MUI dan Haramnya Golongan Putih

Posted: 8 Februari 2009 in Sosial Budaya
Tag:, , , , ,

Sidang MUI di Ponpes Serambi Mekkah, Padangpanjang

Pesta demokrasi dalam hitungan hari segera tiba. Kesibukan menyambut pesta lima tahunan ini pun merata di seantero bumi Nusantara. Dari komisi pemilu, pengurus partai, para caleg, tukang cetak, tukang sablon, dan tak ketinggalan pula, “tukang pembuat fatwa” : Majelis Ulama Indonesia.

Tak seperti biasanya, para ulama kita yang berkumpul di Padangpanjang Januari lalu, ikut kasak-kusuk menyambut pemilu yang akan berlangsung 9 April nanti. Penyebabnya ialah adanya kekhawatiran atas kecenderungan meningkatnya pemilih putih atau yang biasa dikenal dengan golongan putih (golput). Kekhawatiran inipun secara sepintas cukuplah beralasan. Coba tengok tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah yang diadakan secara estafet belakangan ini. Tak lebih dari 80% masyarakat yang ikut dalam pemilihan ini. Berdasarkan hal itu, maka Majelis Ulama Indonesia berinisiatif untuk menerbitkan sebuah fatwa.

Anggapan sebagian orang, fatwa itu tidaklah murni inisiatif dari para ulama. Namun merupakan pesanan dari beberapa petinggi partai. Alasan sebagian orang itu merujuk dari banyaknya tokoh-tokoh Islam yang menyerukan untuk golput pada Pemilu nanti. Sebut saja misalnya, mantan presiden Abdurrahman Wahid. Yang jauh-jauh hari sejak kekalahannya atas Muhaimin Iskandar dalam perebutan kekuasaan di PKB, telah mendorong para pengikutnya untuk tidak ikut dalam pemilu. Selain Gusdur, beberapa pimpinan kubu di tubuh Partai Keadilan Sejahtera juga terang-terangan akan golput. Hal ini dikarenakan sepak terjang PKS selama ini yang dianggapnya tak lagi berpihak kepada ideologi Islam. Sikap sebagian pimpinan kubu itu tentunya merisaukan Ketua MPR kita, Bapak Hidayat Nur Wahid, yang notabene juga merupakan petinggi PKS. Dan menurut sebagian kalangan, kekhawatiran Hidayat inilah yang telah men-drive MUI untuk mengeluarkan fatwa haram tersebut.

Hidayat Nur Wahid, ditengarai sebagai pihak yang mendorong dikeluarkannya fatwa golput

Fatwa haram ini tentulah menggelitik bagi sebagian besar orang. Selain tidak ada ilad yang terang dalam pengambilan fatwa, keputusan ini cukuplah mengekang umat. Haruskah MUI bertindak sejauh itu, untuk mengatur sikap politik masyarakat. Menurut hemat penulis, sikap golput merupakan bentuk ketidakpuasan rakyat atas kinerja partai politik kita dewasa ini. Hampir sebelas tahun reformasi berjalan, namun janji-janji politik yang digaungkan di setiap kali masa kampanye tak pernah terealisasi. Sikap golput bagi sebagian orang juga merupakan bentuk oposisi atas siapapun yang akan berkuasa kelak. Dan sikap oposisi inilah tentu sangat dibutuhkan dalam proses demokrasi kita.

Golput juga merupakan pesan bagi sang penguasa nanti, bahwa beliau yang terpilih tidaklah mendapatkan seratus persen mandat dari rakyat. Hal ini juga dapat diartikan, kuatnya golongan oposisi yang akan mengawasi kinerja mereka. Dan pesan inilah nantinya, diharapkan akan meningkatkan kinerja para anggota legislatif dan pimpinan birokrasi di pemerintahan kita. Apapun sikap politik masyarakat pada pemilu nanti, tentulah merupakan sikap yang terbaik baginya. Dan golput, bukanlah sebuah tindakan yang salah jika dilakukan dengan penuh tanggung jawab.

 
sumber gambar : pks-pondokkelapa.blogspot.com

Komentar
  1. M Shodiq Mustika berkata:

    aku pribadi sih hanya bisa menunggu hasil dari fatwa MUI yang akan di keluarkan nanti nya sampai final nya.

    Suka

Tinggalkan komentar