Hasil Survei Capres 2014 versi Kompas (sumber : kompas.com)

Hasil Survei Capres 2014 versi Kompas (sumber : kompas.com)

Pendulum politik 2014 mulai menghangat. Beberapa lembaga survei seolah-olah berebut untuk menayangkan hasil riset mereka yang terkini. Dari sekian nama calon presiden, tercelak nama Joko Widodo (Jokowi). Gubernur Jakarta yang baru menjabat setahun terakhir. Namanya tak hanya melampaui pimpinannya : Megawati, namun juga telah menyalip Prabowo Subianto, jenderal yang digadang-gadang bakal menggantikan SBY di tahun 2014 nanti. Dari hasil survei LSI sepanjang bulan Oktober 2013, tercatat nama Jokowi berada di urutan pertama dengan tingkat dukungan sekitar 38,3%; diikuti oleh Prabowo Subianto (11,1%) dan Wiranto (10%). Melihat hasil survei tersebut, tentu ada pihak yang merasa senang dan ada yang tak senang. Selain para pesaing Jokowi, beberapa politisi yang tak puas antara lain Ruhut Sitompul dan Amien Rais. Kalau Ruhut, tak perlulah kita perbincangkan disini. Sepak terjangnya yang tak lebih dari seorang “tukang pukul”, tak kan pernah menggegerkan jagat politik tanah air.

Nah, yang menarik adalah sikap Amien Rais. Kita tahu, pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) itu merupakan penggagas Poros Tengah. Ketika itu dalam Sidang Umum MPR 1999, Amien dan politisi partai Islam lainnya berhasil mendudukkan Abdurrahman Wahid di kursi kepresidenan. Langkah tersebut sekaligus mendepak Megawati yang akhirnya harus puas menerima posisi wakil presiden. Kegigihan Amien untuk menempatkan mantan ketua NU itu sebagai presiden, sebagai bentuk ketidaksenangannya terhadap para kapitalis asing dan konglomerat non-pri yang berada di belakang kubu Megawati. Ketakutannya yang lain adalah banyaknya politisi-politisi “anti-Islam” yang menjadi penyokong putri Bung Karno itu. Amien memperkirakan, jika Megawati naik, maka “orang-orang Islam” dan segala kepentingannya akan tersingkir. Sebaliknya, para kapitalis asing, konglomerat non-pri, dan politisi “anti-Islam” akan semakin berkibar. Walaupun prasangka Amien tak sepenuhnya benar – terbukti ketika Megawati menjabat sebagai presiden periode 2001-2004, namun nampaknya prasangka ini kembali ia tiupkan kepada Jokowi.

Setidaknya hal itu bisa terlihat dari pernyataan Amien Rais beberapa minggu lalu, yang menyatakan bahwa ada pemodal besar dibalik langkah Jokowi sebagai capres 2014. Namun sayangnya Amien tak menyebut siapa pemodal besar tersebut. Meski telah banyak pihak yang mendesaknya untuk mengungkapkan data, namun hingga tulisan ini diturunkan belum ada pernyataan tegas dari Amien Rais mengenai pemodal besar yang dimaksud. Melihat manuvernya 14 tahun lalu, penulis mengira pemodal yang dimaksud Amien itu adalah para kapitalis asing dan konglomerat non-pri. Kita tahu, Amien merupakan salah satu tokoh politik yang gigih menghantam kekuatan asing dan tak suka dengan dominasi non-pri di republik ini.

Jokowi vs Amien (sumber : bisnis-jabar.com)

Jokowi vs Amien (sumber : bisnis-jabar.com)

Melihat sosok Jokowi selama ini yang pro rakyat kecil, layakkah Amien Rais memposisikannya seperti itu. Apalagi selama ini tak ada tanda-tanda keberpihakan yang berlebihan dari Jokowi terhadap investor asing dan konglomerat non-pri. Jika saja tuduhan Amien terhadap Jokowi ini makin diperuncing, penulis memperkirakan Amien akan kalah. Alih-alih ingin menggagalkan langkah Jokowi menuju istana, ia malah akan di-bully oleh relawan dan cyber troops Jokowi di dunia maya. Tak hanya itu, Amien juga akan berhadapan dengan barisan pengamat politik yang senantiasa memberikan citra positif kepada Jokowi. Dari orang-orang macam Boni Hargens atau Andrinof Chaniago, boleh jadi nama Jokowi akan makin terkerek. Langkah ini tentu saja kontra-produktif dengan apa yang diinginkan Amien Rais selama ini.

