemerintah adalah jangan sampai tempat bergaul sekalian menjadi pasar, nanti lama2 pasar aslinya jadi sepi

    Suka

Tinggalkan komentar