Archive for the ‘Ekonomi Bisnis’ Category


Pusat Perawatan Kereta Cepat di Wuhan (sumber : CBC)

Pada dasawarsa 1980-an, China bukanlah siapa-siapa. Negara dengan penduduk lebih dari satu miliar itu sering diolok-olok sebagai “si sakit dari Asia”. Bagaimana tidak, pada saat itu hampir separuh rakyatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Tingkat melek huruf hanya sebesar 65% dengan pertumbuhan ekonomi berkisar antara 5,3% – 5,5%. Tak cuma itu, dalam hal penguasaan teknologi, China sangat jauh tertinggal. Padahal tahun 1300-an, sebelum bangsa Barat mengenal senjata api, para prajurit China sudah menggunakan bubuk mesiu dalam berperang. Mereka juga telah memakai senapan ringan untuk menangkal invasi Mongol, dan menggunakan kompas dalam pelayaran ke Timur Tengah.

Meski sempat menjadi negara sakit sejak pertengahan abad ke-19, agaknya kejayaan China tujuh abad lalu bakal terulang kembali. Salah satu indikatornya adalah penguasaan teknologi kereta cepat. Sebelumnya, hanya empat negara yang memonopoli teknologi yang cukup revolusioner ini. Mereka adalah Jepang, Prancis, Jerman, dan Spanyol. Meski Jepang banyak memberikan terobosan dalam pengembangan kereta cepat, namun perlu diketahui bahwa teknologi kereta api pertama kali berkembang di Inggris.

(lebih…)

Iklan

Adegan Winter Sonata di Nami Island

Dalam satu dasawarsa terakhir, drama Korea (K-Drama) telah memikat banyak ibu-ibu dan anak gadis di perkotaan. Daya pikatnya bahkan telah menggeser telenovela atau dorama Jepang yang akhir-akhir ini hilang dari peredaran. Kalau Anda punya karib kerabat perempuan, tanyakanlah kepada mereka jalan cerita Descendants of the Sun ataupun Goblin. Bisa dipastikan satu dari empat mereka akan dengan antusias menceritakannya kepada Anda. Tak cuma serial drama, lagu-lagu pop Korea-pun (K-Pop) juga digandrungi masyarakat Indonesia. Bahkan saat konser Super Junior dua tahun lalu, banyak orang yang kabarnya tak kebagian tiket. Padahal harga karcis mereka tergolong mahal. Tak hanya di negeri ini, musik pop Korea ternyata juga melanda Jepang, China, bahkan hingga Amerika Latin.

Di Jepang, fenomena K-Pop dan K-Drama sempat mengguncang industri kreatif negara tersebut. Maklum, sejak tahun 1970-an Jepang menjadi pemain utama industri hiburan di Asia. Mungkin Anda masih ingat sukses besar manga-manga Jepang di pasaran internasional. Dimana komik-komik mereka seperti Dragon Ball, Kung Fu Boy, Topeng Kaca, atau Crayon Sinchan, menjadi bacaan “wajib” anak-anak muda di seluruh dunia. Belum lagi dorama-dorama mereka, seperti Oshin atau Tokyo Love Story, yang menyihir jutaan penonton di banyak negara. Konon pada masa jayanya, Oshin sempat diputar di 82 negara dan menjadi salah satu serial yang ditunggu-tunggu. Namun sejak awal milenium baru, popularitas dorama mulai menurun. Hal ini diawali dengan munculnya Meteor Garden, drama Taiwan yang dibintangi F-4 (2001), yang diikuti oleh Winter Sonata (2002). Sejak saat itu serial-serial Jepang yang biasanya memikat para gadis dan “mamah-mamah muda”, mulai kehilangan tajinya.

(lebih…)


gdp-ppp-2016

GDP (PPP) Indonesia tahun 2016 berada diurutan ke-8

Bagi sebagian ekonom, tingkat kemakmuran suatu bangsa biasanya diukur dari seberapa besar pendapatan/pengeluaran masyarakatnya. Dalam hal ini, untuk mendapatkan angka tersebut, yang paling mudah dilihat adalah seberapa besar produk domestik bruto per kapita suatu negara (PDB per kapita/GDP per capita). Jika ditinjau dari PDB per kapita, berdasarkan data IMF tahun 2016, pendapatan masyarakat Indonesia diperkirakan sebesar USD 3.620. Jika dibandingkan dengan negara sekitar, angka ini masih jauh di bawah Malaysia (USD 12.127) dan China (USD 8.239), namun berada di atas Filipina (USD 3.073) serta India (USD 1.820). Meski angka ini sering menjadi acuan, namun sebenarnya jumlah tersebut tak menunjukkan pendapatan secara riil.

