Cendol, Sate, dan Ayam Penyet : Penganan Khas Jawa yang Populer di Malaysia dan Singapura

Posted: 16 Juni 2023 in Sosial Budaya
Tag:, , , , , , ,

Cendol versi Singapura

Pada tahun 2018, situs berita asal Amerika CNN sempat membuat daftar 50 desert terbaik di dunia. Dalam daftar yang bertajuk “50 of the world’s best desserts” itu, cendol masuk sebagai salah satu pencuci mulut terenak di dunia. Namun sayang, minuman yang sangat digemari di Indonesia itu, disebut berasal dari Singapura. Misinformasi ini sontak mendapat tanggapan dari netizen. Lucunya, yang paling keras memberikan tanggapan justru adalah para warganet Malaysia. Dalam Twitter, mereka menyebut kalau cendol bukanlah dari Singapura, melainkan dari Malaysia. Tweetwar ini sempat membuat heboh masyarakat dan menjadi pemberitaan di media-media mainstream. Tak kurang media seperti The Straits Times, MalayMail, dan iNews.id, melaporkan kejadian tersebut.

Mengutip iNews.id, salah satu akun Twitter @Kenny Kuek yang disinyalir berasal dari Malaysia menyebut : “Ini jelas-jelas membuat banyak warga Malaysia marah. Anda (maksudnya CNN) seharusnya lebih sensitif mengenai budaya di wilayah ini. #Cendol bukan dari Singapura”. Akun Twitter lainnya, @Mdamiruri menyebut : “Jangan main-main dengan makanan Malaysia, cendol dari Malaysia bukan Singapura. Tanya orang Singapura, dimana mereka mendapat gula melaka, bahan utama cendol.” Tak mau menyerah begitu saja, salah seorang pengguna Reddit asal Singapura menimpali : “Cendol juga berasal dari Indonesia.” Perdebatan ini agaknya baru mereda setelah koki asal Singapura : Ming Tan melakukan investigasi jurnalistik. Dalam laporannya yang ditayangkan Channel News Asia, ia menyebut kalau cendol berasal dari Jawa.

Meski cendol sudah mendarah daging di negeri jiran, namun mereka tak bisa begitu saja mengklaim minuman itu berasal dari negaranya. Sebab asal kata cendol sendiri berasal dari Bahasa Sunda, yaitu “jendol” yang artinya benjol. Hal ini merujuk kepada bentuk cendol yang berupa benjolan kenyal berwarna hijau. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, minuman ini biasa disebut dengan dawet. Sedangkan istilah cendol hanya dikenal di Jawa bagian barat. Selain di Pulau Jawa, cendol juga populer di Sumatera Barat. Di daerah ini, cendol biasa disebut dengan cindua. Di Sulawesi Selatan ada pula minuman cendol, yang disebut cindolo. Sama seperti di Jawa, cindolo biasa disajikan dalam gelas bening. Sedangkan di Minangkabau cendol justru disajikan dalam sebuah mangkuk kecil, mirip seperti yang ada di Malaysia dan Singapura.

Lalu bagaimana minuman itu bisa sampai ke dua negara tetangga tersebut? Agaknya hal ini dikarenakan migrasi besar-besaran orang Jawa di awal abad ke-20 lalu. Mereka yang sebagian besar bekerja di sektor perkebunan dan pertambangan, membuat es dawet ketika menyelenggarakan acara selamatan. Walau resep cendol diperkenalkan oleh para perantau Jawa, namun minuman ini justru banyak dijual oleh keturunan India dan Peranakan (Baba-Nyonya). Jika Anda pergi ke Malaka, maka di kawasan Jonker Street ada beberapa kios cendol yang diusahakan oleh kaum Peranakan. Nah, tak jauh dari situ ada Kampung Jawa yang dulunya mayoritas dihuni oleh migran asal Jawa. Diperkirakan dari Kampung Jawa (Malaka) inilah cendol tersebar ke seantero Malaysia dan Singapura. Berbeda dengan di Indonesia dimana campuran cendol hanya berupa nangka atau durian, di Malaka campurannya lebih beragam. Selain kacang merah, ada pula yang menambahkan mangga serta pipilan jagung.