Jika Amien mau bermain cantik dan tidak grasa-grusu seperti sekarang ini, mungkin saja ia kembali menjadi king maker. Menurut kaca mata penulis, ada beberapa langkah yang bisa diambil Amien untuk menjegal langkah Jokowi. Yang pertama ialah melakukan politik eksploitasi atas ambisi sang ketua umum Megawati. Amien bisa memainkan isu regenerasi trah Soekarno dan prospek putra-putri Mega untuk maju sebagai calon pimpinan nasional. Andai saja ia berhasil mendorong kembali Megawati menjadi calon dari PDI-P, kans Jokowi untuk maju sebagai capres 2014 semakin kecil. Naiknya Megawati sebagai calon dari PDI-P, maka besar kemungkinan partai berlambang banteng gemuk ini akan kembali menelan kekalahan. Berdasarkan hasil penelitian dari beberapa lembaga survei, kans Megawati untuk memenangkan pertarungan sangatlah tipis. Ia diprediksi kalah dari calon wakilnya di tahun 2009 lalu : Prabowo Subianto. Jika saja skenario ini yang terjadi, maka ada baiknya Amien Rais segera merapat ke kubu Prabowo. Terlebih pada masa Orde Baru, Prabowo dikenal sebagai “jenderal hijau” yang dekat dengan kalangan Islam.

Andai langkah pertama tak berhasil — dimana PDI-P akhirnya memutuskan Jokowi sebagai capres 2014, maka opsi berikutnya yang bisa dipilih adalah memberi dukungan kepada salah satu peserta konvensi Partai Demokrat. Meskipun suara Partai Demokrat akhir-akhir ini cenderung melorot, namun sebagai partai penguasa, eksistensi Demokrat tak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi dari peserta konvensi tersebut, banyak sekali tokoh-tokoh yang seirama dengannya. Sebut saja misalnya Dahlan Iskan atau Irman Gusman. Keduanya datang dari kalangan Muhammadiyah. Dari sisi prestasi-pun, kinerja mereka tak kalah bagusnya dari apa yang telah dicapai Jokowi selama ini. Disamping mau turun ke bawah, keduanya juga tergolong bersih dan kerap menyuarakan aspirasi rakyat banyak. Jika saja PAN mau memilih satu diantara mereka sebagai capres pendamping Hatta Rajasa, maka kerja berat Amien selama ini menjadi lebih ringan.

Koalisi Poros Tengah (sumber : liputan6.com)

Koalisi Poros Tengah (sumber : liputan6.com)

Alternatif lainnya ialah menggalang kekuatan Poros Tengah Jilid Dua. Meski terlalu mahal dan menguras energi, langkah ini agaknya cukup efektif untuk membendung kubu “nasionalis kiri”. Dari hasil pengamatan penulis, Amien memiliki banyak opsi untuk memilih peserta koalisi. Selain PDI-P yang menjadi lawan, seharusnya semua partai-partai peserta Pemilu 2014 bisa diajak bergabung. Jika hal ini terlalu sulit, Amien cukup mengumpulkan partai-partai menengah yang memiliki total basis suara sekitar 30%. Dalam koalisi ini kemungkinan akan bergabung : PKS, PAN, PPP, PKB, PBB, dan Gerindra. Jika partai-partai itu mau disatukan, pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang akan diajukan. Penulis melihat ada beberapa alternatif pilihan, diantaranya : Prabowo-Mahfud M.D, Prabowo-Hatta Rajasa, atau Prabowo-Hidayat Nur Wahid. Dari ketiganya, penulis menilai citra positif Prabowo-Mahfud M.D layak untuk dikedepankan.