Untuk melihat pendapatan masyarakat yang sebenarnya, saat ini ekonom menggunakan metode berdasarkan kemampuan daya beli dalam satuan internasional (dalam hal ini USD), atau yang dikenal dengan purchasing power parity. Mengapa menggunakan metode ini? Karena jika diukur secara nominal (seperti angka-angka di atas), maka tingkat kemakmuran suatu masyarakat tak bisa dibandingkan secara apple to apple. Misalnya, untuk memperoleh seporsi Nasi Padang di Indonesia, kita hanya merogoh kocek sebesar USD 1,5. Sedangkan di Malaysia untuk porsi yang sama, kita harus membayarnya hingga mencapai USD 3. Dari contoh tersebut, bisa diartikan bahwa secara nominal daya beli USD 1,5 di Indonesia, setara dengan USD 3 di Malaysia. Artinya, jika Anda memiliki USD 1,5 di Indonesia, maka di Malaysia bernilai USD 3.

(lebih…)


Kostum F.C. Barcelona di Qatar Airways

Kostum F.C. Barcelona di Qatar Airways

Sejak tahun 2010, Qatar muncul sebagai negeri termakmur di dunia. Keberhasilan Qatar sebagai negeri terkaya, tentu mengundang decak kagum sekaligus tanda tanya bagi kita. Bagaimana negeri liliput di Teluk Persia itu, bisa menggerakan roda ekonominya? Padahal 50 tahun lalu, negeri itu hanyalah perkampungan nelayan yang tak begitu berarti. Dari data IMF pada tahun 2015, pendapatan per kapita (purchasing power parity) masyarakat Qatar mencapai USD 145.894. Dengan populasi sebanyak 2,5 juta jiwa — dimana hanya 13%-nya yang menjadi warga negara, Qatar merupakan satu-satunya negara di dunia yang tak berpenduduk miskin. Menurut The Economist, sekitar 14% rumah tangga disini tergolong sebagai miliuner. Meski sangat kaya, namun pemerataan pendapatan di negeri ini relatif senjang (koefisien Gini sebesar 41,1). Hal ini dikarenakan adanya penguasaan kekayaan pada segelintir orang, khususnya anggota keluarga kerajaan.

Dalam empat dekade terakhir, sektor pertambangan memang menjadi sumber utama perekonomian negara. Dari data yang dirilis International Business Publications (IBP), lebih dari 70% penerimaan pemerintah dan 60% PDB Qatar berasal dari minyak bumi dan LNG (gas alam cair). Dengan cadangan minyak mencapai 15 miliar barel dan gas alam lebih dari 7.000 km³, bisa dipastikan dalam 23 tahun ke depan Qatar tetap mengandalkan sumber daya alam sebagai penopang ekonominya. Untuk mengeksplorasi cadangan minyak bumi yang begitu besar, Qatar punya BUMN yang dikelola secara profesional : Qatar Petroleum (QP). Menurut Bloomberg, saat ini QP merupakan produsen gas alam cair terbesar di dunia.

(lebih…)


achmad-zaky

Achmad Zaky, pendiri Bukalapak (sumber : techno.id)

Tahukah Anda berapa nilai (valuasi) Kaskus saat ini? Ya Kaskus – bukan Kasus apalagi Kakus – forum dimana saya, Anda, dan kita semua bisa saling chit chat, minta “cendol” atau sekedar ngelempar “bata”. Menurut catatan The Economist, nilai Kaskus per Juli 2014 lalu telah mencapai USD 80 juta. Saat ini, mungkin valuasi perusahaan yang didirikan oleh Andrew Darwis itu sudah melebihi USD 100 juta. Meski terlihat fantastis, namun itu belum seberapa! Tahukah Anda Go-Jek, perusahaan yang menyediakan jasa transportasi dan pengiriman barang/makanan. Ya, perusahaan ini baru saja memperoleh pendanaan sebesar USD 550 juta (setara Rp 7,2 triliun) dari konsorsium global : Warburg Pincus dan Farallon Capital. Dengan tambahan tersebut, maka per Agustus 2016 kemarin, valuasi start-up besutan Nadiem Makarin itu telah mencapai USD 1,3 miliar atau sekitar Rp 16,9 triliun. Jauh di atas kapitalisasi pasar Bank CIMB Niaga atau Global Mediacom di Bursa Efek Indonesia.