Kalau di Jawa cendol hanya dikenal sebagai minuman gerobak pinggir jalan, di Singapura cendol sudah menjadi desert yang berkelas. Ibaratnya, cendol disini sudah naik level. Di negeri singa, cendol tak cuma dijual di foodstall- foodstall atau hawker, tapi juga sudah masuk resto. Beberapa resto yang menjual cendol antara lain Nancy’s Kitchen dan Home Taste Melaka. Jika semangkuk cendol di hawker hanya dibanderol seharga Sin$ 2, maka di dalam resto minuman ini bisa mencapai Sing$ 5,5. Kalau kita menengok secara sekilas, cendol di Singapura hampir serupa dengan yang ada di Malaka. Boleh jadi cendol disana dibawa oleh kaum Peranakan asal Malaka. Di Singapura jarang sekali kita menjumpai cendol khas Jawa atau es dawet. Kalaulah ada biasanya dijual di kawasan-kawasan penempatan orang Melayu, seperti di Geylang Serai.

* * *          

Sate Kajang Haji Samuri

Penganan khas Jawa lainnya yang juga cukup diminati masyarakat negeri jiran adalah sate. Sama seperti cendol, sate sudah eksis di Malaysia sejak awal abad ke-20 lalu. Berdasarkan pengamatan penulis, sate yang cukup terkenal di Malaysia adalah sate kajang. Saking melekatnya sate kajang dibenak masyarakat, nama ini sudah menjadi sebuah jenama sate bermutu. Kajang sebenarnya merupakan salah satu kota di Selangor dimana banyak kios sate berdiri berjajar. Disana tak hanya sate daging sapi dan ayam yang dijual, melainkan juga sate kelinci, ikan, serta rusa. Berbeda dengan sate minang – yang juga banyak dijual di Malaysia – yang berbumbu pedas, sate kajang terasa agak manis. Ini karena bumbu sate kajang terdiri dari campuran kacang tanah dan kecap manis.

Konon sate kajang pertama kali diperkenalkan oleh pedagang asal Jawa, Tasmin bin Sakiban beserta adiknya Rono bin Sakiban, di tahun 1917. Sebelum berjualan di kios, Tasmin dan Rono berjualan sate dengan menggunakan gerobak. Ia mendorong gerobak satenya dari rumah, sambil memanggil-manggil pelanggan di sekeliling kampung. Setelah semua kampung terjelajahi, mereka-pun mangkal di Pasar Kajang, tepatnya di depan Kedai Kopi Ban Seng. Kehadiran sate khas Jawa di Pasar Kajang tentu mengundang minat para pengunjung. Asapnya yang wangi, yang mengepul di lorong-lorong pasar, menghimbau orang-orang untuk mencicipi aneka daging yang ditusuk dengan lidi itu.

Setelah Tasmin dan Rono wafat, usahanya dilanjutkan oleh putra-putra mereka. Setelah putra-putranya wafat, perniagaan sate diusahakan oleh cucu-cucu mereka. Kini diantara semua pedagang sate di Kajang, tersebutlah nama Samuri bin Juraimi. Dia adalah menantu Amir bin Tasmin, putra Tasmin bin Sakiban. Dibandingkan dengan pendahulunya, Samuri sudah menjalankan usahanya secara profesional. Selain mampu memupuk modal dalam jumlah besar, Samuri juga sudah membuka 20 cabang. Salah satu gerainya di Bangunan Dato Nazir, Jalan Kelab, Kajang, mengambil tempat di lantai dasar dan lantai satu, dengan tempat duduk tak kurang dari 100 seat. Banyaknya tempat duduk yang disediakan, menandakan ramainya pengunjung Sate Kajang Haji Samuri setiap harinya.

