Posts Tagged ‘Kerajaan Gowa-Tallo’


Kantor Perwakilan Muhammadiyah di Makassar

Tahun 1511, Kesultanan Malaka di Semenanjung Malaya jatuh. Orang-orang Portugis yang sudah mengicar kesultanan ini sejak satu dekade sebelumnya, berhasil merebut kota dagang Malaka dari tangan pedagang “Melayu”. Akibatnya, para peniaga “Melayu” yang telah berkumpul disana sejak abad ke-15, menyebar dan mencari tempat-tempat baru sebagai basis ekonomi mereka. Diantara orang-orang “Melayu” itu, termasuk di dalamnya adalah etnis Minangkabau, yang sudah menjadi pedagang antar pulau sejak era Sriwijaya. Menurut catatan Heather Sutherland dalam jurnal yang berjudul The Makassar Malays : Adaptation and Identity, circa 1660-1790, disebutkan bahwa bersama para pedagang Pahang, Patani, Champa, dan Johor, orang-orang Minang yang sebelumnya berdagang di Malaka pindah dan mengembara ke Makassar. Pada saat itu Makassar belumlah begitu ramai, hanya sebatas pelabuhan bagi Kerajaan Gowa dan Tallo.

Kedatangan orang-orang “Melayu” di Makassar ternyata disambut baik oleh Karaeng Tunipalangga, raja Gowa ke-10 (1546-1565) yang sangat ramah dan berpikiran maju. Di bawah pimpinan Anakhoda Bonang (Datuk Maharaja Bonang), para pedagang ini membawa seserahan berupa kain dan bedil. Sebagai gantinya, mereka diberikan sebidang tanah untuk bermukim serta hak otonomi untuk mengatur secara terbatas (tahun 1561). Karena kehadiran para pedagang “Melayu” inilah, lambat laun Makassar menjadi bandar dagang yang ramai. Sebelum orang-orang “Melayu” menetap di Makassar, sebenarnya sejak tahun 1490 — mungkin lebih awal dari itu — mereka sudah ulang-alik ke Sulawesi Selatan. Anthony Reid dalam bukunya “Charting the Shape of Early Modern Southeast Asia” memerikan, bahwa pelabuhan Siang (Pangkajene) di sebelah utara Makassar telah menjadi pusat perniagaan yang dikunjungi oleh para pedagang “Melayu”. Reid menambahkan, agaknya pelabuhan Bantaeng di ujung selatan juga pernah dikunjungi saudagar Minang. Menarik untuk dicatat, bahwa di awal abad ke-16 raja-raja di Sulawesi Selatan berlomba-lomba menarik para peniaga “Melayu” dan Jawa untuk berdagang di pelabuhan mereka.

(lebih…)