Kalau melihat angka-angka di atas, mungkin Anda akan bertanya-tanya : apa yang membuat para investor mau menggelontorkan dananya sebanyak itu? Jawabannya tentu karena tingginya ekspektasi mereka terhadap perusahaan tersebut. Kalau dilihat dari laporan keuangannya, sampai saat ini Go-Jek masihlah merugi. Kaskus sendiri yang sudah eksis sejak 17 tahun lalu, hanya membukukan pendapatan tak lebih dari Rp 100 miliar. Namun jika dilihat dari jumlah yang telah men-download aplikasi Go-Jek, yakni sebanyak 20 juta kali, maka tergambar bahwa perusahaan ini memiliki prospek cukup baik. Dengan jumlah pengunduh sebesar itu, artinya Go-Jek memiliki basis pelanggan yang cukup besar. Menurut catatan KompasTekno, pada bulan Juni 2016 tercatat ada 20 juta order yang masuk ke dalam aplikasi tersebut. Andai saja Go-Jek mengenakan service charge Rp 2.000 untuk setiap jasa yang diberikan, maka potensi pendapatan per bulan bisa mencapai Rp 40 miliar atau Rp 480 miliar per tahun.

(lebih…)


Salah satu sistem online trading (sumber : vibiznews.com)

Salah satu sistem online trading (sumber : vibiznews.com)

Saham merupakan salah satu instrumen investasi yang bisa menjadi pilihan masyarakat. Meski pasar saham di Indonesia sudah ada sejak tahun 1912, namun hingga kini investasi saham belumlah menjadi pilihan utama masyarakat. Ini terlihat dari jumlah nasabah tercatat di Kustodian Sentral Efek Indonesia yang hanya berjumlah 460.000 jiwa atau setara 0,2% populasi Indonesia. Kondisi ini jauh tertinggal dari negara-negara utama Asia lainnya, dimana jumlah investor pasar saham mereka sudah melebihi 5% jumlah populasi. Malaysia dan Singapura, dua negara yang secara kultural cukup dekat dengan Indonesia, saat ini sudah punya investor saham masing-masing sebesar 12,8% dan 30%.

Melihat ketimpangan itulah, maka penulis menyusun sebuah tesis yang berjudul “Pengaruh Trust dan Perceived Risk Terhadap Behavioral Intention Calon Nasabah Untuk Bertransaksi Saham Secara Online Melalui Attitude, Subjective Norms, dan Perceived Behavioral Control”. Selain itu yang melatarbelakangi penulis untuk mengambil tema tersebut adalah langkanya kajian mengenai transaksi saham daring, khususnya di kalangan masyarakat Indonesia. Di beberapa negara, kajian ini memang sedang hot-hot-nya. Terlebih setelah gawai telepon pintar bisa mengakses aplikasi online trading.

(lebih…)


Summarecon Bekasi

Summarecon Bekasi

Dalam 30 tahun terakhir, perpindahan penduduk dari desa ke perkotaan mengalami pertumbuhan signifikan. Dari sekian banyak wilayah perkotaan di Indonesia, Bekasi menjadi salah satu tujuan utama urbanisasi. Berdasarkan perhitungan tahun 2014, wilayah Bekasi dihuni oleh sekitar 5,8 juta jiwa, dimana 80% penduduknya bermukim di kawasan urban. Pertumbuhan kawasan urban di timur Jakarta itu, bermula dari dibukanya ruas jalan tol Jakarta-Cikampek di tahun 1987. Sejak saat itu berlomba-lombalah para pengusaha mengembangkan mega proyek, baik itu berupa kawasan industri maupun kompleks hunian berskala kota mandiri. Tak hanya pengusaha nasional, para pemodal asing-pun juga ikut berbondong-bondong menginvestasikan dananya disini. Yang terbesar diantaranya adalah investor dari Jepang dan Korea Selatan. Tak salah jika kemudian banyak pengamat perkotaan yang membandingkan Bekasi dengan Yokohama di Jepang atau Incheon, Korea Selatan. Ketiganya sama-sama menjadi penyangga ibu kota negara dan memiliki kawasan industri serta hunian modern.