Di Singapura, penjual sate tak kalah banyaknya dengan yang ada di kota-kota Malaysia. Salah satu pusat persatean di kota ini adalah hawker Pasar Telok Ayer di Raffles Quay. Di pusat jajanan yang berdiri sejak tahun 1972 itu, ada sebuah lorong yang dinamai Satay Street. Meski kebanyakan sate yang dijual sudah di-fusion dengan cita rasa kaum Peranakan, namun disini masih ada sate yang orisinal khas Jawa. Salah satunya adalah kedai Best Satay. Di luar Pasar Telok Ayer, ada pula Haron Satay yang memiliki dua cabang — di East Coast Parkway dan Bedok North – yang juga masih mempertahankan rasa otentik khas Jawa. Berbeda dengan di Malaysia dimana warung sate khas Jawa tersebar dimana-mana, di Singapura jumlah kios sate milik orang Jawa bisa dihitung dengan jari. Ini mungkin karena jumlah mereka disana sangatlah sedikit. Dan dari yang sedikit itu, tak banyak pula yang menekuni dunia perdagangan.

Satu lagi makanan khas Jawa yang juga ramai peminatnya adalah ayam penyet. Berbeda dengan sate serta cendol yang sudah mendarah daging, ayam penyet baru muncul di negeri Pak Cik Anwar Ibrahim kurang dari dua dekade terakhir. Penyet sendiri merupakan kosa kata dalam Bahasa Jawa yang berarti lumat. Sebagaimana namanya, ayam yang telah digoreng kemudian dilumat sebelum dihidangkan kehadapan pelanggan. Agar lebih nikmat, ayam penyet biasanya dimakan bersama sambal serta lalapan. Nah, sambal inilah yang akan menjadi kunci kesuksesan penjualan ayam penyet. Di Malaysia, setidaknya ada beberapa brand resto ayam penyet yang cukup terkenal, antara lain Ayam Penyet Ria dan Ayam Penyet Best. Berbeda dengan Ayam Penyet Ria yang didirikan di Batam – lalu berekspansi ke Malaysia, Singapura, dan Australia; Ayam Penyet Best justru dikembangkan oleh perantau Indonesia yang bermukim di Malaysia.

Ayam Penyet President (sumber : springtomorrow.com)

Namun sebelum kedua resto tersebut mempopulerkan ayam penyet di Malaysia, Puspo Wardoyo-lah yang memperkenalkannya terlebih dahulu. Puspo merupakan pemilik Rumah Makan Wong Solo yang telah berbisnis sejak tahun 1991. Pada tahun 2005, ia memberanikan diri untuk membuka cabangnya di Malaysia. Disaat itulah agaknya publik Malaysia mulai diperkenalkan dengan ayam penyet yang menjadi salah satu menu Rumah Makan Wong Solo. Selain ayam penyet, Puspo juga memperkenalkan pecel lele. Menurutnya, sebelum ia membuka resto di Malaysia masyarakat sana tak ada yang tahu dengan ayam penyet ataupun pecel lele. Setelah Wong Solo membuka cabangnya dimana-mana, masyarakat Malaysia jadi mulai terbiasa dengan kedua menu tersebut.

Tak hanya di Malaysia, di Singapura-pun ayam penyet cukup digemari. Bahkan pada tahun 2012, CNN mamasukkan ayam penyet ke dalam daftar “40 Singapore foods we can’t live without”. Dari semua rumah makan ayam penyet di Singapura, agaknya Ayam Penyet President-lah yang paling kesohor. Didirikan oleh keluarga Bahar Riand Passa di tahun 2009 lalu, resto tersebut masih mempertahankan cita rasa khas Jawa. Mengutip dari Tribunnews.com, Bahar masih membeli beberapa bumbu langsung dari Indonesia. Berkat rasa dan kualitasnya yang terjaga, saat ini resto tersebut telah memiliki 10 cabang. Jumlah ini sudah menyamai gerai D’Penyetz, resto ayam penyet lainnya yang telah terlebih dahulu eksis di Singapura.

Tinggalkan komentar