Namun pertanyaan yang harus dikalkulasi Amien Rais selanjutnya, apakah pasangan ini mampu melampaui popularitas Jokowi. Menurut perhitungan penulis, kekuatan Prabowo-Mahfud M.D belumlah mampu menandingi superioritas Jokowi saat ini. Kalau begitu, ada baiknya Amien mau merangkul partai-partai tambahan seperti Demokrat ataupun Nasdem. Bagaimana dengan Golkar? Saya kira partai ini sudah terlalu percaya diri untuk mengajukan calonnya sendiri. Jadi untuk sementara waktu, tak perlu diikutsertakan. Jika saja Amien berhasil merangkul Partai Demokrat sebagai tambahan koalisi Poros Tengah Jilid Dua, dan Dahlan keluar sebagai pemenang konvensi, maka duet Dahlan-Prabowo Subianto patut untuk diarak ke tengah. Pasangan ini diperkirakan bisa menandingi elektabilitas Jokowi yang nampaknya sulit dikejar.

Satu lagi kesempatan yang bisa dimanfaatkan Amien Rais ialah ketika elit PDI-P salah menentukan wakil Jokowi. Andai saja Megawati ngotot mengajukan putrinya Puan Maharani sebagai wakil, maka pertarungan pilpres 2014 semakin sengit. Boleh jadi para simpatisan Jokowi akan sedikit kecewa dan kendor dalam memberikan dukungan. Namun jika Jokowi disandingkan dengan tokoh-tokoh muda progresif, seperti Gita Wirjawan, Dino Patti Djalal, atau Anies Baswedan, maka kemungkinan besar Jokowi akan melenggang masuk istana. Dan skenario politik Amien Rais akan selesai.

 

* * *

Jokowi, Megawati, Puan (sumber : theaustralian.com.au)

Jokowi, Megawati, Puan (sumber : theaustralian.com.au)

Dari sekian banyak skenario yang diajukan, penulis malah kembali berpikir : apakah masih relevan politik sektarian untuk dikedepankan, sehingga kita harus saling menjegal satu sama lainnya. Bukankah kita ini semua anak bangsa, yang harus bahu-membahu membawa republik ini ke tingkat yang lebih baik. Untuk apalagi politik identitas dikedepankan. Pada akhirnya kita semua memiliki tujuan yang sama : membawa Indonesia menjadi negara yang adil dan sejahtera.

Yang justru harus kita kritisi sekarang ini adalah politikus-politikus kotor yang mau menjadi calon presiden atau anggota legislatif. Itu yang seharusnya kita hadang dan pertanyakan. Bukan malah politisi yang mempunyai track record baik. Kalau Jokowi memiliki latar belakang yang mengesankan, kenapa pula harus membohongi diri dengan mencari-cari kesalahannya dan membeberkannya di muka publik. Biarkan saja dia maju dan ikut berkompetisi. Toh rakyat yang akan memilih dan menanggungnya lima tahun ke depan. Kalau segalanya ingin dikendalikan elit, ya lebih baik kita kembali saja ke pemilihan tidak langsung. Untuk apa kita menghabis-habiskan anggaran dan energi melaksanakan pesta lima tahunan ini, kalau hasilnya sama saja.

Sebagai tokoh politik yang telah makan asam garam kehidupan, sudah selayaknya Amien Rais mundur dari arena politik praktis. Bila hendak ber-politicking, lebih elok rasanya jika ia melakukannya dari belakang layar. Seperti apa yang diperagakan oleh sekondannya Ahmad Syafii Maarif. Yang hanya bersorak-sorak dari luar gelanggang sembari memberikan warna dan pencerahan. Ya, semoga saja apa yang dilakukan Amien Rais tak berkepanjangan. Sehingga bisa kembali menyehatkan atmosfer politik tanah air kita.

 

Lihat pula :
1. 2014 : Tahun Politik yang Gaduh
2. Selamat Datang Pemimpin Baru Indonesia
3. Pilpres 2019 dan Menguatnya Politik Identitas

Komentar
  1. kawanlama95 berkata:

    Semakin dilawan untuk tidak mendukung Jokowi, arah dukungan ke Jokowi akan semakin membesar. Jadi, bisa saja Amien Rais justru mendukung.

    Suka

Tinggalkan komentar