Selain jalan tol, yang menjadi daya tarik Planet Bekasi adalah akan selesainya jalur kereta api double-double track Cikarang-Manggarai. Dengan adanya dua rel ganda itu akan memperlancar laju para komuter serta arus barang dari dan menuju Pelabuhan Tanjung Priok. Selain kereta komuter, angkutan berbasis rel lainnya yang sedang dibangun adalah light rail transit (LRT) serta kereta api cepat Jakarta-Bandung. Untuk jalur udara, disamping telah beroperasinya kembali Bandara Halim Perdanakusuma, rencana pembangunan Bandara Internasional di Karawang juga menjadi perhitungan para investor. Bandara ini direncanakan bisa menampung sekitar 100 juta penumpang per tahunnya, jauh di atas kapasitas Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Selain itu yang tak kalah menarik ialah akan dibangunnya pelabuhan laut dalam (deep seaport) Cilamaya, yang akan menjadi ekstensi dari Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta. Dengan adanya infrastruktur yang massif seperti itu, tak salah jika kemudian Planet Bekasi dijejali oleh berbagai macam proyek properti.

(lebih…)


Ilustrasi Kedatangan Komodor Perry di Jepang (sumber : www.wikipedia.com)

Ilustrasi kedatangan Komodor Perry di Jepang (sumber : http://www.wikipedia.com)

Kedatangan komodor Perry di tahun 1854, ternyata memberikan berkah tersendiri bagi masyarakat Jepang. Bagaimana tidak, berkat kehadiran laksamana Amerika itu, Jepang mulai menyadari ketertinggalannya selama ini. Jepang yang berabad-abad menjadi negeri tertutup, merasa minder ketika mengetahui negeri-negeri di luar teritorinya sudah mencapai kemajuan yang luar biasa. Memang ketika itu hampir sebagian besar negara-negara Asia berada di bawah cengkeraman bangsa Eropa. Namun negeri-negeri yang jauh dari mereka – seperti Eropa, Amerika, dan Turki — sudah memasuki zaman modern. Untuk mengejar ketertinggalannya itu, Jepang di bawah kepemimpinan Mutsuhito kemudian menerapkan apa yang dikenal dengan Restorasi Meiji.

Dalam waktu cepat, Mutsuhito merestorasi stratifikasi sosial masyarakat Jepang yang feodal menjadi masyarakat demokratis. Ia juga memperkuat armada militer Jepang yang dianggapnya kuno. Pada tahun 1885, mengikuti gaya Barat, ia mereformasi sistem politik Jepang. Dengan menunjuk seorang Perdana Menteri, ia mengurangi peran para pemimpin feodal. Mutsuhito juga menghapus sistem domain dan menggantinya dengan prefektur. Angkatan bersenjata yang selama ini ditugaskan kepada kaum samurai, diganti dengan tentara-tentara profesional. Tuan-tuan tanah tak ada lagi yang berkuasa seenaknya, semuanya diatur dan dicatat oleh negara. Tak cuma itu, ia juga menggiatkan anak-anak muda Jepang untuk mencari ilmu di negeri-negeri Barat.

(lebih…)


Lion Air di Soekarno Hatta, Jakarta (sumber : beritatrans.com)

Lion Air di Soekarno Hatta, Jakarta (sumber : beritatrans.com)

ASEAN merupakan salah satu kawasan di dunia yang memiliki banyak maskapai penerbangan berkualitas. Hal ini berdasarkan data yang dirilis SkyTrax, badan pemeringkat penerbangan internasional, yang menyatakan 3 dari 8 maskapai penerbangan bintang lima (kelas tertinggi dalam pemeringkatan SkyTrax) berasal dari kawasan ini. Ketiga maskapai tersebut ialah Singapore Airlines (Singapura), Malaysia Airlines (Malaysia), dan Garuda Indonesia Airways (Indonesia). Disamping tiga maskapai layanan penuh itu, ASEAN juga disesaki tiga maskapai low cost carrier yang boleh dibilang cukup berbobot. Mereka adalah Air Asia (Malaysia), Lion Air (Indonesia), dan Tiger Air (Singapura). Dalam sebuah laporannya yang berjudul “Sky’s the Limit? Southeast Asia Budget Airlines Bet Big on Growth”, kantor berita Reuter mencatat bahwa rivalitas antar maskapai penerbangan murah di ASEAN akan terus berlangsung, terlebih setelah diterapkannya “ASEAN Open Skies 2015”. Ranga Karumbunathan melihat, persaingan tersebut seperti halnya rivalitas antara Ryanair versus EasyJet di Eropa pada awal milenium ini.

 

Air Asia vs Lion Air vs Tiger Air

Lion Air merupakan maskapai bujet terbesar asal Indonesia. Tiga tahun lalu maskapai ini menghentak dunia penerbangan internasional, dengan memesan 230 pesawat dari perusahaan Boeing senilai USD 22,4 miliar. Pemesanan ini merupakan bagian dari strategi mereka untuk memenangkan persaingan dengan maskapai low cost carrier lainnya. Tak puas dengan jumlah tersebut, bulan Maret 2013 Lion kembali memesan 234 pesawat dari perusahaan Prancis, Airbus. Percaya diri dengan size yang besar, Lion kemudian meluncurkan maskapai full services : Batik Air. Maskapai layanan penuh ini dicanangkan untuk menggarap segmentasi kelas premium. Tak hanya sampai disitu, untuk membongkar dominasi Air Asia, di tahun yang sama Lion juga membentuk maskapai baru Malindo Air (kerjasama dengan Malaysia) dan kemudian Thai Lion Air, anak usaha yang menggarap pasar Thailand.

(lebih…)


Kawasan Batu Uban, Penang. Basis utama pedagang Minang di Selat Malaka pada abad ke-18 (sumber : http://www.thestar.com.my)

Kawasan Batu Uban, Penang. Basis utama pedagang Minang di Selat Malaka pada abad ke-18 (sumber : http://www.thestar.com.my)

Sudah sejak lama Tanah Malaya di seberang Selat Malaka menjadi rantau tradisional bagi kaum Minangkabau. Menyusuri sungai-sungai besar di rantau timur : Rokan, Siak, Kampar, Indragiri, dan Batanghari, mereka mengembangkan koloni dagang di pesisir timur Sumatera terus ke pantai barat Semenanjung Malaya. Dalam bukunya yang berjudul Economic Change in Minangkabau as a Factor in the Rise of the Padri Movement, 1784 – 1830, Christine Dobbin mencatat bahwa perpindahan orang-orang Minang ke Tanah Malaya telah berlangsung sejak abad ke-15. Kedatangan mereka pada mulanya untuk mencari bongkahan emas dan menjual senjata hasil olah tangan para perajin Luhak nan Tigo (dataran tinggi Minangkabau). Hal ini berlangsung selama masa kejayaan Kesultanan Malaka hingga tahun 1511. Setelah Portugis menguasai Malaka, perdagangan emas Minangkabau masih terus berlanjut, meski jumlahnya sudah mulai menurun. Saudagar-saudagar Minangkabau-pun yang sebelumnya banyak berkumpul di sekitar istana sultan, satu per-satu mulai hengkang meninggalkan Malaka. Sebagian mereka pindah ke kawasaan Johor, dan sebagian lagi menyebar ke pulau-pulau lain di Nusantara.

Selain Dobbin, yang juga menarik untuk disimak adalah karya sejarawan Cornell University, Leonard Andaya. Dalam buku yang berjudul Leaves of the Same Tree : Trade and Ethnicity in the Straits of Melaka, ia menulis bahwa pada tahun 1600 di Johor telah banyak saudagar Minang yang berdagang emas. Seperti halnya di belahan lain Nusantara, para pengusaha Minang tak hanya fokus pada urusan bisnis semata. Mereka juga terlibat dalam kegiatan sosial, keagamaan, dan politik tempatan. Di Johor setelah kematian Sultan Mahmud Shah II (tahun 1699), banyak pedagang Minang yang terjun ke dunia politik dan ikut dalam perebutan kekuasaan. Melalui Raja Kecil yang diutus oleh Pagaruyung, para pedagang Minang berhasil menguasai Kesultanan Johor (1718-1723), sebelum akhirnya dikudeta oleh Raja Sulaiman beserta pasukan Bugis. Kalah dalam pertarungan, Raja Kecil mundur ke daratan Riau dan mendirikan Kesultanan Siak. Sedangkan di Semenanjung, para pedagang Minang makin terjepit dan hanya mampu menguasai negeri-negeri yang kini tergabung dalam konfederasi Negeri Sembilan.

(lebih…)